χ » Chi (44)

3.8K 358 9
                                    

Enam orang terikat pada tiang-tiang besi. Keenamnya menunjukkan wajah lelah dan frustrasi. Mereka telah berteriak selama berjam-jam untuk meminta tolong. Meski mereka tahu itu hanyalah sia-sia belaka. Mereka berada di lantai 21. Saking jauhnya lokasi itu dari pemukiman penduduk mengakibatkan terasa bagai gedung mati. Bahkan tak terlihat seekor burungpun di sana. Avel berdiri dalam diam di depan mereka. Menanti.

Pria super ceking yang berada di ujung sebelah kiri, bernama Urbann, meludah padanya. Avel tak bergeming. Jarak mereka terlalu jauh. Zola yang berada di ujung satunya mendengus. Nafasnya terdengar tidak wajar akibat asthma-nya. Dua wanita yang diikat di tengah, Vischa yang berwajah cekung, dan Wellea yang berleher jenjang, saling lirik dengan tajam. Keduanya berusaha memutar otak. Sisanya adalah Yarin, laki-laki yang memiliki tampang mengantuk, serta Xavier yang memakai baju serba hitam, jelas telah kehilangan harapan sama sekali.

Xavier : “Orang ini pembunuh baru itu kan? Yang muncul di tivi beberapa hari ini?”

Zola : “Tidak perlu berbisik. Dia seperti mayat hidup begitu. Aku bahkan tidak yakin dia peduli apa yang kita katakan. Nah, para gadis, kalian sudah dapat ide untuk melepaskan kita dari sini?”

Vischa : “Meskipun kami dapat, apa urusannya denganmu? Dan jangan menyebutku ‘gadis’! Itu terdengar seperti penghinaan.”

Zola : “Oh, ayolah. Jelas kalian berdualah yang terlihat memiliki otak di sini.”

Wellea : “Kita sama-sama terikat, kau malah berharap pada kami. Kau kan laki-laki!?”

Zola : “Haruskah kita memperdebatkan gender sekarang!?”

Urbann : “Perempuan-perempuan jaman sekarang sungguh tidak memiliki tata krama.”

Vischa : “Yeah, kata seseorang yang bisanya cuma meludah berkali-kali.”

Yarin : “Hhhsssss… Kalian membuang waktu. Masalah utama kita ada di sana. Berdiri di depan kita. Bukan tentang ‘ide’ yang tidak kunjung datang.”

Xavier : “Sebenarnya apa yang dia tunggu? Si pembunuh ini maksudku.”

Wellea : “Seseorang, perempuan, otak dari semua pembantaian selama ini.”

Xavier : “Kau… tahu?”

Renee : “Tentu saja dia tahu. Bukan begitu, Wellea?”

Wellea : “!”

Renee : “Lama tak bertemu, Wellea. Kau terlihat… tua… dan menyedihkan.”

Wellea : “Halo juga, Renee. Muncul juga kau akhirnya. Mana Philipa? Bukankah kau seharusnya membawa adikmu? Bukankah ini upaya balas dendam kalian?”

Renee : “Dia, berhenti terlibat di tengah jalan. Apa aku tidak cukup?”

Urbann : “Kau! Kau mengenalnya! Kalian ada hubungan apa?!”

Wellea : “Bisa dibilang aku, tidak, kami menjadi penyebab keluarga gadis di depan kalian ini jatuh dalam keterpurukan.”

Urbann : “Maksudnya?”

Renee : “Maksudnya adalah Mr. U yang terhormat, Wellea kita ini beserta Chandra, Glen, Hana, dan Tibal menguras semua harta keluarga kami saat aku masih kecil. Membuat ayahku mendekam seumur hidup di penjara, dan memaksa ibuku bunuh diri karenanya. Mereka berlima lalu hidup bergelimang harta, sementara dua anak kecil yang malang harus berjuang untuk tetap hidup dalam kerasnya dunia.”

Wellea : “Berarti sisa aku ya? Luar biasa, Renee. Aku sama sekali tak menyangka gadis yang dulunya kurus kering dan memiliki tampang seperti selalu hendak menangis mampu merencanakan semua ini.”

Renee : “Pujianmu tak ada gunanya. Kau tetap akan tewas di sini.”

Wellea : “Kau tak akan mampu…”

Renee : “Khas dirimu, Wellea. Kau pikir aku seperti ibuku? Menjadi kalap karena terindimidasi olehmu. Tidak. Kali ini akulah yang berkuasa. Avel bahkan menceritakan padaku bagaimana kau memohon-mohon untuk dilepaskan.”

Vischa : “Terus apa hubungannya dengan kami!? Aku tak mengenal keluargamu! Kenapa jadi target juga!?”

Wellea : “Paling gadis bodoh ini cuma ingin melengkapi abjad pembunuhan A sampai Z –nya.”

Renee tertawa, nyaring dan lantang. Dhani yang berdiri di sebelahnya sampai terkejut karenanya. Tak pernah sebelumnya dia melihat Renee tertawa dengan kepuasan seperti itu.

Renee : “Kalian pikir, aku memilih tanpa tujuan? Kalian, dengan otak kecil kalian, berpikir kalian tak punya kesalahan? Coba pikir lagi! Kau, X, kau ingat Maggie?”

Xavier : “!”

Renee : “Jelas kau ingat, kau memperkosanya sampai dia masuk rumah sakit jiwa yang sama denganku. Kemudian, V, kebijakan rumah susunmu membuat ratusan keluarga tak lagi memiliki tempat tinggal.”

Vischa : “Ba-bagaimana kau bisa tahu!? Hal itu merupakan informasi rahasia!”

Renee : “Semuanya. Setiap orang selain Wellea dan komplotannya memiliki dosa masing-masing. Aku mengumpulkan orang-orang dengan dosa besar tersebut, dan memasukkannya ke daftar target pembunuhan Luv, yang kini dilanjutkan oleh Avel.”

Zola : “Kau gila. Kau bukan Tuhan!”

Renee : “Memang bukan, tapi kalian semua jelas jelmaan iblis. Avel, kau bisa memulainya!”

Avel mengangkat kepalanya. Ekspresi keenam orang yang terikat memucat. Wellea menggeram marah.

Avel : “Pilihlah antara ‘ya’ dan ‘tidak’. Jika anda tidak menjawab maka otomatis jawab—“

Wellea : “MATI SAJA KAU DI NERAKA SANA!”
Avel : “Jawaban anda keliru.”

Dia menekan tombol di tiang besar di dekatnya yang membuat ikatan di tubuh keenam orang tadi terlepas. Bukan membebaskan mereka namun menceburkan keenamnya ke wadah adonan beton besar. Tubuh keenam orang itu tenggelam perlahan di adonan yang serupa bubur. Mereka meronta dan berusaha naik dengan panik. Tak ada yang berhasil. Dinding wadah terlalu curam dan licin. Sebuah lempengan dari baja menutupi wadah tersebut dan mulai turun sampai ke batas permukaan adonan beton. Keenamnya terkubur hidup-hidup di wadah tersebut.

Terdengar empat langkah kaki bergegas menaiki tangga menuju lantai tempat mereka berada. Philipa muncul bersama Bratha, Queen, dan Lionel.

Renee : “Ck ck ck… kau terlambat adikku sayang.”

Kir's AnswersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang