14 - Do It

1.4K 160 14
                                    

Setelah beberapa hari hanya berdiam di dalam kamar, Boboiboy dan Fang akhirnya diperbolehkan keluar. Setelah dinyatakan sembuh total, mereka langsung lepas landas, menjelajah planet lain untuk melatih kekuatan elemental Boboiboy yang lain. Kali ini mereka benar-benar butuh tempat yang kaya akan segala sumber daya agar tak perlu luntang-lantung lagi.

Di mana lagi kalau bukan Bumi?

Walau terpaksa, mereka harus kembali ke Bumi. Fang menyarankan untuk pergi ke tempat-tempat lapang atau apalah jika tak mendapat yang diinginkan di Pulau Rintis. Dengan Ying yang menyetir karena kondisi Fang masih lemas.

Melalui paksaan dari tiga temannya, akhirnya Fang menurut untuk tetap diam di kamar---walau Boboiboy juga ikut serta di akhir. Laki-laki itu hanya menatap ke luar jendela, duduk di tepi ranjang sejak satu jam lalu.

Boboiboy sudah kelewat bosan didiamkan dalam ruangan dan hanya memandang Fang yang duduk diam bagaikan patung. "Fang, apa menurutmu aku bisa menguasai semua kekuatanku nanti?"

Entah sudah berapa topik yang Boboiboy lemparkan, tapi Fang tak kunjung merespons. Baru topik kali ini Fang memalingkan pandangan, menatapnya datar. "Kenapa kau pesimis? Bukankah kau selalu percaya diri?"

"Ya ... tapi, hm ... aku tidak tahu."

"Kau pasti bisa."

Setelahnya, Fang kembali memalingkan pandangan. Tatapannya tak lepas dari pemandangan luar angkasa, seolah-olah itu lebih menarik daripada Boboiboy yang kini duduk berseberangan dengannya.

Saat Boboiboy sudah berniat diam karena merasa tak berguna mengajak Fang bicara, Fang bertanya, "Kapan kau bisa menjawab pertanyaanku?"

Ditatapnya wajah tampan Fang yang masih menatap luar angkasa melalui jendela besar, Boboiboy mendengkus. "Aku tidak tahu. Aku tidak mau kau membenciku nanti."

"Apakah itu hal yang benar-benar serius? Pertanyaanku hanya hal yang remeh, kan? Aku tidak bertanya hal berat yang bisa menjatuhkan mentalmu. Aku juga tidak menanyakan hal yang berhubungan dengan statusmu atau apalah itu."

Entah sejak kapan, Fang sudah berdiri di depannya. Iris merah di balik kacamata itu menatapnya tajam, menuntut jawaban saat ini juga. Menggeleng pelan, Boboiboy ikut berdiri, mendorong sedikit tubuh Fang agar tak terlalu dekat dengannya. "Ini hal pribadi, Fang, kau tidak berhak tau."

"Aku berhak tau kalau itu menyangkut diriku." Pandangan Fang mengikuti Boboiboy yang melangkah pergi. "Apa kau menyukaiku?"

Sontak, langkah Boboiboy terhenti. Tubuhnya mendadak kaku, tak menyangka Fang menebak tepat sasaran. Menggeleng pelan untuk mengenyahkan segala hal buruk di otaknya, dia menjawab, "Jangan bercanda. Aku laki-laki. Lebih baik aku menyukai Yaya daripada dirimu."

Mendengar nama Yaya disebut, Fang mengepalkan tangan. Akal sehatnya mendadak terbakar habis, membuatnya mendorong Boboiboy hingga menabrak dinding besi pesawat, mengurungnya, menatap dalam sepasang iris cokelat bulat itu, mencari kebohongan.

Embusan napas Fang dapat Boboiboy rasakan, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia bahkan berusaha sekuat tenaga menghindari tatapannya. Ini buruk. Seharusnya dia diam saja tadi. "Eng ... aku ... maksudku ... aku laki-laki normal. Dan ... Yaya ...."

Sial, kenapa juga dia harus gugup?

"Jangan-sebut-nama-Yaya!"

Mendengar penegasan yang Fang ucapkan, Boboiboy mendadak takut. Fang di depannya tidak terlihat seperti Fang yang dia kenal sebelumnya. Mata bulatnya semakin melebar saat Fang memajukan wajahnya, semakin mempersempit jarak keduanya.

Untuk yang kedua kali, dia merasakan bibir Fang menyentuh bibirnya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini bahkan dia tahu rasanya. Rasa manis yang langsung memenuhi mulutnya. Kepalang terkejut, tanpa sadar dia membuka mulut. Baru sadar saat lidah Fang sudah masuk ke dalam mulutnya.

Beberapa saat berlalu, Boboiboy hanya diam menerima, tak memberontak apalagi membalas. Fang melepas tautannya, menatap Boboiboy datar, lalu menciptakan jarak di antara keduanya. Tidak. Apa yang dia lakukan? Dia dikuasai emosi, membuatnya tanpa sadar mencium Boboiboy yang notabene laki-laki sepertinya.

"Aku .... Maaf," ujar Fang sambil memalingkan pandangan.

Mengusap bibirnya yang basah, Boboiboy menggeleng pelan. Tanpa banyak bicara, dia berlalu pergi, memasuki kamar mandi. Dia tak pernah mengira hal ini akan terjadi. Dia bahkan tak pernah mengira kekuatan elemental akan menyalurkan perasaannya yang sesungguhnya. Ini buruk, sangat buruk.

Sementara itu, Fang langsung mengusap kasar wajahnya, berdiri di depan jendela, kembali menatap luar angkasa. Bayangan beberapa saat lalu saat dirinya mencium Boboiboy terekam jelas. Bagaimana mungkin ini terjadi? Ini tak pernah berada dalam daftar kehidupannya.

Bunyi notifikasi di jam kekuatannya membuat Fang tersadar. Dijawabnya panggilan dari sang kakak, menampilkan hologram wajah kakaknya di atas jam kekuatan yang dia kenakan. Pemuda dua puluh tahunan itu menatapnya sejenak, memandang curiga raut muka sang adik yang tidak terlihat baik-baik saja.

Beberapa detik setelahnya, pemuda itu bertanya, "Kapan urusanmu selesai? Aku tidak bisa menunggu lebih lama."

"Aku sedang dalam perjalanan kembali ke Bumi," sahut Fang setelah menghela napas. "Setelah mengantar teman-teman, aku janji akan langsung kembali."

"Kutunggu kau menepati janjimu. Misi kali ini lebih penting daripada sekadar melatih Boboiboy yang tidak bisa menguasai kekuatannya sendiri."

Panggilan terputus, Fang hanya bisa menghela napas. Sudah sejak dua bulan lalu sang kakak menghubunginya, memintanya segera kembali ke pasukan untuk menjalankan sebuah misi yang katanya penting. Selama ini, sang kakak sudah menjalankan misi itu seorang diri, tapi kali ini dia membutuhkan kemampuan khusus yang Fang miliki.

Bagaimanapun juga, Fang akhirnya memang harus pergi.

The Seven Elemental's (FangBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang