Brielle yang sedang sibuk mengemas beberapa buket bunga ke dalam keranjang sambil berjongkok, dikejutkan dengan bunyi lonceng dari pintu sekaligus pekikan sang anak yang berlari ke arahnya. "Mama!" teriak bocah berbaju putih itu sambil mengangkat tinggi-tinggi es krim miliknya, berniat pamer.
"Sudah beli? Dibawa pulang, ya?" Elnathan mengiyakan. "Mama masih kerja, El duduk di dalam," tambahnya menunjuk ruang istirahatnya bersama Naomi dengan arahan mata dan gerakan kepala.
"Iya, Ma." Mengusap puncak kepala sang anak tanpa berdiri, kemudian melanjutkan kegiatannya menata buket bunga ke dalam keranjang. Elnathan yang menurut itu tersenyum lebar lalu menjilat-jilat es krim cokelat campur vanila dengan senang, sambil berlalu dari Brielle.
Sementara satu karyawan di sana tengah meladeni pelanggan di kasir usai melayani pertanyaan dan keinginan sang pembeli. Naomi yang baru datang pun tidak tinggal diam, selain berusaha menutupi kejadian tadi di toko wafel dan es krim, ia harus mendampingi pelanggan yang baru saja masuk ke toko bunganya. Naomi berusaha tenang dengan cara mengajak pengunjungnya berkomunikasi dan menyibukkan diri bersama sang pengunjung perempuan di sampingnya yang melihat-lihat ke kumpulan bunga mawar.
Brielle yang tidak merasakan keanehan pada Naomi pun melihat sahabatnya itu dengan tatapan santai saja. Ia fokus pada pengiriman bunga saat ini. Dia sendiri yang akan mengirim ke beberapa alamat yang tertera di buku pemesanan. Selain menyukai suasana luar atau jalanan, Brielle tidak ingin pelanggannya kecewa kalau toko bunga Naomi kurang teliti. Karena itulah ia memastikan betul-betul bahwa pesanan dan jam pengiriman sesuai. Mulai siang ini ia berangkat, mengingat alamat yang dituju tidak sedikit.
"Aku kirim sekarang," bisik Brielle ketika dirinya sudah berada di belakang Naomi sambil membawa keranjang bunga rotan di tangan kanan dan kirinya. Masing-masing keranjang sampai ditumpukan di pinggang karena terlalu besar. Wanita itu keluar ketika Naomi tersenyum dan mempersilakan, bahkan berpesan pada Brielle untuk hati-hati di jalan.
Karena motor khusus karyawan yang digunakan untuk anatr pesanan sudah di luar toko, Brielle segera menaruh salah satu keranjang berukuran cukup besar di bagian belakang. Sedangkan keranjang di tangan kirinya diletakkan di bagian depan. Kedua keranjang pun diikat kencang, barulah wanita itu naik hati-hati karena cukup kesusahan mengenakan terusan kala menaiki motor. Begitu mesin dinyalakan, Brielle mengatur gas dan mulailah kendaraan roda dua jenis matic tersebut jalan dengan kecepatan sedang.
Brielle iseng melihat-lihat bangunan di sekitar toko bunga Naomi, terutama sempat penasaran dengan toko es krim yang pernah diperbincangkan Naomi. Sahabatnya itu bahkan beberapa kali mengajaknya makan di sana setelah tutup toko, tapi ia selalu menolak. Begitu motornya hampir lewat ke toko, ia sudah siap menoleh. Tak disangka, ada sosok yang membuat Brielle terbelalak.
"Apa yang kulihat itu nyata?!" tanyanya dengan sangat terkejut ketika motor yang dikendarainya ini lewat tepat di depan toko es krim dan wafel di kiri jalan. Dilihatnya sosok pria tinggi dengan rahang tegas, pria itu baru keluar dari toko. "Kenapa dia ada di sana?!" teriaknya yang kini hanya di dalam hati, meski begitu sepasang mata masih melotot.
Berpikir positif, Brielle mengelus dada tiba-tiba. "Bisa saja dia ada urusan pekerjaan di sana atau sekadar makan siang. Tetapi, apa Naomi dan El sempat bertemu dengan?!" Mengingat Leonathan baru saja keluar dari toko. Bisa saja mereka berdua bertemu dengan Leonathan. "Tapi kenapa Naomi tidak cerita?" gumamnya dengan pandangan yang senantiasa fokus menatap jalanan.
Kejadian di siang itu sungguh membuat dada Brielle berdebar-debar. Ada ketakutan dan ketidaksiapan di dalam hatinya begitu wajah Elnathan dan Leonathan melintas begitu saja. Ya, ia belum berani dan sanggup memperkenalkan anak kandung mereka pada pria yang memiliki darah dengan Elnathan. "Sebelum itu terjadi, aku harus mengakhiri hubunganku bersamamu, Leonardo." Walau berkata penuh tekad, ada rasa sedih dan tidak rela karena ia memiliki rasa sayang pada adik kandung Leonathan itu. Tetapi jika dilanjutkan, ada Naomi yang diam-diam terluka dan menahan kesedihannya selama ini.
Malam pun tiba, tepat pukul tujuh lebih lima menit Brielle tengah mendampingi anaknya. Elnathan duduk di samping kiri Brielle, sambil memainkan mobil mainannya di atas meja dia menerima suapan dari sang mama. Brielle sendiri juga tengah makan malam. Bukan hanya mereka berdua, di samping Elnathan juga ada Naomi yang sibuk memakan roti tart sepiring kecil.
Begitu Elnathan menerima suapan darinya, Brielle memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya dan memerhatikan Elnathan yang asyik mengunyah. Menoleh singkat kepadanya, anak yang memakai kaos biru muda gambar film kartun kereta api itu bertanya, "Mama, besok El libur sekolah?"
Brielle yang mengingat sejenak besok hari apa, lantas menggeleng. "Enggak, El masih sekolah. Lusa atau besoknya lagi baru libur, kenapa?" tanyanya lembut seraya mengulas senyum cerah. "El mau cepat-cepat libur, ya? Biar bisa main sama jalan-jalan, ya?" tambahnya yang membuat Naomi ikut terkekeh, padahal ia tengah sibuk mencari tempat strategis demi membangun usaha toko bunganya bersama Brielle.
Elnathan berhenti mendorong mobil mainannya dan wajah tampan bocah tiga tahun keturunan orang barat itu pun tampak berpikir. Ia yang semula biasa saja, tiba-tiba tersenyum sangat senang. Brielle yang bingung dengan ekspresi mendadak sang buah hati segera mencolek puncak hidung mancung Elnathan sambil bertanya, "kenapa El senyum-senyum? Hayo! Kamu nyembunyiin apa dari Mama? Mama enggak suka kamu aneh-aneh, ya ... senyumnya El itu aneh."
"Mama," panggilnya sembari mengingat kejadian tadi siang dan Brielle makin bertanya-tanya. "Tadi, waktu El beli es sama Tante Mi, El digendong om ganteng, Mama." Mendengar pengakuan dadakan dari anaknya ini, Brielle yang hendak menyendok nasi milik Elnathan tak jadi. Memalingkan muka, dan sasaran tatapannya kini adalah Naomi yang juga batal menyuapkan kue tart ke mulutnya sendiri. "Besok, kalau pulang sekolah ... El boleh beli es lagi, Mama?" tambahnya masih dengan ekspresi ceria. Tampak binar bahagia mengelilingi wajah polos nan tampan anak kandungnya ini.
"El habiskan makan malamnya dulu, ya ... besok kalau toko bunganya sepi, El boleh pergi lagi sama Tante Mi beli es krim lagi."
"El mau beli es sama Mama," lirih bocah itu yang tak menghapus raut bahagia di wajahnya. "Mama mau ikut, El?"
Brielle kembali mengarahkan pandangannya pada Naomi yang kini tengah menggapai gelas bening berisi air mineral. Sambil mengangguk, ia mencium puncak kepala Elnathan. "El makan malam dulu, besok dilihat besok, Sayang. Kalau Mama enggak sibuk, kita pergi beli es krim sama-sama."
"Yes!" pekiknya dan menarik leher Brielle, mengecup pipi kiri sang mama singkat. "Makasih, Mama!" Brielle membalasnya dengan mengusap rambut kecokelatan Elnathan. Sesudah itu, menerima suapan yang sudah lebih dari lima kali dari Brielle.
"Apa siang tadi kalian bertemu Leonathan?" tanya Brielle yang tak memutus kontak matanya dari Naomi.
Mendengar nama Leonathan disebut, Elnathan memekik, "ya, Mama!" kepala Elnathan bahkan mendukung ucapan bibir mungil itu, menganguk-angguk. "Nama om ganteng sama seperti nama El, Ma," sahut bocah itu lagi begitu sudah menelan kunyahannya.
Brielle hanya tersenyum tipis, ia bahkan melirik Naomi sekilas. "Habis makan El masuk ke kamar, ya. Mama mau El tidur awal biar besok bisa olahraga sama Mama."
"Iya, Mama! Siap!"
Menit pun berlalu, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih dua puluh menit. Brielle yang baru mengantar Elnathan ke kamar tidur pun sudah kembali lagi ke dapur. Dilihatnya Naomi yang sepertinya ingin bertanya padanya. Tepat setelah Brielle duduk, perempuan berambut keriting tersebut pun melayangkan rasa penasarannya, "dari mana kau bisa tahu kalau kami berdua bertemu dengannya?"
"Aku melihatnya keluar dari toko es krim itu."
"Lalu apa yang kau mau setelah tahu? Kau mau memisahkan Elnathan dari Leonathan atau mempertemukan mereka dan mengenalkan masing-masing dari mereka?" cerocos Naomi yang tambah penasaran, apalagi ketika menangkap ekspresi sendu sekaligus resah dari wajah sahabatnya tersebut.
"Aku ingin ini mengalir saja, kalau Tuhan memang menginginkan Elnathan bertemu dengan papa kandungnya, aku bisa apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me, Elle
RomanceLeonathan tidak berhenti menghentikan kaki demi mengejar perempuan yang selama ini dia cari. "Bicarakan ini baik-baik, Elle. Dia juga membutuhkanku untuk tumbuh. Jangan bersikap egois, aku juga orang tuanya." Brielle memutar badan ke belakang, lalu...