"Ke mana kau, Elle? Mengapa jam segini belum juga kelihatan?" gumamnya yang tak bisa mengalihkan pandangan dari bangunan sederhana, tempat Elnathan ditiptipkan sekaligus belajar. Leonathan berada di depan tempat pendidikan Elnathan, pastinya tanpa sepengetahuan anak itu maupun Brielle. Bahkan wanita itu belum menampakkkan diri, menjemput anaknya.
Selama berada di mobil kurang lebih lima belas menit, Leonathan belum melihat tanda-tanda Brielle datang. Ya, pria itu masih mendekam di dalam mobil hitam yang terparkir beberapa meter dari sekolah Elnathan. Ia yang sudah merasa cukup bosan pun membuka ponsel dan hendak memeriksa kabar dari Alice, sahabatnya yang masih dipercayainya untuk mengelola kafe Mixture di Bali. Hingga pandangannya teralihkan tiba-tiba kala melihat sebuah mobil berhenti tepat di depan sekolah anaknya.
"Akhirnya kau datang juga," bisiknya begitu melihat dari spion, Brielle turun dari sebuah mobil warna putih bersih. Wanita itu juga memasuki sekolah Elnathan. "Aku akan menemuimu," lirinya yang seketika itu juga turun dari mobil, membuka pintu dan membantingnya tak terlalu kencang dan setelah itu memakai kacamata hitamnya dan mengayunkan kaki, menyeberang.
Dengan langkah tegap membuat dadanya yang bidang begitu tercetak di kemeja polos biru tua, tak terkecuali lengan otot. Celana panjang hitam dan sepatu warna senada pun mampu menggerakkan kepala wanita yang semula sedang bergosip, menoleh ke arahnya, hingga tak disangka oleh Leonathan, mereka semua bisa terpana akan ketampanannya. Terlihat dari wajah para ibu berseri kala menatpnya.
Namun, pandangan sang pria kekar nan tampan itu hanya tertuju pada satu wanita yang turut melemparkan tatapan padanya, sontak Leonathan juga bisa melihat raut kaget Brielle begitu jelas.
"Apakah masih lama?" tanya Leonathan yang langsung menempatkan diri di samping kanan Brielle. Jangan lupakan tangan kirinya yang tiba-tiba merangkul di pundak Brielle. Tanpa diduga Leonathan, wanita yang kini di sampingnya menoleh dan memberikan satu gerakan kepala, menjawab tidak secara tak langsung.
"Ini Papa Elnathan, ya, Mbak Putri?" celetuk salah satu ibu muda yang umurnya tak terlalu jauh dari Brielle. Dengan tersenyum ramah Brielle menjawab, setelah itu melirik Leonathan dan ternyata pria itu mengangguk. "Jarang kelihatan ... sibuk kerja, ya, Mas?" Leonathan tersenyum singkat.
Sampai akhirnyasalah satu dari pengurus di sekolah Elnathan keluar. "Bapak, Ibu, anaknya sudah selesai," ujar ibu yang memakai seragam batik itu memberitahu. "Silakan masuk," imbuhnya dengan tangan mempersilakan dan sedikit mundur.
Para orang tua yang sudah menunggu di luar lantas mengikuti arahan. Leonathan yang tak ingin ketinggalan pun turut melangkah masuk. Tangan kirinya setia merangkul Brielle, yang semula di pundak pindah lokasi, melingkar di pinggang ramping wanita manis yang mengenakan terusan merah sebetis motif kembang-kembang.
"Bisa lepas?" tanya Brielle dengan tatapan galak dan berhenti mengayunkan kaki, ia juga melirik lengan kiri Leonathan yang tak pindah dari tubuhnya.
Belum sempat dijawab, seorang anak laki-laki bermata biru keluar dari ruangan sambil berteriak, "Mama!" dua tangannya juga terangkat, melambai-lambai. Raut wajahnya langsung tercengang ketika mendapat balasan lambaian tangan dari pria di samping Brielle. Apalagi ketika Leonathan melepas kacamata. "WOW!" pekiknya lagi yang tadinya ingin merangkul sang mama, jadi tukar haluan.
"Hei, El! Bagaimana kabarmu, Nak?" tanyanya tanpa pikir panjang, mulut Leonathan berucap spontan setelah mengangkat tubuh kecil Elnathan. "Merindukanku atau tidak? Aku sangat merindukanmu, kau tidak pernah datang lagi ke kedai es krim."
Dengan sikap manisnya, bocah itu mencium pipi kiri Leonathan tanpa diminta dan menyimpan wajahnya di leher sang papa. "El tidak boleh makan es, Om. Mama bisa ngambek," jelasnya yang tanpa berbohonga. Mengatakan apa adanya, dan mendengar itu Brielle menatap Leonathan.
"Tidak masalah, ayo kita pulang. Aku akan mengantarmu dan Mama."
"OKE!" serunya yang langsung menoleh ke wajah pria tampan itu. "Naik apa?"
"Mobil," jawabnya yang dibuntuti Brielle. Leonathan tidak bisa merangkul wanita itu karena Brielle menjaga jarak darinya. Karena itulah, ia harus jalan sambil menggendong anak mereka sampai ke tempat mobilnya di parkir, pinggir jalan dan di seberang sekolah Elnathan.
Sampai di dalam mobil Leonathan menyerahkan Elnathan pada Brielle yang duduk anteng di kursi sampingnya bahkan tanpa ia suruh. Begitu semua sudah siap, Leonathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Kau lelah?" tanya Leonathan begitu dilihatnya sang buah jagoan kecil menguap dan bersandar di tubuh Brielle. Bocah itu pun cuma mengangguk.
"Kau memang wanita mandiri dan seorang ibu yang baik, tetapi jika meninggalkannya di sekolah, menurutku itu kurang baik." Dengan alis bertaut Brielle menatap pria di sebelah kanannya yang memegang setir sembari fokus pada jalanan di depan kendaraan mereka sekarang. "Ditambah umurnya masih tiga tahun, kau terlalu berlebihan, Elle."
Brielle memalingkan muka dan menatap ke samping kiri sebentar. "Tidak ada satu jam melihatnya di sekolah dan tahu sekilas caraku mendidik El, kau berani memberi komentar?" Kemudian tertawa dan kembali menatap Leonathan, di mana pria itu juga tengah menatapnya. "Tuan Leonatha ... mohon maaf, aku tahu tugasku sebagai orang tua tunggal."
"Dia masih butuh kasih sayangmu," tambah Leonathan yang langsung meraih kepala Elnathan dan mencium kening juga puncak kepalanya. "Maksudku, kau bisa menunggunya di sekolah. Aku tidak menyalahkanmu sepenuhnya, tetapi aku tahu ... dia pasti sangat membutuhkan perhatian orang tua."
"Karena selama ini aku sendirian, aku melakukan semua sebisaku. Termasuk mencari uang demi keperluan El, kau tidak tahu apa-apa."
Elnathan yang sudah mengantuk dan kesadarannya hilang, tak bisa lagi mendengar percakapan kedua orang tuanya. Leonathan yang mengetahui itu sedari tadi juga segera mengeluarkan pendapatnya meski tidak ditanya oleh Brielle. Bagaimana pun dia adalah orang tua Elnathan. "Sekarang aku sudah di sini, aku bisa membantumu. Aku juga orang tuanya, Elle. Peranku sangat penting untuk tumbuh kembangnya. Apa kau masih memikirkan kesalahanku yang tidak sengaja kulakukan?"
"Tidak sengaja katamu?" tanya Brielle seraya tertawa hambar. Ia berusaha memelankan volume suara karena tahu Elnathan tertidur. "Melakukannya saat aku tidak sadar, kau bilang tidak sengaja?"
"Aku juga mabuk," sahut Leonathan yang terdengar membela diri sendiri. "Kesalahan di malam itu bukan murni keinginanku, kau juga menggoda dan memintaku untuk membawamu ke rumahku, Elle. Jangan kau lemparkan semuanya padaku," imbuh Leonathan yang memohon dengan tampang putus asa.
"Turunkan aku di toko bunga."
"Jangan mengalihkan pembicaraan, kita perlu membahas ini."
"Aku tidak ingin membahas apa pun pada seseorang yang tidak mau mengakui kesalahannya."
"Aku sudah mengakui kesalahan, tetapi kumohon mengetilah, Elle ... semua murni kecelakaan," jawab Leonathan yang masih tak mau disalahkan. Jelas, baginya Brielle juga salah. Wanita itu juga mabuk, dirinya juga mabuk. Jadi, semua salah siapa kalau bukan keduanya? Leonathan masih tidak terima jika dialah yang paling disalahkan. "Lihat aku, Elle." Wanita yang sedari tadi memalingkan muka tak ingin lagi mendengarkan semua perkataan yang keluar dari mulut Leonathan. Pria itu hanya bisa menghela napas, bahkan ia harus mengunci bibir sampai mobilnya berhenti di tempat parkir toko bunga bernama Mille.
"Terima kasih sudah menjemput El dan aku," putus Brielle tanpa menoleh dan keluar mobil begitu saja sambil menggendong Elnathan, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Leonathan yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya.
"Sama-sama, Elle. Papa mencintaimu, El."
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me, Elle
RomanceLeonathan tidak berhenti menghentikan kaki demi mengejar perempuan yang selama ini dia cari. "Bicarakan ini baik-baik, Elle. Dia juga membutuhkanku untuk tumbuh. Jangan bersikap egois, aku juga orang tuanya." Brielle memutar badan ke belakang, lalu...