Tips membaca dari aku: Baca ketika sepi/sendirian, coba masuk kedalam karakter cerita, dan rasain setiap kata yang tertuang dalam tulisan ini.
***
"Lo gak bisa terus-terusan ngehindar, man. Gue tau lo bukan tipe orang yang pengecut." Dega melipat kedua tangannya didepan dada, mengobrol dengan Sean ketika tersisa mereka berdua di ruang OSIS.
"I have my own way, gue minta lo jangan ikut campur. Gue gak mau ada Lave kedua." Sean mengakhiri kalimat terakhirnya dengan sedikit penekanan.
"Dan gue berharap cara yang lo pilih gak nyakitin pihak manapun terutama Anya. Kalo itu terjadi, gue sendiri yang bakal bikin lo abis."
Sean melangkahkan kakinya keluar ruangan, mendengarkan bacotan Dega bukanlah hal yang tepat, itu semakin memperburuk keadaan karena doktrin dari Dega bukanlah—
"Eh?!" kejutnya.
Dadanya ditabrak langsung oleh seseorang, dan orang itu Anya.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, gadis itu menyeret paksa lengan Sean, membawanya balik menuju ruang OSIS. Untungnya kelas sedang berlangsung, hingga tak ada seseorang pun yang menyaksikan mereka.
Anya membuka pintu ruang OSIS dengan kasar, matanya mendapati Dega duduk di salah satu sofa yang ada.
"Anjing, cok. Minimal ketok pintu, anying." ia terkejut bukan main. Yang pertama karena pintu yang tiba-tiba terbuka, dan yang kedua karena dua anak manusia yang katanya bertengkar itu sudah bergandeng tangan.
"Keluar deh, Ga, gue—"
"Mau mesum ya lo?" tuduh Dega, memotong kalimat yang belum sempat Anya selesaikan.
"Iya, lo sendiri mau ngebokep 'kan? Cari tempat lain sono!" Anya mengusir Sean, menarik baju yang Dega gunakan tanpa melepas tautan tangannya dengan Sean.
"Anjing, gue—"
"Keluar, Ga."
"Ck."
Dua kata dari Sean itu mampu membuat Dega berdecak kesal hingga berdiri dan pergi dari ruang OSIS. Hingga kini tersisa ia dan Anya.
"Sean, aku—"
"Duduk dulu." ucap Sean. Mungkin dari cara ia berbicara tidaklah kentara bahwa saat ini jantung Sean siap meledak kapan saja.
Bukan karena berdekatan dengan Anya, namun karena rasa takut yang tiba-tiba menghampirinya.
Untuk itu ia mendahului pembicaraan keduanya.
"Let me tell you first. Gue mohon sama lo untuk jangan motong, atau ngomong sebelum gue izinin."
Sean benar-benar menatap mata Anya tepat di pupil indahnya. Suara yang ia keluarkan mengalun indah, membuat siapapun nyaman mengobrol dengan Sean tak terkecuali Anya.
Telapak tangan Sean mendarat di rambut Anya yang terurai, mengusapnya dengan penuh cinta kasih.
Anya setia mengunci mulutnya, namun lewat tatapan matanya yang sendu ia memberitahu Sean bahwa ia ingin menyampaikan sesuatu.
"Gue gak mau basa-basi. Apa tujuan lo mau nemuin gue dari kemarin? Sampe nyeret-nyeret gue kayak tadi? Mau minta putus, hm?" Sean meneduhkan tatapannya, membuat gadis itu tak kuasa menahan air mata yang sedari tadi memaksa untuk turun.
Anya menunduk ketika air matanya turun menyusul lebih banyak.
Sean berpindah, kini lelaki itu duduk di lantai, hingga sekarang wajahnya sejajar dengan perut Anya.
Tanpa permisi, Sean menyentuh lutut Anya, membuat gadis itu menatapnya kembali.
Ah, Sean tak menyukai pemandangan seperti ini, Anya menangis karenanya.
"Iya? Lo nemuin gue untuk minta putus 'kan?" Sean setia mengusap lutut Anya yang dapat ia rasakan sedikit bergetar.
"Jangan, ya?" tanya Sean, ia pun sungguh ingin menangis sekarang, namun itu bukanlah Sean. Apalagi didepan Anya seperti ini.
"Gue minta maaf karena apa yang dibilang Lave kemarin itu bener. Gue kebanyakan aturan buat lo, padahal kalau dipikir lagi, gue cuma pacar lo 'kan?"
"Dari kemarin lo cari gue, sampe sekarang narik gue kesini kalau tujuan lo minta putus, gue gak akan pernah mau."
"Anya, lo mungkin bisa hidup tanpa gue, tapi gue gak bisa hidup tanpa lo."
"Bisa lo lihat sendiri, sebelum sama lo raga gue ada, tapi jiwa gue enggak. Tapi ketika lo dateng ke hidup gue, jiwa itu balik. Gue ngerasa hidup."
"Kalau lo putus dari gue, semua orang akan nyalahin gue karena emang semua pure kesalahan gue, i admit it. Banyak orang yang bakal ada disamping lo. Yang bakal belain lo banyak,"
"Sedangkan gue? Gue gak punya temen selama ini kalau lo nyadar. Semua orang benci gue, dari Lave sampai Dega yang menurut lo cowok itu sedikit waras dari yang lain. Tapi nyatanya enggak. Sebelum lo narik gue kesini, Dega lebih dulu ngasih tau gue untuk gak nyakitin lo. Atau gue mati di tangan dia."
"Dari situ gue tau, yang bakal hancur sehancur-hancurnya disini ketika kita putus itu gue. Gue yakin lo bakal cepet dapet pacar baru, secara yang suka sama lo itu banyak."
"Tapi gue? Gak ada. Semua orang benci gue, kecuali lo."
"Jadi gue mohon banget sama lo, untuk jangan keluarin kata putus itu. Gue belum dan gak akan pernah sanggup jauh dari lo."
"Gue bakal turutin mau lo, apapun itu. Gue gak akan marah sama hal kecil lagi, lo bisa jalanin hidup sesuai yang lo mau. Lo suka kebebasan 'kan? Gue kasih, Nya, buat lo. Tapi satu, jangan mutusin gue."
***
Aku ngetiknya sambil mewek, karena emang lagi galau :(

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
De Todo[ 17+ ] DISTORY CONTENTS GRAPHIC DEPICTIONS OF VIOLENCE SEXUALITY STRONG LANGUAGE AND MATURE THEMES. 📝 : May 10, 2022 Arsean Bratadikara - Anyalase Da Costa The sweetest, A.