Change '42'

355 10 0
                                    

Selamat membaca!

.......

"Sirius Altair?"

Renata mengulang kalimat yang diucapkan lelaki didepannya itu. Gadis itu tentu saja tidak asing dengan nama yang ia dengar. Kisah cintanya, dunia kepemimpinannya, geng Rigel terkenal kebanggaannya, adalah primadona di sekolah mereka.

Jadi sangat mudah mengenali lelaki itu, meski Renata tidak tau pasti wajahnya. Lalu, jika itu Altair yang dibicarakan adalah ketua geng paling berpengaruh pada masanya. Maka, dia adalah angkatan sebelum Aaron, senior dari Aaron Antariksa Sabranno.

"Ya, kenal saya?" Ujarnya membuat Renata kembali pada kesadarannya.

Gadis itu mengangguk, ia membungkuk sedikit untuk memberi hormat. Bagaimanapun, lelaki itu adalah seniornya.

Lelaki itu tersenyum tipis, "Cari siapa?"

Renata menoleh ke arah kaca ruangan yang menampilkan samar-samar kondisi di dalam.

"Yang dirawat di dalam itu.." Ia menatap Altair, "Siapa?"

Altair ikut menoleh sekilas sebelum balik menatap Renata dan menghela nafas sedikit lebih berat.

"Mau jenguk dia?" Tanyanya.

Renata tidak menjawab, ia kembali memastikan, "Apa dia?"

Lelaki itu mengangguk, "Angkasa."

Renata terdiam, ia merasa dadanya agak sesak. Tangannya sibuk meremas ujung lengan sweater miliknya. Hanya untuk menyalurkan rasa yang terasa bercampur aduk didadanya.

Altair memperhatikan gadis itu sekali lagi, sebelum mendahului Renata untuk melangkah masuk ke dalam ruangan didepannya.

"Dia belum sadar, tapi kami hanya berjaga untuk memastikan dia tidak kemana-mana lagi." Ucapnya saat pandangan mereka jatuh pada seseorang yang terbaring di brankar dengan kepala diperban.

Renata tidak mengatakan apapun, lidahnya kelu bahkan hanya untuk mengatakan sesuatu seperti 'apakah orang tua dari pasien sudah mengetahuinya?'. Dia tidak mampu berkata sedikitpun.

Gadis itu maju mendekat ke arah brankar, melewati Altair dan menatap wajah sayu yang terbaring disana dengan alat-alat bantu pernafasan.

Lebih dari menyesal karena ia menjadi salah satu penyebab lelaki itu masuk rumah sakit, ia lebih menyesal jika akhirnya harus membenci lelaki itu.

"Kak Altair." Renata berujar pelan, "Kenapa kalian nahan Angkasa?"

Lelaki itu menunduk sebentar sebelum menjawab, "Angkasa adalah ketua Vandalas. Lalu, dia juga tersangka pembunuhan."

"T-tapi Aaron gapapa, apa orang tuanya nuntut Angkasa?" Tanyanya lagi.

Altair menggeleng pelan, "Bukan Aaron, tapi Laskar Bagaskara."

Dalam seperkian menit kemudian, tubuh gadis itu merosot diatas ubin keramik lantai rumah sakit. Ia menunduk dan terisak hingga punggungnya bergetar. Dibelakangnya, Altair hanya menghela nafas beberapa kali melihat pemandangan didepannya ia maju dan menepuk-nepuk pundak Renata untuk menguatkan.

............

"Papa mau kamu fokus saja sekolah, ujian, lalu masuk perguruan tinggi kedokteran. Berhenti bermain-main dengan geng jalananmu itu."

Deretan kalimat tersebut disampaikan pria paruh baya yang duduk di sofa sudut ruangan dengan mata yang menatap tajam ke arah brankar tempat seseorang berbaring.

Ya, Aaron sudah sadar beberapa saat yang lalu, namun ia tersadar saat papanya dan Natasha yang berada dalam ruangan. Itu sebabnya situasi seperti ini kini tengah terjadi.

[RGL#2] Change ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang