17. Jika kau disini

435 48 12
                                    

- ✿ -

Sangkala memberi tahap atas mengerti dan memahami. Melingkar pada kisah yang sama, menjauh untuk mengakhirinya. Pijak demi pijak, terbangun karena pendirian. Harapan pada keinginan bukanlah yang harus dilakukan, biar berjalan apa mestinya.

Sebagai awal yang cerah dihari Senin, sepasang suami-istri mengantar anaknya masuk sekolah untuk yang pertama kalinya. Mereka sumringah, menggandeng kedua tangan anaknya di tengah-tengah.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, Leo membawa kembali keluarganya. Bukan ingin membuka luka lama yang belum usai, tetapi mengambil jalan tengah atas kenyataan.

Memang sedikit pelik. Bahkan pasangan yang berstatus sebagai tetangga adalah orang yang mampu mengulik masa lalu. Siapa sangka, bertetangga dengan pasangan Chelin-Andy. Anak mereka pun seumuran, apalagi pilihan tempat belajar pun sama.

"Belajar yang giat, Kakak..."

"Siap, Mama!"

"High five!" bocah itu membalas, sedikit melompat untuk menggapai tangan ayahnya.

"Be a good boy..." mereka saling melambaikan tangan, melepas anaknya yang masuk ruang belajarnya. Sedangkan urusannya sudah selesai, mereka berlalu dari sana, menuju mobil dan melanjutkan perjalanan.

"Saatnya menengok twins!" Ucapnya semangat. Mengelus perut Ren yang tampak lebih besar dari umur kandungannya.

Setelah memiliki Naren Gemintang sebagai anak sulung, mereka menanti kelahiran dari anak kedua yang berkahnya adalah kembar.

"Come on papa!" Mereka tersenyum, sejalan dengan Leo yang menyalakan mesin mobilnya.

Ditempat lain, seorang ayah menyaksikan remaja yang berdiri di atas panggung dengan gagah, Jeno merasa bangga sekaligus terharu. Anak yang tumbuh atas kepayahannya menjadi kebanggaan untuknya, serta keluarga.

Juno menjalani sekolahnya dengan singkat. Bahkan dengan usia yang belum memasuki empat belas tahun, dia sudah duduk di bangku kelas 2 SMA. Pencapaian yang tidak pernah terpikirkan olehnya sebagai orang tua.

Berbeda dengannya yang tidak sepintar Juno di umurnya, dia yang sekarang masih menjadi pegawai dan mengelola usaha keluarganya. Hari ini, dia datang kembali untuk menghadiri penyerahan kejuaraan olimpiade atas kemenangan Juno. Sudah sering baginya tetapi tidak membuatnya bosan.

Pernah bertanya-tanya, darimana kecerdasan Juno berasal. Apakah dari ayah kandungnya? Atau dari Anna, sebagai ibunya? Hingga, akhirnya dia mengetahui satu hal.

Setelah kembalinya keluarga Gemintang, Jeno mendapat pukulan telak atas kenyataan. Antara baik dan buruk, samar-samar tercampur menjadi satu. Berbagai rasa menghampirinya, ingin sekali dirinya memutar waktu secara nyata dan cepat.

Bunda sempat menemuinya, berbicara serius, sekaligus membawa suasana yang asing baginya. Terlihat putus asa. Bunda hanya memberi selembar kertas yang berlapis amplop putih. Jangankan untuk meramal isinya, mendapatkannya saja membuat dirinya bingung.

Lekas dibukalah amplopnya, terbuka rahasia yang selama ini tenggelam dan disembunyikan. Dia benar-benar ingin memutar waktu sebenar-benarnya.

Tidak bisa.

Sekiranya sedikit sabar atas sesuatu, berpikir dingin atas tindakan dan berhati-hati dalam keputusan. Mungkin saja, jalannya akan berbeda.

Berdua, menyaksikan anak mereka dengan bangga.

[Flashback]

Tiba-tiba, nomor atas nama kekasih sang anak masuk sebagai panggilan suara. Untung, sebelumnya sempat meninggalkan nomor untuk dihubungi, setidaknya bukan nomor suaminya.

Dia bilang, ingin bertemu dengannya. Ren? Terhitung sedikit mereka bertemu, namun hanya sekali terkesan baik. Lebihnya tidak mengenakkan.

"Nyonya bisa melihatnya..." Ucapnya ragu, mendorong sebuah amplop kertas berwarna putih kepada Dona. Wanita dengan nama belakang Yamira membuka amplop tersebut, melihat apa yang ada didalamnya.

Hari ini langitnya cerah, bahkan awannya berkumpul gembul menjadi satu. Tapi apa yang harus dikatannya sekarang? Bagai petir yang datang secara tiba-tiba, semuanya mendadak dan mengherankan.

"Ini? Kalian! Ah, maksud ku kalian berani melakukannya? dan... Apakah benar ini anaknya Jeno?" Diantara percaya atau curiga.

Haruskah menduga atas kebohongan? Mengelabui? Bisa saja setelah topangan hidup yang diberikan, akan ada hal lain yang diinginkan. Jika licik maka bisa saja.

"Saya tidak memiliki hubungan lain, kecuali dengan Jeno," ucapnya mantap, menatap mata lawan bicaranya. Menegaskan tidak adanya kepalsuan.

"Apa ada bukti? Mungkin saja kau mengincar keuntungan lain?" Ragu bertanya, apalagi seseorang yang duduk di depannya nampak tidak gentar dengan pengakuan.

"Saya tidak ingin mencari apapun lagi, hanya... biarkan saya memberitahu perihal masalah ini, setidaknya biarkan ayahnya mengetahui keberadaan anaknya,"

"Saya mohon, itu saja tidak lebih..." Tangannya bersatu di depan wajah, merendahkan dirinya untuk memohon.

Dona berpikir sambil menimbang, semua yang terjadi terlalu acak dan tidak sinkron. Apa dia harus berunding bersama sang suami? Atau, urus sendirian? Lalu, sang anak dengan Ren? Mengambil keputusan kali ini sangatlah sulit.

"Lusa bertemu di tempat ini, dan datanglah sendirian."

Sesuai persetujuan yang dilakukan, dua hari setelahnya mereka bertemu. Tanpa bercakap singkat seperti pertemuan lalu, Dona membawa Ren mengikutinya. Wanita itu membawa Ren ke salah satu rumah sakit, tempatnya berbeda dengan rumah sakit yang Ren sempat kunjungi untuk pemeriksaan.

Mendapatkan nomer antrian, dua wanita itu diam tanpa obrolan. Ren sedikit cemas, masih belum mengerti maksud atas keberadaannya dan untuk apa.

Tersentak atas panggilan nomer antriannya, Ren mengikuti langkah ibu Jeno yang lebih dulu memasuki ruangan. Tidak ada yang aneh, sekedar mengambil sehelai rambut, mengisi biodata dan pemeriksaan ringan yang entah apa itu. Setelah selesai pun, mereka langsung keluar.

"Keputusannya masih lama, tunggu setelah hasilnya keluar dan jangan bertindak sendiri untuk menemuinya." Sedikit ketus nada bicaranya.

Menerima alur yang menuntun, Ren menunggu hasil meski tahu apa yang akan tercantum di dalamnya. Dia menantikannya dengan sabar, dengan harap dapat memberitahu kehadiran pangerannya.

Ren tertipu.

"Lihatlah dari jauh, dan jangan mengganggu. Biarkan mereka bahagia."

Mulai saat itu, dia memutuskan apa pun sendiri.

- ✿ -

Ehehehe...

Denting ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang