- ✿ -
Getir. Melihat sepasang kekasih yang bersanding di depannya. Mereka nampak bahagia, diiringi senyum yang tak pernah lepas. Mengandai, sudah tidak pantas. Apapun itu, tidak ada yang mendukung untuknya saat ini. Suasana bahagia, untuk menertawakannya. Siapa sangka, patah hati sesakit ini.
Selamat, teramat sulit di ucapkan.
Senyuman tipis mengawali patahan kata yang diucapkan. Mengganjal tentu, tapi tidak untuk diperlihatkan. Mencoba tegar, semanis harapan yang disematkan. Begitulah menangis diatas kebahagiaan.
Riuhnya acara seolah tidak perduli dengan hatinya yang sepi. Bolehkah menghentikan tawa dan kebahagiaan yang terjadi? Meskipun Juno juga ikut gembira saat ini?
Dia tidak sejahat itu.
Sepintarnya Juno, dia masihlah bocah lugu yang polos. Layaknya anak kecil pada umumnya, keramaian menjadi ladangnya untuk bersenang-senang. Melupakan ayahnya yang jauh dibelakang dan segan mendekat.
"Bunda!"
"Ey, akhirnya bocah kecil ini datang juga," sambut Leo kepada Juno yang berlari ke arah Renai.
"Bunda cantik sekali..." Dengan tatapan yang berbinar, Juno menilai penampilan Bundanya.
"Kalau Om? Ganteng ngga?" Tanya Leo antusias. Juno nampak berpikir, memperhatikan penampilan Leo dari atas sampai bawah. Sedangkan yang dinilai malah tersenyum narsis.
"Sedikit, tapi tetep tampan Juno! Ya kan Bun?" Si kecil ingin mendapat pengakuan yang mendukung.
"Iya, yang paling tampan Juno. Tapi, Om Leo lebih tampan dari hari biasanya kan?" Kini perempuan itu yang balik bertanya.
"Iya juga si Bun..."
Hiruk-pikuknya, telah usai. Namun Juno masih menempel dengan pengantin wanita yang terlihat berkali-kali lipat cantiknya.
Dia menepi, mencari tempat yang leluasa meratapi keadaan. Entah pikiran darimana, dia ingin berjumpa dengan nikotin silender yang pahit.
Sepahit nasibnya.
Aish, kenapa dia dipertemukan kembali dengannya. Begitulah isi hati Jeno ketika bertemu Leo yang menempati tempat itu lebih awal darinya. Tentu, tercium jelas wangi asap bakaran.
"Selamat,"
"Dua kali?" Ucapnya, masih dengan asap yang mengikuti kalimatnya.
"Kalau begitu, terimakasih."
"Begitupun aku, kau melepas setelahnya aku meraih," berdialog tanpa bertukar pandang.
"Mengambil kembali pun tidak mungkin, kan?" Balas Jeno yang terdengar provokatif.
"Jika kau berani," menghentikan percakapan tersebut. Jeno dan keberaniannya. Mereka tidak bisa ditantang, karena mereka tidak pernah akan tampil dengan si pecundang.
"Mulailah berdamai." Timpalnya kembali.
Setelahnya, tidak terdengar percakapan. Hanya asap yang bersautan menemani keheningan.
- ✿ -
Terimakasih yang sudah memberi dukungan! Love u 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Denting ✓
Fanfic[GS Story] Lokal Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini, kita mencari dalam rindu yang indah. © 2022 KAME, Camellia Caramel