Sebuah mobil Range Rover Evoque berwarna hitam itu sedang terparkir manis di parkiran sekolah dengan mesin yang masih menyala, dua anak manusia yang dimabuk cinta ada di dalamnya.
Cup
Cup
Cup
Anya berkali-kali mengecup basah leher Sean dengan hati-hati agar tidak menimbulkan bekas apapun. Bahkan kini lidah nakalnya turut bermain di leher Sean. Jemari kecilnya mengusap pelan tengkuk Sean, mengundang gairah lain yang hadir dalam dirinya.
Anya itu sangat paham dimana letak titik terlemah kekasihnya, karenanya Sean tak merespon. Lelaki itu hanya diam seraya menahan gejolak nafsunya yang diuji melalui Anya. Beruntung ia memiliki pertahanan yang cukup kuat, jika tidak mungkin keduanya sudah melakukan hal yang tidak-tidak saat ini.
"Udah?" tanya Sean setelah Anya mundur mendudukkan tubuhnya kembali di kursi penumpang. Dengan antusias Anya mengangguk dan tersenyum manis.
Lelaki itu memasang kancing seragamnya, setelah tadi Anya meminta dirinya untuk membuka beberapa kancing teratas dari seragamnya. Hingga kini pemuda itu sudah tampak rapi kembali dengan kancing yang tertutup sempurna.
"Buka satu kancing aja gak papa, sayang, biar gak cupu-cupu banget." komentar Anya yang sedari tadi memperhatikan Sean.
"Cupu gini bisa bikin lo pingsan."
Mendengar itu, Anya sontak menutup wajahnya yang tiba-tiba memerah dengan telapak tangannya, bibirnya ia gigit dalam-dalam guna meredam teriakannya yang bisa kapan saja keluar memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya.
Otaknya memutar kembali memori beberapa hari lalu, di saat itu tidak ada Sean yang lembut, tidak ada Sean yang cupu, tidak ada Sean yang culun. Yang ada hanyalah—
"Udah belum saltingnya? Keburu bunyi itu bel." ucap Sean, menunjuk ke arah depan dengan dagunya.
Anya memperlihatkan mukanya kembali, Sean mendapati pipi gadis itu merona alami.
"Mau di cium balik, sayang." pinta Anya, gadis itu menyampirkan rambut tebalnya yang menutupi lehernya yang jenjang nan putih hingga kini leher itu tampak menggoda di mata Sean.
"Emang mau seragamnya kekancing sampe atas?" tanya Sean seraya mengambil jas OSIS berwarna hitam dari back seat dan mengenakannya.
Anya terkekeh kecil menanggapinya dan menggeleng pelan, "Ya jangan dibikin merah dong, cintaku."
Tangan besar Sean masuk menyentuh belakang leher Anya dan dalam waktu yang relatif singkat, bibir pemuda itu sudah mendarat memberikan kecupan-kecupan yang ia tinggalkan di leher Anya. Sementara gadis itu menekan kepala Sean lebih dalam. Sampai saat ini ia masih tidak mengerti mengapa Sean dapat mengcover dirinya seperti lelaki baik-baik sedangkan dalam hal beginian lelaki itu jago?
Kecupan itu berlangsung selama beberapa menit, dan selama itu pula Anya mengerang dan dapat ia rasakan alat vital dibawahnya mulai basah akibat pancingan Sean.
"Cukup, ya." Sean menyudahi permainan bibirnya, laki-laki itu benar-benar memenuhi permintaan Anya untuk tidak meninggalkan bekas kemerahan di leher kekasihnya.
Anya mengangguk manis, ia senang mendapatkan apa yang ia mau—terlebih Sean yang mengabulkannya.
"Udah sepi, aku turun duluan, okay?" belum sempat mendapat persetujuan, gerakan Anya yang ingin membuka pintu mobil pun terurung lantaran Sean yang menahan lengannya, membuat ia bertanya-tanya.
"Tas." ucap Sean singkat.
"Tas?" tanya Anya, raut kebingungan jelas tergambar dari wajahnya, ia menatap tas yang ia pegang dan mata Sean bergantian.

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Random[ 17+ ] DISTORY CONTENTS GRAPHIC DEPICTIONS OF VIOLENCE SEXUALITY STRONG LANGUAGE AND MATURE THEMES. 📝 : May 10, 2022 Arsean Bratadikara - Anyalase Da Costa The sweetest, A.