- ✿ -
[Flashback]
Setelah melakukan pemeriksaan, dia terheran atas penuturan sang dokter yang menyatakan kondisinya.
"13 minggu," Tidakkah kali ini dia yang salah mendengarnya. Semuanya tiba-tiba, masalah bertambah lagi, lagi dan lagi.
Hidupnya sudah terlalu pelik.
Tidak menampik jika dirinya pernah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan, tapi semua sudah terjadi. Sesuatu yang bersembunyi selama 3 bulan, akhirnya terkuak.
Dengan keberanian yang entah datang darimana asalnya. Dia dengan berani mengawasi rumah seseorang dan bersembunyi di tempat yang terasa aman serta berjarak tidak jauh dari tempat yang sedang diawasinya.
Sekarang, bisa dia lihat sepasang lelaki dan perempuan sedang menikmati percakapan mereka, di depan teras dengan sang lelaki mengelus perut sang perempuan dengan telaten dan lembut.
Ia juga ingin, sampai tangannya ikut bergerak mengelus perutnya dengan pandangan yang sendu kearah teras rumah itu.
Apa kau bahagia? Bolehkah aku meminta kebahagiaanmu juga? Begitu pun tiga tahun lalu, Leo bertemu dengan Ren.
Di ruang kerjanya, dia melihat sosoknya untuk pertama kali. Datang sendirian tanpa ditemani oleh pihak saudara ataupun suaminya, ia tentu prihatin melihatnya.
Tidak ada yang menyangka, pertemuan yang berlangsung terus-menerus dan intens, membuat dirinya tertarik dengan sosok itu yang kini menjadi kekasihnya.
Meski tidak mudah untuk mendekatinya, ia tidak menyerah begitu saja. Beberapa penolakan selalu didapatkannya, apalagi saat awal melakukan pendekatan.
Dengan alasan status dan kedudukan, Ren selalu menggunakannya sebagai alasan penolakan. Mungkin karena kegigihan dan perhatian yang selalu dia berikan, pada akhirnya Ren memberikannya kesempatan.
Kesempatan untuk masuk kedalam hidupnya.
Hari ini, ia telah membantu Ren untuk mengemasi barang-barang yang ada pada rumah lama kekasihnya. Beberapa kali dia menemukan Ren dalam keadaan melamun. Mungkin saja, teringat kenangan lampau yang ada pada rumah itu.
Setelah semua barang masuk ke dalam bagasi, Leo menghampiri Ren yang masih memandangi pekarangan rumah itu.
Dirangkulnya pundak Ren, olehnya. Mempertemukan kepala mereka serta mencium rambutnya untuk menikmati wangi kesukaannya itu.
"Sekarang?" Leo bertanya.
Ren mengangguk, mereka masuk ke dalam mobil dan melakukan perjalanan.
Sudah menjadi rencana jauh hari, tentang Ren yang akan membereskan barang-barang di rumah lamanya dan berencana menetap secara penuh bersama Leo.
Berbeda dengan rumah kecil milik Ren yang jauh dari pusat kota. Apartemen milik Leo justru berada di tengah pusat kota, yang berdekatan dengan lokasi tempat kerjanya.
Walaupun ia tahu, Ren memiliki satu apartemen dekat dengan miliknya, dia tetap ingin sang kekasih tinggal bersamanya.
"Bisakah kita mampir ke toko?"
Setelah Ren menempuh pendidikan strata dua, Leo kadang bingung dengan rencana yang dibuat oleh kekasihnya. Satu tahun terakhir, Ren sibuk dengan toko bunga yang dirintisnya sendiri.
"Ada masalah?" Tanya Leo, sambil menengok ke samping. Lihatlah, dia sangat jago mengemudi sambil menggenggam tangan kekasihnya.
"Ya, mereka membuat masalah lagi. Beginilah kalau terlalu lama aku tinggal-tinggal,"
Dengan latar belakang pendidikan yang sangat bagus, Leo sangat bangga dengan kekasihnya. Ia selalu bersemangat saat menceritakan tentang Ren kepada orangtuanya. Apalagi, ketika keluarganya menyambut dengan baik dan selalu menerima keputusannya.
"Baiklah, kita akan mengantar kekasih tercintaku!"
Ia suka, ketika sang kekasih sedang memarahi pegawai tokonya. Kadar kegemasan pada Ren bertambah semakin banyak. Ingin sekali menggigit dan membawanya masuk ke dalam saku bajunya saja.
"Lihat, muka merah mu— jangan banyak marah." Ucap Leo saat melihat sosok itu mendekatinya. Sedangkan, dia duduk di bangku yang memang disediakan disana.
"Mereka membuatku pusing! Aku ingin pulang dan istirahat." Duduklah Ren pada salah satu kursi yang masih satu meja dengan Leo.
"Ini, minumlah... Aku membelinya saat kau mulai mengomel," ucapnya memberikan satu cup minuman.
"Seperti biasa?" Tanya Ren sebelum meminumnya. Leo mengangguk sambil menyesap minumannya sendiri.
"Aku mau itu!" Ucap Ren menunjuk minuman milik Leo.
"Kau yakin?" Tidak seperti biasanya, Ren meminta minumannya. Dia selalu menolaknya ketika ditawari.
"Aku ingin minum air racun," selalu, dia menyebut minuman favorit Leo dengan sebutan air mematikan. Padahal ini hanya kopi dengan ekstrak khusus yang berlebihan.
"Bagaimana?" Tanya Ren yang duduk bersama Leo di ruang makan. Mereka sudah ada di apartemen Leo, sekarang.
"Seperti biasa, sangat lezat!" Jawab Leo sambil mengunyah makanannya.
"Benarkah? Aku sengaja tidak menaruh garam, entahlah aku tidak ingin menyentuhnya." Ucap Ren yang masih mengamati Leo yang sedang makan.
Ketahuan, dia memang merasa ada yang aneh sedari tadi.
"Tapi ini masih enak loh, bisa dimakan nih..." Dengan senyum di wajahnya.
"Kalau begitu habiskan, aku takut kau kelaparan saat shift malam mu,"
Memang menjadi konsekuensinya bekerja di bidang ini, bidang kesehatan. Harus siap kapan dibutuhkan dan hati-hati dalam setiap keputusan. Sering, dia menyaksikan secara langsung perjuangan seseorang. Baik dalam mempertahankan nyawanya sendiri ataupun nyawa lain yang ingin melihat dunia.
"Tentu! Tidak ada yang bisa membuat perut ku kenyang, selain masakan darimu," terlihat Leo bertambah lahap dalam menghabiskan makanannya.
Setelah makanannya tandas, Leo bangkit dari duduknya. Ren membantunya membenahi sedikit tampilan Leo.
"Hati-hati, jangan ngebut! Masih ada yang menunggumu," Ren menepuk bahu lelaki di depannya, saling meyakinkan.
"Tentu saja," Ucapnya pamit dan mengecup kening Ren.
Hari ini, shift malam miliknya punya kegiatan khusus— yaitu operasi. Tepatnya operasi Caesar.
Karena dia, seorang dokter kandungan.
- ✿ -
KAMU SEDANG MEMBACA
Denting ✓
Fiksi Penggemar[GS Story] Lokal Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini, kita mencari dalam rindu yang indah. © 2022 KAME, Camellia Caramel