36. First Candle Without You...

462 39 0
                                    




"Usia memang hanya angka yang tak terlihat. Usia tidak menjadi patokan manusia akan tumbuh menjadi dewasa sesuai angka yang ia pijak di setiap tahunnya. Usia juga tidak bisa menjadi jaminan manusia akan hidup lebih lama di masa depan. Usia bisa lebih berharga, ketika kamu selalu bersyukur atas kehidupan yang kamu miliki saat ini. Bukankah bisa melihat matahari terbit dari ufuk timur setiap pagi, hingga matahari terbenam di ufuk barat adalah satu hal yang patut di syukuri? Sekalipun kamu melewati hari dengan sangat melelahkan"












🕯🕯🕯






00.05am

Dua bulan berlalu sejak kepergian Reyhan. Seorang laki-laki berdiri di depan sebuah kamar dengan senyum tipis ia tampilkan di wajah tampannya. Satu tangannya memegang dua buah lilin berbentuk angka dua dan nol, jika disatukan maka menjadi angka dua puluh.

Hari sudah berganti, usia pun ikut bertambah. Dan... Jatah hidup di dunia semakin berkurang.

Argio, memandang lekat daun pintu warna coklat tua itu. Angka Dua puluh, menurut Argio adalah angka yang buruk. Bagaimana mana tidak, ia harus merayakan hari lahirnya seorang diri. Ya, seorang diri tanpa saudara kembarnya yang telah pergi dua bulan yang lalu. Dan juga orang tuanya, Jean serta Fani harus terbang ke luar kota untuk pekerjaan yang tidak bisa di tunda.

CKLEK

Argio memasuki kamar itu, kamar milik Reyhan Embun Arundaya. Kamar yang bernuansa putih dengan beberapa lukisan hasil dari tangan Reyhan sendiri. Setelah menutup pintu kembali, Argio menyalakan lampu tidur dan mematikan lampu utama  kamar.

Berjalan menuju meja belajar milik Reyhan, tersenyum kecil saat ia melihat kue tart berukuran tak terlalu kecil yang ia letakkan di meja sejak tadi sore. Mengambilnya lalu meletakkan kue itu di atas ranjang milik Reyhan, dan Argio duduk di lantai menatap kue itu.

Pelan-pelan Argio menancap dua lilin itu menjadi angka dua puluh. Ya, kini usia Argio Langit Senja dan Reyhan Embun Arundaya sudah menginjak angka dua puluh tahun. Tapi, Reyhan memilih menyerah di usia sembilan belas tahun, dua bulan yang lalu.

Menyalakan lilin itu dengan api, membuat ruangan ini begitu terasa menyakitkan.

Duduk bersila memandang lekat kue itu, kue dengan angka dua puluh bersama api yang semakin membuat lilin itu akan meleleh secara perlahan. Argio tersenyum namun matanya menahan air yang mungkin saja bisa turun dengan deras.

"Selamat ulang tahun Reyhan" ucap lirih Argio dengan senyum yang terpatri di bibirnya.

Hatinya begitu perih, mengingat hari ini juga hari lahirnya, dan hari dimana Reyhan di jadikan saudara kembarnya oleh Jean Samudra. Tak ada yang tau kapan hari lahir Reyhan yang sesungguhnya. Tia dan Tendriano tak memberi tahu kapan putra mereka lahir ke dunia. Tak jadi masalah bagi Argio dan Jean, yang jelas sampai kapanpun bahkan maut telah memisahkan mereka, Reyhan tetaplah saudara kembar Argio tak peduli dengan kenyataan yang memberi pernyataan bahwa mereka tidak sedarah.

Argio menunduk dan menggenggam kedua tangannya ,lalu memejamkan mata memanjatkan doa-doa untuk dirinya dan Reyhan yang telah dahulu meninggalkannya. Airmata menetes saat ia memejamkan mata dan berdoa, sungguh Argio tak mampu menahan air matanya untuk tidak mengalir.

Tahun pertama dan untuk selamanya, Argio akan meniup lilin itu seorang diri. Sembilan belas tahun adalah angka terakhir ia meniup lilin bersama Reyhan, satu tahun lalu. Berdoa bersama Reyhan dan kedua orang tuanya. Namun kini, dua puluh tahun benar-benar tahun kesendirian Argio, angka yang buruk.

(1) EMBUN SENJA - (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang