[ 0 4 ] • PIANIS YANG MENGHILANG?

1.4K 89 0
                                    

"𝑲𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒓𝒊𝒏𝒅𝒖𝒌𝒖 𝒑𝒂𝒅𝒂𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒌𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒓𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒍𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒑 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒌𝒖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"𝑲𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒓𝒊𝒏𝒅𝒖𝒌𝒖 𝒑𝒂𝒅𝒂𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒌𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒓𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒍𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒑 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒌𝒖."


[ 04. PIANIS YANG MENGHILANG? ]

Althair berjalan keluar dari toko buku dengan tangan memegang sebuah paperbag. Di dalamnya terdapat tiga buah buku terjemahan favoritnya edisi terbaru yang sudah keluar.

Sebelum pergi, Althair menyempatkan diri ke sebuah toko roti yang berseberangan dengan toko buku. Ia penasaran merasakan roti-roti disana, melihat begitu banyak pelanggan yang keluar masuk dengan wajah berseri.

Kriinnggg!

Lonceng berbunyi saat Althair membuka pintu. Aroma harum roti yang baru dipanggang langsung menyerbu penciumannya. Althair mulai merasa lapar dan tidak sabar mencicipi.

"Permisi, saya mau beli ...."

"Althair?"

Althair mendongak dari macam-macam roti di rak kaca yang tersusun di depannya. Matanya melirik seseorang yang barusan memanggil namanya. Kening Althair berkerut melihat cewek berpakaian stylish yang kini mendekatinya.

"Lo ... Althair, kan? Murid baru di SMP Galaksi?"

"Lo siapa?" tanya Althair dengan nada bicara yang seperti ngajak ribut. Tidak ada manis-manisnya sama sekali walaupun lawan bicaranya perempuan.

"Kenalin," cewek itu mengulurkan tangan kanannya dengan senyum manis. "Gue Enzi, kita satu sekolah."

Althair hanya mengangguk tanpa menjabat tangan Enzi. Tangannya malah ia simpan di saku celana.

"Lo ... nggak mau jabat tangan gue?"

"Lo, kan, udah tau nama gue," ketus Althair.

Enzi menurunkan tangannya dengan perasaan malu sekaligus sedikit jengkel dengan sikap Althair yang dingin dan cuek seperti ini padanya.

"Mbak, saya pesan roti madu sama roti coklat. Tapi yang masih hangat," ujar Althair pada salah satu pelayan toko.

"Baik, di tunggu ya. Adeknya mau pesan juga?" Pelayan itu beralih pada Enzi.

"Emm, samain aja, Mbak, seperti dia." Enzi menunjuk Althair disampingnya.

"Baik, di tunggu sebentar, ya."

Althair mengeluarkan ponselnya dan sibuk sendiri, tidak peduli Enzi yang berdiri disampingnya sambil terus memperhatikan.

"Lo masih inget gue nggak?" tanya Enzi.

"Lo siapa sampai gue harus inget?" Althair berucap tanpa menoleh.

"Kita pernah papasan di sekolah. Dekat tangga. Lo lupa?"

ALTHAIR 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang