(BC) - One Year Passed (10 Maret 2022)

256 16 0
                                    

10 Maret, satu tahun telah berlalu.

Pada luasnya daratan pasir, Senja duduk seorang diri. Menikmati deburan suara ombak yang terus berusaha untuk menggapai kakinya tanpa henti. Angin laut terus menerus menabrakkan diri pada kulit Senja yang tak terlapisi oleh kain yang lebih tebal. Dingin di rasa tak menyurutkan keinginannya menyapa sang surya pagi ini.

Pada laut, Senja tersenyum sumir menatap sisi timur Samudra. Sinar mentari itu perlahan mulai menampakkan sinarnya. Arundaya itu bersinar di ufuk timur samudra, perlahan semakin meninggi membuat udara samakin hangat.

Pada daun, setetes Embun telah menghilang, menguap, bahkan jatuh meresap dalam tanah dan mati.

Senja kembali diselimuti duka serta kerinduan pada Embun yang kedatangannya begitu singkat dirasa. Belum sempat merasakan waktu kehadirannya yang lebih lama, namun Tuhan memaksanya untuk jatuh dan menghilang bersamaan dengan lebih hangatnya sinar mentari.

Sebelum mentari semakin meninggi, Senja menatapnya dalam diam. Layaknya seorang yang telah bertemu pada sosok lain yang telah lama berpisah. Menghirup dalam udara pagi yang diciptakan oleh angin laut, Senja seolah merasakan dekapan hangat seseorang yang selalu ingin ia temui setiap hari.

Mungkinkah waktu bisa terulang kembali? Senja ingin lebih banyak mengukir kisah kehidupan bersama Embun, sosok saudara kembar yang semesta berikan untuknya. Senja tak pernah peduli dari mana datangnya Embun. Yang Senja tahu, Embun adalah satu tetes air dari banyaknya air yang menempel pada dedaunan memberikan awal kehidupan manusia. Ia selalu berusaha untuk tetap bertahan bersamaan dengan meningginya sang surya, namun pada akhirnya ia menyerah juga.

Layaknya mentari pagi, Embun adalah awal di mulainya kehidupan, dan Senja adalah akhir dari serangkaian perjalanan kisah pada terangnya semesta.

Deburan suara ombak itu membuat Argio tersenyum sumir dan menunduk, lantas ia kembali menegakkan kepalanya memandang luasnya samudra.

"I'm back to France. One more time, without you" ujarnya.

Ia ingin tertawa, mengejek seseorang yang sekali lagi ingin mengunjungi Paris namun Tuhan tidak pernah mengijinkannya mendatangi Paris. Tetapi tiba-tiba saja nyalinya menciut. Suara tawa itu menghilang, bahkan tak bisa keluar dari kerongkongannya .Sinar matahari itu semakin terasa hangat layaknya sepasang mata yang menatap tajam dan membuatnya merasa takut untuk tertawa. Yang bisa ia lakukan hanya tersenyum singkat lalu secepat kilat ia merubah mimik wajahnya kembali sendu dan menarik napas panjang lalu membuangnya kasar.

Kali ini bukan hanya dengan Papa, tidak hanya berdua, tapi ada orang lain yang ia ajak untuk terbang ke Paris. Selain Mama dan Papa, tentunya Argio mengajak Sandika. Dan pada akhirnya ingatan itu kembali terlintas di benak Argio.

Argio selalu sakit jika Ibukota Negara Prancis disebut, sebab ada satu keinginan yang belum sempat terwujud karena keterbatasan waktu. Setelah waktu panjang telah didapat, justru dia pergi sebelum kembali berpijak di Negara Menara Eiffel itu.

"Selalu menjadi Negara favorite. Gue selalu berkeinginan mengunjungi Negara lain, tapi pada akhirnya pilihan itu berakhir di Paris" ucap Argio setelah menghelas napas.

"Bahkan gue nggak tahu, Paris itu punya magnet apa sampai-sampai gue sering kesini" Argio mulai bermain dengan pasir dibawahnya. "Gue bosen, Rey" Argio terkekeh, namun nadanya terasa menyakitkan. "Gue selalu inget lo kalau gue kesini. Awalnya Papa pilih Macau, tapi lagi-lagi gue pilih Paris dan hari ini bertepatan dengan hari lo"

"One year ago..."

"Haaahhhhh...." suara helaan napasnya terdengar, ia lelah semua ingatan itu. Dengan memandang jauh luas samudra, Argio kembali berkata; "Susah emang ya lupain orang yang udah bener-bener terbang ke langit. Lo ngeliat gue 'kan, Rey dari atas sana? Tapi gue nggak lagi bisa liat lo"

(1) EMBUN SENJA - (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang