"Cepat sedikit, kau tahu 'kan kalau aku tidak bisa menunggumu lebih lama?" ujar seseorang dari balik telepon genggam Leonathan. "Sesibuk-sibuknya dirimu, pasti tidak pernah terlambat datang ke mari. Cepatlah!"
"Ya, aku segera datang," putus Leonathan yang tidak bisa mendengar atau melihat seseorang marah atau menangis karena dirinya sendiri. "Tunggu sebentar lagi." Kemudian panggilan dimatikan oleh sang penelepon.
Punggung tegak diiringi dengan langkah kaki dari sepatu hitam pantofel, menjauhi ruang kerja di lantai dua. Begitu melewati pintu, kacamata yang semula menggantung di kemeja, kini menutupi kedua mata biru miliknya. Pria berjas hitam menuruni tangga dengan langkah yang sedikit terburu-buru, tak sabar untuk mengunjungi tempat favorit. Di mana lagi tujuannya kalau bukan bar dan klub malam.
Semakin cepat menuruni tangga cafe miliknya, Leonathan menatap lurus ke depan. Menggubris sapaan karyawannya dengan lambaian tangan singkat. Kemudian melewati pintu keluar kafe bernuansa ramai di lantai bawah itu sambil merogoh kantong celana hitam yang kini dia pakai. Mengeluarkan kunci sambil menghampiri mobil hitam, BMW Z4 seharga 1,69 Milyar yang dibelinya dua tahun lalu. Tentunya menabung sebanyak mungkin dan bekerja sekeras yang Leonathan bisa demi mendapatkan mobil sedan sport tersebut.
Mata birunya tak berhenti melirik beberapa gadis yang secara terang-terangan mengamatinya. Ingin rasanya melebarkan senyuman, tetapi dia tak ada waktu untuk itu. Begitu masuk ke dalam mobil, Leonathan menekan pedal gasnya cukup kencang. Kedua tangan fokus menyetir, bersama pandangan lurus ke depan. Pria itu fokus menyetir agar cepat sampai ke tempat tujuan favorit.
Tibalah mobil mahal hitam itu di sebuah parkiran klub dan bar, cukup terkenal di daerah Kuta, Bali. Mobil Leonathan pun terparkir rapi. Sebelum keluar, Leonathan melepas jas hitam dan meninggalkannya di kursi. Sang pemilik lantas keluar dengan tubuh tegap sambil menggulung lengan kemeja putih yang ia pakai sampai siku, begitu pula dengan lengannya yang lain. Baru beberapa melangkah, mata biru pria berumur dua puluh lima ini tertuju pada seorang gadis yang tengah tertawa lepas ketika ingin memasuki klub. Leonathan terpaku dengan tampilan gadis itu yang terbilang mampu menarik sesuatu di dalam dirinya.
"Sebuah cahaya di tempat gelap," gumam Leonathan di dalam hati secara spontan saat sepasang mata birunya tak berhenti menatap seorang gadis yang memakai red backless dress atau model gaun dengan punggung terbuka. Hanya ada tali spaghetti yang menyilang di punggung gadis itu. Untuk menyadarkan diri sendiri, ia berdeham. Memantapkan langkah lebih lagi sebelum mendorong pintu masuk klub.
Berhubung belum ada pukul sebelas malam, beberapa pengunjung bisa masuk tanpa pemeriksaan yang ketat. Karena Leonathan terlalu sering hadir di salah satu klub terkenal di Bali ini, ia dengan mudah masuk. Ya, pria itu selalu datang ke sana walaupun memiliki kesibukan yang cukup menguras otak. Suasana klub dan beberapa pemandangan di sanalah yang mampu menyegarkan otaknya meski sejenak.
Seperti biasa, Leonathan lebih suka berada di indoor ketimbang outdoor. Begitu melihat sosok Alice, Leonathan semakin mendekat. "Di mana gadis seksi itu? Cepat sekali perginya," gumam Leonathan sembari celingak-celinguk dengan mata tajam yang menyorot setiap sudut klub. Cukup ramai pengunjung, tetapi dia masih penasaran dengan gadis cantik yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan baru malam ini netra biru pria keturunan Amerika ini mengangkap sosok cantik dan langsing yang berhasil membuatnya tertarik.
"Apa yang ingin kau katakan? Kau terlalu memaksa hari ini," ujar Leonathan setelah duduk di samping kanan Alice. "Aku tahu kebiasaanmu sebagai wanita pemaksa, tetapi hari ini kau lebih berisik dari biasanya. Ada apa?" imbuhnya lagi dengan lengan kiri tersampir di sofa. Ia bahkan mencondongkan tubuhnya ke arah Alice. "Ada masalah dengan siapa lagi kali ini, hem? Katakan padaku yang sebenarnya."
Alice memutar bola matanya ketika Leonathan mengelus dagunya dengan tatapan menggoda. Sudah biasa Leonathan bertingkah seperti itu, Alice tidak terkejut lagi. Bersahabat lama Dengan Leonathan, membuatnya paham dan hapal bagaimana sifat dan sikap pria tersebut. "Masalahku cukup besar kali ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me, Elle
RomanceLeonathan tidak berhenti menghentikan kaki demi mengejar perempuan yang selama ini dia cari. "Bicarakan ini baik-baik, Elle. Dia juga membutuhkanku untuk tumbuh. Jangan bersikap egois, aku juga orang tuanya." Brielle memutar badan ke belakang, lalu...