"Kau bilang begitu karena takut ucapanku dikabulkan."
"Kau percaya diri sekali. Aku tidak mungkin menerimu masuk ke hidupku, Tuan Leonathan. Berhenti mengharapkan hal yang tidak mungkin kau dapatkan. Bangun dari mimpimu!"
"Kaulah yang seharusnya berhenti menolak takdir," balas Leonathan tak mau kalah dan fokus menatap punggung Brielle yang ingin sekali ia sentuh. Pasti sangat menyenangkan ketika tangannya bisa mendarat di sana dan mengusap-usap sesukanya. "Ah, aku jadi merindukanmu dan ingin memelukmu, Ell," batinnya seraya melebarkan senyuman mematikan, bagi wanita-wanita yang dulu ditemui Leonathan di kelab malam.
Elnathan masih asyik bermain air di dalam bak mandi, sementara sang ibu tengah sibuk menyiapkan baju ganti. Meski sudah bisa mandi sendiri, Brielle tidak akan membiarkan anaknya itu selesai bersih-bersih badan tanpa bilasan tangannya. Leonathan sendiri tidak ingin memalingkan pandangannya dari wanita cantik di depannya. Ingin sekali meraih pinggang ramping itu lagi dan membiarkan kehangatan melingkupi hatinya.
Mengabulkan pikiran dan angan-angannya, Leonathan memberanikan diri meraih pinggang itu. Satu tangannya melingkar di perut rata Brielle, tangan lainnya menyentuh lengan kanan wanita manis itu begitu lembutnya. "Jujur padaku, apa kau bisa melupakan kenangan kita malam itu?"
"Lepaskan tanganmu, Leonathan!" pekik Brielle setengah berbisik. Ia menatap wajah dan ekspresi jahil pria itu dari cermin yang menempel di lemari, tepat di depannya.
Seakan tuli, Leonathan sama sekali tidak menggubris protesnya Brielle. Dia bahkan berani menganggap pekikan Brielle sebagai bahan tertawaan, Leonathan cuma tersenyum lebar dan lanjut membuka mulut.
"Pertemuan kita dan bagaimana cara kita berkenalan ... apakah kau mampu menghapus kenangan indah itu?" tanyanya kemudian, diiringi dengan bibirnya yang mengecup pundak kanan Brielle sebanyak tiga kali hingga sang pemiliki mendelik tajam.
Secepat kilat Brielle putar badan dengan dua tangan meremas pakaian Elnathan. "Lancang sekali! Kelancanganmu itu sudah di atas batas!"
"Cinta dan kerinduanku yang melebihi batas."
"Tidak lucu!" bentak Brielle bersama mukanya yang sudah berganti warna, bersemu merah.
Melihat perubahan itu, Leonathan menahan senyumnya dan meraih kedua tangan Brielle. "Aku sedang tidak bercanda, Elle."
"Sudahlah, percuma kau melakukan ini! Aku tidak akan luluh!" semprot wanita itu yang langsung menghempaskan tangan Leonathan dan buru-buru pergi dari hadapannya. Ia masuk ke kamar mandi, dan mengabaikan senyum kecil di bibir ayah Elnathan yang sempat tertangkap oleh matanya.
"Baiklah, buktikan ucapanmu dan akan kubuktikan bahwa kau salah besar. Kau akan tenggelam dalam pesona maupun keja kerasku untuk mendapatkanmu dan Elnathan, Elle." Leonathan keluar dari kamar Brielle dan menghampiri mobilnya. Ada barang yang harus diambil, karena ia ingin mengajak buah hatinya jalan-jalan dan tidak waktu untuk pulang dulu ke rumahnya. Mengambil baju ganti di mobil, ia mendekam di kamar tadi lagi.
Tak lama, Elnathan keluar dari kamar kecil bersama pakaian lengkap. Atasan kaos putih dengan celana harian polos warna abu-abu di atas lutut. Sungguh, bocah tiga tahun di depan mata Leonathan ini terlihat sangat tampan dan keren, ia mengakui kalau dirinya sendiri kalah tampan. Rambutnya yang masih basah dikeringkan Brielle dengan handuk di tangan wanita itu sembari berjalan di belakang Elnathan.
"Om, El ganteng, Om?" tanyanya yang ingin sekali mendekati Leonathan, tapi tidak bisa karena Brielle menahan perutnya dengan satu tangan.
"Ganteng, El." Elnathan yang senang dikatakan tampan pun cekikikan. "Ingin kukeringkan?" tawar Leonathan sembari menatap rambut bocah itu. "Supaya Mama El bisa mandi, bagaimana?" tambahnya lagi yang tentu saja tidak mendapatkan tatapan bersahabat dari Brielle.
"Aku bisa mengeringkannya, tanpa bantuanmu atau siapa pun."
"Tidak masalah, jangan malu-malu, Elle. Apalagi kita akan pergi ke pantai sebentar lagi, bukankah lebih baik kau mandi sekarang?"
"Pantai?!" teriak Elnathan dan membalikkan badan, ia bahkan mendongak ke arah sang mama. "Mama! El ke pantai, Mama?"
"Iya, El ... kita ke semua akan pergi ke pantai," jawab Leonathan tanpa memedulikan Brielle yang masih melongo dan melotot ke arahnya. "Atau aku dulu yang bersih-bersih lalu setelah aku, kau yang mandi, Mama?" Brielle hanya menghela napas. Kemudian dengan gerakan cepat, Leonathan masuk ke kamar kecil, melambaikan satu tangannya pada Brielle sebelum menutup rapat pintu di hadapannya dan mengedipkan sebelah mata juga tersenyum miring.
Satu jam kemudian tiga manusia yang sebenarnya mirip seperti keluarga bahagia itu sudah ada di pantai sesuai keinginan Leonathan dan kebetulan juga sama dengan kehendak Elnathan. Leonathan yang sempat membelikan mainan truk untuk anaknya itu, merasa sangat puas dan bahagia ketika Elnathan memainkannya.
Kini, matahari sudah hampir tenggelam. Brielle hanya bisa memandang dari kejauhan, anak dan ayah itu tengah seru-seruan bermain truk yang ditarik menggunakan tali berbahan plastik. Sesekali Elnathan yang menyuruh sang ayah untuk menarik dan dirinya yang berlari di belakang. "Sekalang, Om Ganteng!" pintanya masih cadel, dan Leonathan menuruti suruhan anaknya itu tanpa membantah sedikitpun, justru kebalikannya, Leonathan tertawa, begitu gembira.
Sambil berlari kecil, ia melemparkan tatapan sesudah menoleh pada wanita bergaun sederhana putih polos yang duduk anteng. Leonathan dengan iseng melambaikan tangan dan berteriak penuh percaya diri pula, "aku mencintaimu, Elle! Lihat aku!" Brielle tak membalas, bahkan sudah menundukkan kepalanya sembari menyumpah serpahi pria tak tahu malu itu dalam hatinya. "Look at me, Elle!" teriaknya lagi dan ditambahkan kata-kata yang mebuat Brielle semakin kesal, "jangan berpura-pura tidak melihat! Tidak perlu malu, Mama!"
Beberapa pengunjung yang jaraknya tak terlalu jauh dari Brielle duduk pun menolehkan kepala, memusatkan matanya pada wanita sasaran pria tampan bule. Mereka banyak yang tersenyum bahkan tertawa geli melihat tingkah romantis Leonathan, sekaligus mempermalukan wanitanya. Namun, banyak anak muda yang bertepuk tangan karena merasa terhibur.
Elnathan yang tak paham dan pikirannya sudah tersita penuh pada truk pasir mainan, hanya bisa berlari tanpa memerhatikan sekitar. Bahkan dia berlari ke sana-sini dengan truknya, lalu berhenti setelah sadar bahwa truknya memiliki sendok pasir. Jongkok dan mulai menyendok pasir pantai lalu menuangnya ke bak pasir truk merah pemberian Leonathan.
"Jangan bermain ke air, El! El sudah mandi!" teriak Brielle yang melihat posisi anaknya sudah di tepi pantai. Tak hanya menggunakan mulut, kakinya ikut bergerak, lari mendekati anaknya.
Leonathan yang tak lalai, diam-diam juga memerhatikan buah hati mereka. Karena melihat posisi anaknya sangat aman, dia tidak terlalu khawatir. "Tenang saja, dia bocah penurut. Dia pasti mengerti, Elle."
"Aku tidak menasihatimu."
Leonathan terkekeh. "Aku hanya mengingatkanmu tentang sifat anak kita." Mendengar kata terakhir itu, Brielle berusaha untuk tidak mengeluarkan semua kekesalannya di tempat umum yang kini tengah ramai pengunjung. "Ngomong-ngomong, kau ingin pulang jam berapa?"
"Sebetulnya aku tidak ingin datang ke mari," jawab Brielle sinis dan berjongkok. Kemudian mengangkat Elnathan dan mencium keningnya. "Lain kali Mama ajak El ke sini, sekarang sudah malam, Sayang. Ayo kita pulang."
"Ini masih sebentar, El pasti kurang puas."
"Kau atau El yang kurang puas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me, Elle
RomanceLeonathan tidak berhenti menghentikan kaki demi mengejar perempuan yang selama ini dia cari. "Bicarakan ini baik-baik, Elle. Dia juga membutuhkanku untuk tumbuh. Jangan bersikap egois, aku juga orang tuanya." Brielle memutar badan ke belakang, lalu...