Double update, nih!
Siapa yang seneng? 😋☝️
Cepet bilang aku baik nanti aku update lagi 🐊ANYWAYS, AKU MAU TAU DONG UMUR KALIAN BERAPA 🧐 AKU TAKUT PALING TUA DISINI 😔
Me: 21Dah ah, happy reading! 👀
***
Satu minggu berlalu, Anya memutuskan untuk mogok bicara dengan Sean. Sementara lelaki itu bingung apa yang menjadikan Anya menjauh darinya seminggu belakangan ini. Ia merasa benar-benar memastikan bahwa ia tak memiliki salah apapun, kecuali mengantar Seyna waktu itu. Namun ia juga benar-benar memastikan bahwa hari itu tidak ada yang memergokinya membonceng perempuan lain.
Sean selalu mengirimkan pesan yang isinya permintaan maaf pada Anya, setiap hari lelaki itu juga menjemput Anya ke rumahnya pagi hari namun yang ia temukan hanya ucapan dari asisten rumah tangga Anya yang mengatakan bahwa gadis itu sudah berangkat seorang diri.
Ia selalu mencuri-curi waktu untuk bertemu dengan gadisnya, namun gadisnya lah yang tak ingin menampakkan diri. Sungguh, hubungan diam-diam ini justru menyiksanya.
Tak jarang, Sean selalu menitipkan bekal juga cokelat pada Dega untuk diberikan pada Anya. Namun lagi-lagi gadis itu menolak pemberiannya.
Seperti saat ini, Sean kembali menerima paper bag dari Dega.
"Mending lo simpen dulu aja. Kasih Anya waktu, kali aja doi lagi pengen sendiri." Saran Dega, sama sekali tak membantu menurutnya.
"Seminggu udah—SHIT, gue cabut duluan." Pamit Sean ketika matanya menangkap sosok Anya berjalan dirangkul Marvel menuju perpustakaan. Namun keduanya berpisah, entah kemana tujuan Marvel yang penting ia melihat Anya masuk ke dalam perpustakaan sekolah.
Dengan cepat, ia melangkah meninggalkan area kantin yang diisi oleh anak OSIS—kembali mengerjakan projek sialan yang membuat Sean dan Anya sedikit renggang kini.
Sean membuka pintu perpustakaan, merasakan dinginnya AC sedikit membuatnya rileks. Ia menemukan Anya sedang mencari buku di salah satu ujung lorong.
"Anya," panggilnya pelan, tak ingin mengganggu pengunjung perpus lain.
Sean mencekal siku gadisnya hingga membuat gadis itu terkejut. Belum sempat melepaskan diri, Sean sudah mengurung tubuh Anya di rak buku.
"Bisa gak, gak usah kaya gini?" Jengah Anya, hendak mendorong Sean namun yang ia dapatkan hanyalah tubuh Sean yang semakin merapat.
"Kenapa? Gue pacar lo. Emang yang boleh deketan cuma Marvel?" Tanya Sean menatap tajam gadis didepannya.
"Kok jadi Marvel?" tanya Anya bingung, sama sekali tak mengerti topik apa yang tengah dibawa oleh kekasihnya kini.
"Ngapain tadi rangkulan sama Marvel? Kurang perhatian dari gue lo?"
Entah Anya yang perasa atau memang kalimat Sean yang tajam. Anya memindai wajah Sean yang terlihat marah yang dipaksa berusaha untuk tetap tenang.
"Dia cuma anterin aku ke perpus!"
"Harus banget rangkulan?"
Harusnya Anya yang marah disini, pasalnya Sean tak menjelaskan apapun setelah malam itu. Malam dimana pesannya tak terbalas, juga dusta laki-laki itu yang katanya ingin mengunjunginya, juga aksi Sean yang mengantarkan Seyna pulang.
Anya tak ingin membawa Marvel dalam masalah keduanya, ia segera mendorong tubuh Sean yang lengah. Namun belum sempat melarikan diri, tangannya kembali dicekal.
"Ck, apa lagi, sih, anjing?"
Sean tersenyum miring, cekalannya pada lengan Anya semakin kasar. Ia menarik tubuh Anya dalam sekali sentakan hingga tubuh gadis itu terhuyung menabrak dadanya.
"Say it again." Pinta Sean.
"Anjing! Puas?"
"Fuck, mulut lo, Anya." Desis Sean yang dibalas oleh dengusan Anya, gadis itu memalingkan wajahnya, menatap apa saja yang penting tidak menatap mata Sean yang terasa menghunusnya.
"Lo tuh kenapa, hah? Seminggu ngehindar, didatengin ngejauh. Mau lo apa, hah? Putus?" Sekalipun suaranya kecil, kalimatnya sungguh menyakiti Anya. Terlebih ketika Sean mengatakan kata 'putus' yang sama sekali belum pernah terlontar dari bibir keduanya selama 2 tahun menjalin hubungan.
"Tanya sama diri lo sendiri! Dari seminggu lalu, lo anterin gue pulang ga bisa, anterin Seyna bisa! Bangsat!"
"Lo-gue? Gue pacar lo, Anya." Balas Sean penuh penekanan.
Sebelum keduanya bertengkar lebih jauh, Anya melepaskan diri dari Sean sebelum air matanya tumpah didepan lelaki itu.
Kakinya melangkah keluar, menuju parkiran. Ia mengendarai mobilnya secepat kilat keluar dari area sekolah. Gerbang yang entah kenapa terbuka seakan mendukungnya untuk bolos hari ini.
Hal itu tak luput dari tatapan Sean, sialan!
*
Nola mengusap punggung Anya, menenangkan gadis itu meskipun sia-sia, setidaknya untuk menghentikan isakan yang Anya keluarkan.
Lave, Gibe, Nola, Marvel, dan Dega berada dalam kamarnya saat ini. Sudah bukan hal baru lagi cowok-cowok itu masuk ke kamarnya, karena orang tua Anya sendiri yang memberi akses pada mereka semua sebagai apresiasi telah menemani masa kecil Anya hingga sekarang.
"Elo, sih, pake cepu ke Anya!" Gibe melempar kulit kacang ke muka Dega.
"Kok gue, nyet! Gue sebagai sahabat yang baik, tentunya ga mau sahabat gue merasa dikhianati," bela Dega, balas melempar kulit kacang pada Gibe.
"Ya emang elo! Coba lo ga cepu, ga akan nangis si Anya!"
"Dih, si kont—"
"Bacot, diem!" Lave berteriak menengahi, semakin pusing ketika cowok-cowok itu beradu mulut.
"Putusin aja, Nya. Toh laki lo udah bilang kata itu, kan?" Marvel yang dari tadi diam kini angkat bicara.
Bukannya menanggapi, tangisan Anya semakin kencang membuat Marvel gelagapan ditambah dengan tatapan nyalang keempat temannya.
"M-maksud gue—" belum sempat Marvel menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya sudah ditindih oleh tubuh Gibe dan Dega membuatnya memekik.
Sontak, Anya yang tengah menangis itu meledakkan tawanya. Menyadari bahwa ketika ia terpuruk, kelima temannya selalu ada disisinya.
Sungguh, ia ingin ketika nanti ditakdirkan kembali untuk reinkarnasi, ia ingin ditemukan lagi oleh lima temannya ini di kehidupan selanjutnya.
[]
Vote-nya jangan kendor, yah <3

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Random[ 17+ ] DISTORY CONTENTS GRAPHIC DEPICTIONS OF VIOLENCE SEXUALITY STRONG LANGUAGE AND MATURE THEMES. 📝 : May 10, 2022 Arsean Bratadikara - Anyalase Da Costa The sweetest, A.