Sunggingan senyum kepuasan terukir jelas dari wajah seorang wanita paruh baya yang tengah merias Sakura di ruangan ganti itu. Ya, tidak salah ia merasa bangga dengan hasil kerja kerasnya yang berhasil menghias sang gadis musim semi dengan begitu elok bak seorang dewi hanya dalam waktu satu jam.
Saking bahagianya, wanita itu sampai tak menyadari tatapan hampa Sakura yang tergambar jelas dari caranya memandang pantulan bayangannya sendiri di cermin. Hingga tiba-tiba mereka di kejutkan dengan suara pintu yang terbuka cukup kencang.
Sakura pun buru-buru menundukan pandangannya saat melihat Shisui memasuki ruangan itu, "Sumimasen, jam tanganku tertinggal saat bersiap tadi,"
Dari cermin di hadapannya Sakura diam-diam memperhatikan Shisui yang terlihat mencari barangnya dengan tergesa. Pria itu rupanya cukup ceroboh hingga membutuhkan waktu cukup lama untuk menemukan jam tangan yang sebenarnya ada pada meja di sisi tempatnya berdiri.
Ketika ia akan pergi, langkahnya seketika terhenti saat melihat tangan sang gadis musim semi mengepal kuat sesuatu.
"Nyonya, maaf bisakah anda memberi kami ruang? aku ingin berbicara dengan istriku," Ucapnya sembari melangkah mendekati meja rias.
"Tapi pesta pernikahannya tinggal satu jam lagi. Saya belum meriasnya dengan sempurna,"
"Aku yang akan meriasnya jadi kau tidak perlu khawatir,"
"Apa anda bisa melakukannya?"
"Nee, oh ya tolong katakan pada Kiba juga Shino untuk memperketat keamanan sekitar ruangan ini sampai kami selesai bicara,"
"Wakatta," Ucapnya yang tiba-tiba tersenyum aneh lalu pergi dari sana dengan cepat.
Pria itu perlahan menarik sebuah kursi lalu duduk di sisi sang gadis musim semi yang kini terlihat semakin memalingkan wajahnya, "Boleh aku mengatakan sesuatu juga bertanya padamu?"
Melihat reaksinya yang tak kunjung membuka mulut. Shisui tiba-tiba menggenggam tangannya hingga gadis itu tersentak kaget. Sudah berulangkali ia mencoba melepasnya, namun gagal karena keadaan hatinya yang kini tengah benar-benar kacau.
"Le ... Lepaskan tanganku, shannaro!" Ucapnya di iringi isak tangis yang membuat pria itu melepas genggamannya.
Shisui pun segera mengambil botol kecil yang terjatuh dari tangan sang gadis musim semi, "Yokatta, kau belum meminum racun ini,"
"Memangnya kenapa jika aku meminumnya shannaro! Kalian pasti akan merasa senang jika aku pergi dari dunia ini,"
"Kenapa kami harus senang dengan kematianmu?"
"Karena aku hanyalah beban untuk kalian! Semua yang ku lakukan selalu saja salah. Orang tuaku bahkan lebih mementingkan kehormatannya daripada perasaanku," Tangisnya yang semakin pecah membuat pria itu terdiam beberapa saat untuk berfikir.
"Jika memang seperti itu rubahlah persepsi mereka. Jika kau mati konyol seperti ini kau tidak akan pernah tenang di alam sana, Sakura. Karena hatimu belum menemukan kepuasannya,"
"Tapi orang tuaku ...."
"Setiap orang tua pasti ingin melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan putrinya. Coba kau tempatkan diri di posisi ayah atau ibumu. Apa kau akan tega melihat anakmu menderita seumur hidup?" Tanyanya membuat gadis itu segera menggeleng.
"Kenapa kau berfikir ayahmu tidak mengerti perasaanmu Sakura? Dari yang kulihat tadi, beliau sudah siap mengorbankan segalanya termasuk kehormatannya untukmu. Tapi naluri alaminya sebagai seorang ayah yang membuatnya menjadi seperti itu,"
Sakura kini semakin menangis mendengar setiap perkataan pria itu. Ia benar-benar merasa sangat buruk karena telah berasumsi jelek pada semua orang termasuk kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life Partner Until Eternity
FanfictionDahulu cinta itu seperti matahari yang membuatku selalu bersemangat dan memiliki tujuan untuk hidup. Tapi kini cinta hanyalah seperti langit malam yang gelap juga dingin. Sebagai partner hidupku, tolong tetap tuntun aku agar tidak lagi terjatuh dala...