001

279K 5.4K 110
                                    

( kalau lupa, cerita ini mengandung genre teen mature content alias rating age-nya 17+ be smart and happy reading! )

Berdebat dengan Anya adalah makanan sehari-hari Sean. Beginilah kisahnya jika berpacaran dengan berandalan sekolah, ia yang dikenal sebagai soft boy bertemu dengan gadis barbar dan senang melakukan aksi bullying, dua kepribadian yang sangat bertolak belakang namun memiliki rasa kasmaran yang besar di hati masing-masing.

Seperti pagi ini, sebuah cekcok kembali terdengar di kediaman Anya, tepatnya di kamar gadis itu.

"Ganti." Ucap Sean, nadanya terdengar rendah, memastikan lawan bicaranya menuruti ucapan yang ia lontarkan kali ini.

"Sean, ih! Seragam yang kemarin kotor, lupa aku taruh di mesin cuci!" bantah Anya, tak ingin kalah dari Sean. Ia menghentakkan kakinya, menandakan ia kesal dengan sang kekasih yang melarangnya mentah-mentah untuk mengenakan seragam lama.

"Pakai lagi."

"Jorok, anj—" Anya cepat-cepat membungkam mulut sialannya.

Mampus. Mampus. Batinnya berteriak, ia lupa dengan siapa ia bicara.

Sedangkan Sean, lelaki yang tadinya bersandar di daun pintu kini mulai berjalan masuk lebih dalam ke kamar, perlahan mengikis jarak dengan Anya dan berhenti tepat di belakang gadis itu, membuat empunya yang berdiri di depan cermin panjang itu merasakan bulu kuduknya meremang.

Dengan cepat, Sean membalikkan tubuh Anya untuk menghadapnya, ditatapnya gadis itu dengan penuh intimidasi. Tangannya turun ke bokong Anya yang terlihat makin seksi dengan rok ketat yang dikenakannya.

"Lihat kaca." Ucap Sean, menyuruh gadisnya untuk menoleh ke belakang melalui isyarat matanya.

"Kenapa?" Bukannya langsung mengiyakan, Anya malah mengulur waktu keduanya.

"Lihat kaca sekarang atau gue paksa leher lo sampai patah?" Mendengar ancaman Sean, gadis itu segera membalik tubuhnya.

Kaca besar itu menampilkan bayangannya bersama Sean, dimana lelaki itu tengah memegang bokong Anya dan sedikit meremasnya.

"Lo liat? Bagian tubuh lo yang ini hampir kelihatan, apalagi kalau lo nunduk, Anya. Lo mau anak cowok di sekolah ngelihatin bokong lo?" Sean mengusap lembut bongkahan pantat yang terlihat sangat meruntuhkan iman itu, membuat Anya menahan desahannya dengan mulut yang sedikit terbuka, tangannya mencengkeram bahu Sean sedikit erat. Dan secara tiba-tiba, Sean menampar bagian sintal itu hingga Anya berjinjit merasakan betapa nikmatnya tamparan Sean di bokongnya.

"Mau?" tanya Sean tatkala kekasihnya itu semakin terlihat keenakan.

Anya menggeleng, "Cuma kamu yang boleh lakuin itu," Jawabnya dengan bibir mengerucut tentunya mengundang seringai kepuasan dari bibir Sean.

"Good girl. Sekarang ganti,"

"Tap—"

"Ganti atau ngga sekolah?"

"Okey, ngga sekolah!"

"Argh!" Sean menyugar rambutnya sedikit frustasi, tampak sekarang gilirannya yang salah bicara, Anya bukanlah tipe murid yang rajin ke sekolah dan melakukan apapun demi berangkat ke sekolah, melainkan kebalikannya.

"Sekolah. Alpha lo terlalu banyak."

Anya tersenyum antusias, sekolah ataupun tidak, kedua hal tersebut sama-sama terlihat menguntungkan baginya.

Sean segera melepas dan memasangkan jaket miliknya ke tubuh bagian bawah Anya agar paha gadis itu tidak terekspos begitu banyak.

"Kalau sampai gue lihat jaket ini lepas dari pinggang lo, gue habisin lo." Sean memandang tajam kekasihnya yang justru terlihat cekikikan menahan geli.

Plak.

Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Anya membuat pipi putih itu merah seketika membentuk bekas telapak tangan. Kepalanya turut menoleh ke kanan seolah mempertegas betapa kerasnya tamparan yang ditorehkan oleh perempuan didepannya.

Suasana kantin yang tadinya riuh, kini tampak sangat menegangkan, tak ada seorang pun yang berniat melerai keduanya. Seolah menyerukan perkelahian ini dalam diam.

"Sehaus apa sih vagina lo sampai cowo gue lo embat juga, hah?!" Sarah berteriak membuat seisi kantin terkejut untuk kesekian kalinya. Penyebutan alat vital di tengah kantin sudah menjelaskan siapa yang terpancing emosi diantara dua kubu ini.

Sarah mendorong kasar tubuh Anya dan kembali berteriak, "Jawab! Bisu lo, anjing?!"

"Ngomong kasar gak bikin lo keren." ucap Anya tenang meski badannya sedikit oleng dengan ujung bibir yang terasa nyeri karena darah mulai keluar dari sana akibat dari tamparan yang diperolehnya.

"Terus lo pikir lo keren ngajakin cowo gue tidur?! Dasar Lon—Arghhh!" Sarah mengerang ketika tubuhnya jatuh kebawah akibat jambakan di rambutnya oleh Anya. Tak hanya itu, bunyi benturan yang dihasilkan kepala dengan lantai pun turut menghiasi kantin yang semakin tegang itu, membuat para murid yang menyaksikan aksi keduanya menahan nyeri.

Dengan cepat, Sarah menarik kembali rambut Anya dengan kekuatan yang lebih kuat membuat rambut-rambut Anya rontok berada di genggamannya.

Anya menarik paksa kepalanya dari jambakan Sarah serta mendaratkan satu kakinya di atas kepala Sarah. Belum sempat ia injak kasar kepala itu, sebuah suara dari arah lain menginterupsinya membuat ia menahan kakinya di atas kepala Sarah agar empunya diam.

"Anya! Lepasin cewe gue!" Cakra Alfagas—kekasih dari Sarah, tampak berlari dari arah pintu masuk kantin bersama gerombolannya, terhitung lima orang serta beberapa diantaranya merasa kenal dengan sosok Anya.

Anya menoleh dan mengangkat satu alisnya dan bertanya, "Siapa lo berani nyuruh-nyuruh gue?" suaranya lantang diiringi dengan dagu yang ia angkat tinggi-tinggi, seolah memperlihatkan betapa mendominasinya ia di ruangan itu.

"Lo yang siapa berani ngelakuin ini cewe gue, bitch!" balas Cakra tak kalah lantang. Jantung pemuda itu sudah berdetak dengan kencang takut-takut salah bicara, ia tahu betul siapa lawannya kali ini.

"Keren." komentar Anya, kaki jenjangnya semakin menekan kepala Sarah mengundang erangan kesakitan dari bibir gadis itu.

"Fuck! Lo udah gila, ya?!" Cakra semakin gusar mendengar suara rintihan Sarah, seperti yang ia katakan bahwa ia tahu betul siapa Anya membuatnya tak berani mendekat ke arah gadis itu yang membuatnya yakin bahwa Anya akan semakin memperparah injakannya.

"Tarik ucapan lo tadi, baru kaki gue lepas dari kepala cewe lo." Anya menyeringai seraya memainkan sepatu hitamnya diatas pipi Sarah. "Jujur juga sama cewe lo ini kalau lo yang ngajakin gue minum semalem sampai mau sewa kamar." ucap anya, senyumannya terlihat semakin lebar menunjukkan bagaimana puasnya ia melihat umpatan kecil dari Cakra sebelum pemuda itu memilih untuk mengalah.

"O-oke. Gue minta maaf atas ucapan gue tadi, dan yaa.. gue yang ngajak lo minum, dan ngajak lo buat sewa kamar. Oke? Sekarang jauhin kaki lo dari Sarah." ucap Cakra, wajahnya semakin gusar setelah melihat tatapan ketidakpercayaan dari Sarah.

"Setdah, gitu doang? Masa udahan, sih," heran Anya, bibirnya mengerucut seakan tak setuju dengan adanya simbol damai dari Cakra. "Tapi gak papa deh." Gadis itu benar-benar memenuhi ucapannya, ia mengangkat kakinya dari kepala Sarah. Namun bukan Anya namanya kalau begitu mudah melepaskan musuhnya, yang terjadi selanjutnya justru semakin mengejutkan seluruh orang lantaran kakinya berpindah sasaran ke leher gadis itu. Dan dalam satu injakan, suara patahan leher terdengar sangat jelas.

๑◕‿◕๑

🎀💭 Cute Message : Hi, gimana harinya? Gimana juga sama bagian pertama dari cerita ini? Jangan lupa vote and comment yaa.

♥︎! 1074 kata for the first part.

The sweetest, A.

─────────

BACKSTREETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang