10 - Support

1.4K 155 6
                                    

Setelah berdiskusi sejak pagi tadi, mereka memutuskan untuk tinggal sejenak di planet ini. Tidak terlalu buruk. Planet ini tidak mati, hanya saja berpenduduk minim. Ada sebuah toko dan penginapan yang berdampingan sekitar seratus meter dari tempat Fang mendaratkan pesawatnya.

Sejauh ini, hanya dua bangunan itu yang mereka lihat.

Pepohonan juga sangat jarang, tekstur tanah yang tandus, tapi anginnya sangat kencang. Langit di sini tak jauh berbeda dengan warna langit di Bumi, hanya saja saat malam di sini lebih gelap mengingat tak ada sinar bulan. Maka dari itu, mereka memutuskan menginap di penginapan, untuk mendapat cahaya saat malam. Tinggal di dalam kegelapan bukanlah ide bagus.

Seperti kekuatan elemental sebelumnya, Boboiboy Taufan juga harus berlatih keras untuk menguasai kekuatannya sendiri. Sejak tadi Fang duduk di atas dahan pohon yang tumbang---mungkin karena terkena kencangnya angin---memperhatikan Boboiboy yang memperagakan jurusnya.

Di sekeliling Boboiboy, ada botol dan kaleng bekas yang ditata rapi. Tugas Boboiboy adalah mengenainya dalam jarak yang cukup jauh. Selain itu, mengandalkan pesawat Fang dan pepohonan yang amat jarang, Fang membuatkan tali, menggantung kaleng bekas.

Dengan angin sekencang ini, Boboiboy harus mengenai sasaran. Kalau bisa, Boboiboy harus mengendalikan angin di sekitarnya untuk tunduk di bawah perintahnya. Jika Boboiboy bisa memerintah angin, artinya laki-laki itu sudah berada di tahap yang lumayan jauh.

"Ish!"

Entah sudah berapa kali Boboiboy Taufan mendengkus dan mengeluh saat tembakannya tak tepat sasaran gara-gara angin yang menerbangkan kaleng dengan kencang. Dari lima kaleng yang digantung, Boboiboy baru bisa mengenai satu.

"Fang, bisakah kau tunjukkan padaku caranya agar aku cepat mengenai empat kaleng itu? Ini menyebalkan."

Menghela napas, Fang menghampiri Boboiboy Taufan, dengan jus kaleng di tangannya. "Tidak bisakah kau bersabar? Di sini yang latihan kau, bukan aku. Dasar manja."

Walau mengomel, Fang tetap memberinya contoh. Memejamkan mata sejenak, Fang langsung mengeluarkan kekuatan bayangnya. Dalam sekali serang, empat kaleng yang tersisa jatuh ke tanah, ditambah satu kaleng yang tadi Fang pegang. "Lihat, ini tidak sulit."

Wajah Boboiboy merengut sebal. "Tentu saja tidak sulit bagimu! Kau sudah berlatih seperti ini sejak kecil, tapi aku baru kali ini."

"Berhentilah mengoceh dan istirahatlah sebentar. Nanti latihan lagi." Setelah menyerahkan sekaleng sirup rasa jeruk pada Boboiboy, Fang berlalu pergi. Dia masuk ke dalam pesawatnya, tidak kunjung muncul sampai Boboiboy menghabiskan minuman yang Fang berikan tadi.

****

Karena tak kunjung kembali, Boboiboy memutuskan menyusul Fang. Di dalam pesawat, dia mendapati Fang yang sibuk dengan tablet di tangannya, duduk di sofa panjang dengan posisi membelakanginya.

Tanpa ragu Boboiboy Taufan menghampiri Fang, berdiri di belakangnya, mengintip apa yang Fang tekuni. Keningnya mengerut dalam saat melihat serentetan aksara alien yang sama sekali tidak dia pahami. "Kau sedang apa, Fang?"

Boboiboy Taufan ikut terkejut saat Fang melompat turun dari sofa sampai jatuh terduduk di atas lantai pesawat. Menurut Boboiboy Taufan reaksi Fang sangat berlebihan.

"Kau mengagetkanku. Untuk apa kau ke sini? Bukankah kau latihan?"

Mata birunya menatap Fang, sesekali berkedip. "Aku menunggumu tadi. Karena kau tidak kunjung kembali, aku menyusulmu."

Untuk ke sekian kali Fang menghela napas. Sejenak, dia kembali fokus pada tablet, mengabaikan Boboiboy Taufan yang terus mengoceh. Baiklah, jika disuruh membandingkan, setidaknya Boboiboy Halilintar lebih nyaman dijadikan teman kerja mengingat karakternya yang tidak banyak bicara.

Kepala Fang terasa pening saat harus membaca berkas yang kakaknya kirimkan diiringi ocehan Boboiboy Taufan. "Bisa kau diam sebentar? Aku sedang sibuk. Latihan saja dulu sana!"

Boboiboy Taufan yang hendak berbicara lagi langsung mengatupkan mulut, kalimat yang sudah berada di ujung lidah dia telan kembali. Tapi, alih-alih diam, beberapa detik berselang dia kembali berbicara. "Fang, menurutmu bagaimana progres latihanku?"

Tak mendapat jawaban, Boboiboy Taufan kembali bertanya, "Apa yang sedang kau kerjakan? Kau terlihat sibuk sekali. Ada yang bisa kutolong?"

"Ada," sahut Fang, "tolong diam."

Walau sempat merengut sebal, sepertinya Boboiboy Taufan benar-benar tidak kehilangan akal. Dia terus-terusan mengoceh, sebagaimana karakternya yang tidak bisa diam.

Setelah lebih tiga puluh menit Fang tak menyahut, Boboiboy Taufan tak lagi bersuara. Tapi, dia berpindah ke tempat lain, memperhatikan segala macam botol-botol kaca di sudut ruangan yang tidak pernah dia ketahui fungsinya.

Setelah meneliti kaca, dia beralih menjadi peneliti dinding pesawat, mengamat-amati struktur pesawat yang super keras. Fang yang sesekali meliriknya hanya bisa menghela napas. Tampaknya menghentikan Boboiboy Taufan memang mustahil. Laki-laki itu tak akan pernah bisa diam. Mungkin hanya amukan Halilintar yang bisa membuatnya duduk diam bagaikan murid tauladan.

"Aku sudah selesai. Kau sudah makan siang?"

Boboiboy Taufan yang sejak tadi meneliti dinding pesawat menoleh, lalu menggeleng. "Kenapa? Kau ingin mentraktirku?"

"Hm. Ayo!"

Dengan senang hati, Boboiboy Taufan menyusuk Fang, berjalan di samping laki-laki itu menuju rumah makan yang berada di lantai dua toko keperluan sehari-hari warga planet.

The Seven Elemental's (FangBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang