24. Ending of story

678 69 2
                                    





"Biarkan maut yang bekerja untuk memisahkan kita"

-Reyhan Embun Arundaya-
#for today, thank you



🐶🐻🐶🐻

Menurut sebagian orang, meminta seseorang untuk bertahan dalam sebuah rasa yang sangat menyakitkan adalah satu bentuk keegoisan diri, tapi bagi Argio meminta Reyhan untuk bertahan dalam kondisi sakit adalah sebuah keharusan. Argio tau dirinya egois, dirinya paham. Rasa sayang yang sangat besar terhadap Reyhan membuat Argio melupakan bahwa Reyhan sedang berpacu dengan waktu, Reyhan sedang melawan rasa sakitnya, Reyhan sedang mencoba bertahan sekuat yang dia mampu, bahkan Reyhan sedang melawan maut yang bisa saja detik ini datang menjemputnya.

Mentari pagi menyusup melalui celah-celah tirai ruangan ini yang tak tertutup rapat sejak semalam. Argio menggeliat terbangun dari tidurnya dengan posisi duduk di samping ranjang tempat Reyhan terbaring koma. Ia merasakan seluruh tubuhnya terasa sangat sakit karena posisi tidurnya yang salah. Telinganya masih  mendengar bunyi monitor yang masih berjalan normal, rasa syukur itu terus saja Argio ucapkan setidaknya Reyhan masih berada di alam yang sama dengan dirinya.

Menengok ke arah sofa tunggu, Argio melihat Sandi yang masih tertidur. Ya, Sandika Putra seorang diri yang menemani dirinya hingga pagi ini, Galih serta Aneisha pamit pulang sejak semalam, dan lagi-lagi Argio meminta tolong pada Galih untuk mengantarkan Aneisha hingga sampai tempat kost nya.

Lagi-lagi Argio merasakan sesak dalam dadanya, pagi ini yang dia lihat masih Reyhan dengan keadaan memejamkan mata. Ia genggam tangga itu lalu mengucap segala doa untuk Reyhan. Jika di tanya apakah Argio ikhlas ataupun siap dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi? Jawabannya tentu saja Tidak. Sekalipun pada kenyataannya Reyhan bukanlah saudara kandungnya tapi bagi Argio, Reyhan adalah segalanya dalam hidupnya. Reyhan adalah sosok kakak yang selalu menjadi penegak dirinya dikala rapuh menyapa.

"Gio..." Panggil Sandi.

Argio mendongak ke arah Sandi yang ternyata sudah bangun.

"Kita lanjut hari ini?"

Argio mengangguk.
"Tapi kita berdua aja, jangan ajak Galih. Gue gak enak minta tolong Galih tanpa dia tau alasannya"

Sandi paham.
"Semalam Marchel chat gue tanya keadaan Reyhan, dia mau kesini tapi...

"Jangan" potong Argio cepat.

"Gue ngerti, Gio. Gue bilang jangan sekarang, gue bilang tunggu sampe Reyhan sadar dari komanya" lanjut Sandi.

"Thanks, Sandika. Lo udah bantuin gue sampai harus bolos kuliah. Maaf, gue udah repotin elo"

Sandi menepuk bahu itu, bahu yang sedang rapuh.

"Santai aja, Argio. Kita udah bersama sejak kecil, dan Ayah gue sekarang yang ngawasin Reyhan. Udah sepatutnya gue juga harus bantuin lo, juga Reyhan. Sampai Reyhan sembuh"

"Gue tau rasa trauma akan Bunda lo belum sepenuhnya menghilang, sekalipun itu sudah sangat lama dan sekarang lo harus menghadapinya lagi dengan kasus yang sama dengan orang yang sama-sama berada di kehidupan lo. Sekali lagi, gue minta maaf" Argio menunduk. Ia merasa bersalah pada Sandi karena menyeret Sandi dan juga Ayahnya dalam merawat dan menjaga Reyhan padahal Argio tau, trauma itu masih ada.

"Stop bahas itu. Gue gak merasa ini adalah sebuah kesalahan, berhenti minta maaf... semua ini udah jalan kehidupan, Gi. Sekalipun gue belum berdamai dengan rasa trauma gue, itu gak akan mengembalikan keadaan menjadi lebih baik. Bunda gue gak akan pernah bisa kembali ke dunia ini."

(1) EMBUN SENJA - (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang