4 - Keinginan Argio

794 84 4
                                    








Mentari pagi menyeruak melalui celah-celah tirai yang tak tertutup dengan rapat sejak semalam, membuat penghuni kamar terganggu akan sinar terangnya.

Argio seorang remaja 18 tahun kini memaksakan matanya untuk terbuka merasanya sinar mentari yang menembus melalui celah-celah tirai. Waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi Gio enggan untuk bangun, Gio masih tertahan pada posisinya, ia menatap langit-langit kamarnya mulai berpikir apa yang akan dia lakukan setelah ini jika menjadi anggota TNI tak mendapatkan restu dari ayahnya. Jika harus masuk perguruan tinggi maka jurusan apa yang ia pilih, jujur saja perguruan tinggi sama sekali tidak masuk dalam planning Gio setelah menyelesaikan tugasnya sebagai siswa berseragam putih abu-abu.

Dengan melawan rasa malasnya Gio memaksa tubuhnya untuk bangun, lalu berjalan menuju tirai dan membukanya. Menatap lanhi pagi nan cerah dengan burung-burung yang berterbangan, sudah dipastikan luar sana pasti burung-burung itu sedang berkicau saling bersahutan menandakan rasa syukur atas karuniaNya yang telah memberi kesempatan bisa terbang mengelilingi dunia ini.

Berada di depan jendela kamarnya ,Gio masih terus berfikir bagaimana caranya untuk meluluhkan hati Papanya.
Tanpa Orangtuanya ketahui, Gio menyewa pelatih fisik untuk melatihnya semasa ia masih berstatus pelajar SMA. Namun sepertinya pelatihannya kini akan sangat sia-sia.

Tok tok tookk

Suara ketukan pintu membuat Gio sadar dari lamunannya.

"Mas. Mas Gio udah bangun?." Tanya Bi Yun seorang ART rumah Gio.

"Udah Bi" teriak Gio tanpa membuka pintunya.

"Mas, udah ditunggu sarapan Mama Papa sama Mas Reyhan"

"Iya sebentar lagi, Gio mandi dulu". Teriaknya lagi.

"Baik Mas" jawab Bi Yun segera meninggalkan kamar Gio.

Gio segera meluncur ke kamar mandi untuk melakukan ritual mandi paginya. Sementara itu di meja makan ada Mama Papa dan juga Reyhan yang sudah mulai makan untuk sarapan pagi.

Tak ada suara saat makan hanya terdengar dentingan alat makan saling beradu. Tak seperti biasanya mereka tak bersuara seperti ini, biasa selalu ada bahan obrolan ringan agar suasana sarapan ataupun makan malam tidak terlalu tegang.

Tiba-tiba saja Jean -Kepala Keluarga- membuka obrolan dengan anaknya yang duduk berada di samping kirinya.

"Rey, bagaimana persiapan kamu untuk masuk kedokteran?."

"100% ,Pa. Siap eksekusi". Jawab Reyhan mantap.

"Ada buku yang mau dibeli lagi?". Tanya Jean lagi.

"Egak, Pa. Sudah cukup. Udah aku pelajari semua juga."

"Rey, yang giat ya. Tidak mudah masuk kedokteran". Ucap Fani -Mama-

"Iya, Ma. Minta doanya ya Ma, semoga kelak Reyhan bisa jadi dokter". Pinta Reyhan dan mendapat pasti dari Mamanya.

Tanpa mereka ketahui, ada seorang anak yang berdiri di tangga sedang mendengarkan kata-kata penyemangat dari orang tuanya untuk saudara kembarnya. Ya, itu Argio. Seorang anak yang mempunyai cita-cita menjadi Punggawa Negara namun di tolak oleh orang tuanya sendiri, seorang anak yang mencoba memberikan sebuah kebanggaan untuk kedua orangnya karena bisa membawa nama Negara di pundak dia ,seorang anak yang merelakan nyawanya demi Negara ,seorang anak yang rela berpisah dengan keluarga demi menggapai cita-cita, namun semua musnah hanya dengan satu kata TIDAK dari Ayahnya.

Pedih ,sakit, itu yang dirasakan Gio saat ini, kenapa dia tidak bisa mendapatkan kata penyemangat itu untuk cita-citanya, kenapa ia tidak mendapatkan dukungan dari orangtuanya. Buliran-buliran bening itu sudah bersatu dalam manik indahnya, jika Gio mau, Gio hanya cukup berkedip satu kali kemudian cairan itu akan lolos dan mengalir melewati pipinya. Namun, Gio benar-benar menahan sekuat tenaga agar cairan bening itu tak tumpah, ia hapus dengan kasar cairan itu sebelum mengalir.

(1) EMBUN SENJA - (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang