12

650 79 8
                                    

  Tubuh Manjirou terlihat mulai tenang, lelaki omega itu terjatuh pingsan beberapa menit yang lalu. Dan dengan sedikit usaha Rin mengangkat tubuh kurusnya ke atas kasur. Dengan telaten ia usap pelan tubuh Manjirou dengan kain beserta air hangat.

Mengusap luka bagai habis dicambuk disana sini. Sedikit meringis membayangkan betapa sakitnya itu. Rindou beralih melihat ke arah tanda dileher Manjirou yang kemerahan bahkan kehitaman, apakah itu darah yang membeku?.

Rindou pelan menyentuh tanda itu, dan tubuh Manjirou tersentak kecil akibatnya. Rin hanya bisa kembali cepat menarik tangannya dan mendesah lelah.

Tidakkah ini terlalu berlebihan. Melihat tanda di leher Manjirou, Rin justru teringat akan tengkuknya. Tengkuknya kemarin masih bebas menghirup udara segar, namun sekarang Rindou harus dengan terpaksa mengaitkan kalung logam khusus omega dilehernya. Ini semua Sanzu punya sebab.

Rindou ingin pergi keluar dari kamar, tapi ia urungkan niat setelah menyadari tubuh Manjirou mengigil. Tubuh kurus dibawa selimut itu bergetar, bahkan keringat terlihat mengalir dari sudut keningnya.

"Ya Tuhan apa ini masih belum berakhir?"

Rindou yang kelimpungan, mencari telphonenya. Karena mungkin ini bukan serangan panas lagi, karena suhu tubuh Manjirou tampak dingin. Dan Satu-satunya yang dapat Rin pikirkan hanyalah memanggil dokter.

"Dia hamil, sekitar 2 minggu.."

Reaksi Rindou yang pertama saat mendengar kalimat itu, ia tercengang dengan mulut ternganga dan sesaat kemudian ia cengkram kerah jas wanita Beta itu dengan kuat. "kau jangan membuat candaan yang tak lucu ya!!"

"Aku tak bercanda, meski harus menjalani beberapa tes lagi tapi aku bisa memastikan bahwa ia hamil, lagi pula ia punya mate benar?"

Wanita dokter itu tak terlihat takut atau gentar, bahkan ia tahu ia tengah berada di markas siapa tapi ia tak merasa perlu takut.

"Tapi itu tidak mungkin, setelah serangan panas semalam tak mungkin dia hamil.." Rindou masih tak percaya, ia tatap Manjirou yang tertidur dengan wajah damainya.

"sesungguhnya serangan panas atau apapun itu sangatlah disayangkan dan bisa menganggu kesehatan sang janin, tapi aku rasa janin kecilnya cukup kuat.."

"Apa bisa digugurkan?"

Dokter itu melepas tangan Rindou dari kerahnya, dan cukup peka atas beberapa hal yang terjadi. "ya aku bisa resepkan obat untuk menggugurkannya, tapi saranku kau harus tanyakan langsung pada sang ibu.."

Seperginya dokter wanita berambut ikal coklat itu, Rindou memilih keluar dari kamar Manjirou dan membiarkan lelaki itu beristirahat. Ketika langkahnya ia bawa ke lantai dasar, ia melihat Koko yang baru saja sampai.

"Ohh hai Rin, aku bawakan kau makanan.." ujarnya, sepertinya mood lelaki itu cukup baik. Terbukti bahkan ia masih tersenyum-senyum kala meletakan beberapa kotak pizza di meja. Seperti bukan dirinya saja.

Rindou diam saja sembari mendudukkan dirinya di salah satu sofa. Air mukanya tampak kesal dan tak enak dipandang, itu cukup mengundang tanya sang pria kaya.

Koko mengambil duduk dihadapan Rindou, menyalakan ipadnya dan meletakan benda canggih itu di meja. "kau mau menyampaikan hal apa?" tanyanya.

Ditanya begitu Rindou mendesah pelan, ia sedikit melonggarkan kalungnya sebelum berujar "Manjirou hamil.."

Singkat, padat, dan tidak jelas. Jika Koko bukan anak bangsawan nan elegan dia pasti akan menyemburkan segigit pizza di mulutnya. Ia tak pernah membayangkan hal ini akan datang, apalagi ini Manjirou.

Koko akhirnya berdehem, berdiri menuju mini bar diujung ruangan, meraih sebotol soda dan mulai menegguknya dari botol. "Hal ini tak bisa kita bicarakan berdua saja, Aakashi-san dan yang lainnha harus tau tentang ini.."

Rindou mengangguk, berujar ia. Mengambil telphonenya dan mulai mengetik sesuatu disana.

Tak memperdulikan Rindou, Koko naik ke lantai atas menuju kamar Manjirou. Dan ia telah menduga, Manjirou pasti sudah bangun kala ia membuka pintu. Lelaki berambut silver itu, termenung diam di kasurnya. Menatap ke arah jendela, melihat jejeran Pohon-pohon pinus tinggi.

"Kau mau makan?" Koko dudukan dirinya di satu kursi, yang baru saja ia tarik mendekati tempat tidur manjirou.

Yang ditanya diam pasif, kemudian akhirnya mengangguk. Lalu Koko berinisiatif berdiri untuk keluar mengambil makanan, tapi tiba-tiba tangan Manjirou menahannya.

"Iya?"

"Aku mau mangga mentah..."

Koko terdiam, terkesiap, terkaget. Apa ini? Ngidam pertama kah? Kenapa cepat sekali!??.
.
.
.
.
.

  Ketika Ryuguji bangun, badannya terasa tak enak. Perasaanya juga memburuk, padahal cuaca di luar bagus sekali. Senju sudah tak ada di sisinya, dan Ryuguji yakin bahwa ini adalah kala terakhir ia akan melakukannya. Untuk ini, ia bahkan harus memikirkannya selama lebih 2 minggu, dan akhirnya ia dapat membuat keputusan melepas Senju.

Jam menunjukkan pukul 11 ketika Ryuguji melihat jam dindingnya. Sayup-sayup ia mendengar suara Inui yang tengah melayani pelanggan di luar. Alpha pirang itu, bermaksud bangung, untuk membersihkan diri jika saja pening tidak tiba-tiba saja menghampirinya.

"Uhg! Sial!.." Ryuguji menggelengkan kepalanya kasar, pusing yang menderainya tak main-main. Apa mungkin ia kurang darah ya?. "Uhgg!"

Tapi mungkin itu hanya pikirannya saja, karena sekarang ia justru ingin memuntahkan segala isi perutnya. Dan benar saja, sampai di toilet alpha itu memuntahkan segala isi perutnya di kloset. Bahkan sampai terbatuk-batuk tapi cairan yang keluar dari mulutnya tak berhenti juga.

Keringat dingin merembas di punggungnya, badanya jadi lebih lemas dari biasanya. Uh rasaya benar-benar tak enak. Serangan batuk menyusul kemudian, dan tak hanya satu dua kali, Ryuguji terbatuk beberapa kali dan harus merelakan makan malamnya terbuang lagi dari belah bibirnya.

"Ryuguji kau baik-baik saja.. " Satu suara terdengar dari balik pintu kamar mandi. Ryuguji menoleh sebentar sebelum temuntah lagi, yang dapat alpha itu lakukan hanya mengankat jempolnya bertanda oke. Dan Mitsuya yang tadi bertanya hanya dapat memutar bola matanya malas, Ryuguji selalh begitu tak ingin memeperlihatkan sakit miliknya.

Tubuh alpha itu tampak melemas kala Mitsuya tidurkan di atas kasur kembali. Lelaki berambut ungu muda itu mengerutkan alisnya, melihat keadaan Ryuguji. Jarang sekali ia melihat seorang alpha sakit, ditambah lagi Ryuguji adalah alpha dominant pasti lelaki itu hampir tak pernah sakit.

"Kau habis melakukan apa kemarin? Habis main hujan?" Mitsuya bertanya pelan, ia yang tadi datang hanya untuk berkunjung sekarang justru berubah pekerjaan menjadi tukang suap bubur untuk Ryuguji.

"Tidak ada, aku tidak keluar bengkel sejak siang.." alpha itu menjawab pelan.

Sang beta mengangguk ngangguk, mengerti. Ia letakan mangkuk ditangannya di nakas, kemudian memeberikan sebuah obat pereda nyeri yang selalu ia bawa dalam tasnya. "Kau sudah melewati Ruthmu?"

Biasanya para alpha yang mendekati ruth akan jatuh sakit, karena itu Mitsuya bertanya seperti itu. Tapi ternyata Ryuguji mengagguk, dan berujar bahwa ia baru saja ruth sekitar 2 minggu yang lalu.

"Kau tak kasihan pada Senju, ia yang menemani Ruthmu kan?" Tany Mitsuya sembari, memeberikan air putih untuk Ryuguji minum.

"Tidak.." Ryuguji diam sebentar untuk menelan obatnya sebelum melanjutkan "Aku tak tidur denganya.."

"Lalu dengan siapa?"

"Manjirou, kau ingat bukan?"

Dan bagai mendapat durian dan dijatuhi tangga, Mitsuya terdiam membisu tak merespon. Tunggu, jika begitu berarti..

"Jadi kau ingat bahwa kau telah menandainya?"

"Hah! Apa!"
.
.
.

Tbc..

Ya ampun kangen banget, lama banget nggk up author tuh TT

Oia sorry betul ya, soalnya author lagi persiapan ptn, trus dikejar kejar tugas juga 🤧🤧

Oia btw ini author besok ultah loh, 😁

Jumpa dihari-hari berikutnya.

Happy Ending ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang