014

76.9K 3.4K 111
                                    

Kurang lebih sepuluh menit Anya terdiam, selama itu pula Sean masih belum mendapatkan jawaban dari gadis kesayangannya.

Namun usapan dan elusan di kepala Anya tidak kunjung berhenti, hingga Sean kembali angkat bicara.

"Gue balik." pamitnya, memecah keheningan. Ia mencium kening Anya dengan sayang.

Anya mendongakkan kepalanya, menatap Sean yang sudah berdiri di sampingnya, ciuman di keningnya menimbulkan tanda tanya, tidak biasanya lelaki itu mengecup keningnya saat akan pulang seperti ini.

"Kenapa gak cium di bibir?" tanya Anya, mencoba menormalkan nada bicara dan ekspresi wajahnya.

"Ntar jadinya nginep, bukan pulang." balas Sean, bibirnya menyunggingkan senyum seolah melunturkan momen awkward yang sempat terjadi diantara keduanya.

Sean ingin beranjak dari tempatnya berdiri, namun sebelum itu Anya lebih dulu memegang lengan kokohnya, mencegahnya untuk pergi ke pintu utama.

"Apa?" tanya Sean, sedikit jengah karena ketidakjelasan Anya yang datang tiba-tiba, tidak biasanya perempuan itu seperti ini. "Kalau gue nggak izinin, lo bakal tetep pergi 'kan? Jadi ngapain izin, hm?"

Ah.

Kenapa Sean terus-menerus memancing sebuah pertengkaran sejak tadi? Tidak bisakah lelaki itu bersikap dan berbicara biasa saja?

"Sayang.." rengek Anya, gadis itu berdiri dan menenggelamkan wajahnya di leher Sean.

"Kalau lo ngehargain keputusan gue untuk gak ngebolehin lo pergi, harusnya lo gak akan pergi." Sean memeluk perempuan itu, ia tahu betul bahwa Anya dan kelab malam adalah satu-kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Ia benar-benar tahu Anya sangat merindukan tempat dengan minim penerangan itu karena itu adalah bagian dari hidup Anya.

"I'm sorry then." Anya menunduk dalam pelukan Sean, gadis itu memelintir kaos yang tengah Sean kenakan.

"Gue balik dulu." ucap Sean, tanpa membalas permintaan maaf Anya. Lelaki itu mengelus punggung kekasihnya dan mencium dahi perempuan itu sekali lagi.

"Hati-hati, I love you!" teriak Anya lantang, dan lagi-lagi tidak mendapat sahutan.

*

Benar tebakan Sean. Anya, kekasihnya itu memutuskan untuk pergi ke Sarcasm.

Dan disinilah ia berada, ditengah lautan manusia yang sedang hilang kesadarannya, tangannya mencekal kuat pergelangan tangan Anya hingga membuat perempuan itu berkali-kali meminta untuk menghentikan langkah mereka namun Sean jelas sengaja menulikan pendengarannya.

"Sean! Kamu nyakitin aku!" bentak Anya, ia menghempaskan cekalan tangan Sean hingga benar-benar terlepas dari pergelangan tangan miliknya yang sudah menciptakan ruam merah melingkar.

"Lo lebih nyakitin gue." Sean berusaha untuk tidak meninggikan suaranya, berusaha mati-matian untuk tidak balas membentak bahkan bermain tangan pada Anya-lebih tepatnya berusaha untuk menekan bagian lain dari dirinya yang sudah lama tak muncul ke permukaan.

"Lo pakai baju kayak gini, lo clubbing, hangover, mabok bareng cowok lain bahkan hampir nge-room, lo pikir itu gak nyakitin gue?" tanya Sean, menelan ludahnya kasar ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Anya hampir dibopong oleh seorang lelaki apabila Sean tidak hadir menjemputnya.

Mata Sean mendapati kini kelima teman Anya menyusul keduanya. Nola, Gibe, Lave, Dega, dan Marvel ada dibelakang gadis itu-seolah siap memberi back up pada Anya bila sewaktu-waktu ada hal yang tidak seharusnya terjadi.

BACKSTREETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang