Change '62'

541 13 0
                                    

Hai Aaron Antariksa, happy belate birthday!
Jangan cari aku, aku mohon. Kita nggak bisa lagi ngelawan takdir. Aku bakalan selalu ada buat kamu lewat pantai yang sering kita datangi dan juga lewat lagu yang aku tulis di dalam ini. Biar aja takdir bekerja, kalo kita bisa satu radar lagi, aku akan bersyukur. Tapi kalau nggak, aku harap kamu bisa menemukan banyak hal-hal baik dalam hidup kamu. Makasih banyak buat semuanya.

Sudah hampir satu bulan sejak Renata pergi darinya, dalam waktu ke waktu itu, Aaron benar-benar berubah menjadi sosok seperti saat awal lelaki itu tanpa Renata. Teman-temannya sudah begitu lelah membujuk lelaki itu agar mau keluar untuk sekedar nongkrong di base camp seperti biasa. Namun nihil, bahkan Natasha pun tidak bisa lagi mencoba membujuknya.

Aaron hanya akan pulang kerumah setelah sekolah, hanya akan mampir ke base camp jika ada hal penting. Ia tidak ingin mengabaikan teman-teman Rigel karena Ia juga ketua, namun hidupnya benar-benar sudah tidak bisa teratur lagi.

Besok adalah hari kelulusan, itu artinya mereka akan benar-benar berpisah dan memasuki fase baru dalam hidup dengan jalan yang berbeda. Aaron tidak punya persiapan apapun terhadap apa yang akan Ia pilih untuk masa depannya. Ia hanya ingin terbang ke London dan mencari Renata. Namun tidak ada yang berniat memberi tahu tentang alamat gadis itu, meski Ia tidak menuruti perkataan Renata untuk tidak mencarinya, lelaki itu sudah tiga kali kesana, namun Ia tetap tidak menemukannya.

Saat ini lelaki itu hanya berniat menonton para sahabatnya yang bercanda ria di depan api unggun. Mereka memang sepakat untuk camping bersama, namun Aaron hanya dipaksa, Ia tidak pernah sangat setuju untuk melakukannya. Biasa lelaki itu akan bersemangat memainkan gitar menghibur teman-temannya, namun Ia benar-benar kehilangan hal itu.

"Antariksa main gitar dong!" Natasha mencoba membujuk lelaki yang sejak tadi hanya diam mendengarkan teman-temannya itu.

Angga mengangguk, "Bener tuh, ini malam terakhir kita ngumpul sebagai anak SMA, Lo nggak mau nyenengin kita dikit?"

Yang lain mengangguk setuju. Pandu menepuk bahu lelaki disebelahnya itu agar mau menuruti permintaan mereka. Menatap wajah para sahabatnya yang penuh harap itu membuat Aaron akhirnya setuju dan mengulurkan tangannya untuk mengambil gitar di tangan Azka.

"Mau lagu apa?"

"Terserah pak ketu deh."

"Gue jarang dengerin lagu akhir-akhir ini."

"Lah padahal lo tiap hari pakai earphone buat ngehindarin kita." Sarkas Angga yang membuat Pandu menyenggol bahunya cukup keras.

"Ron lo juga nggak mau sampein apa gitu buat kita? Sebagai ketua Rigel?" Pandu bertanya dengan serius.

Semuanya menunggu, namun tidak ada jawaban, sepertinya lelaki itu tidak mendengar apa yang diucapkan Aaron. Lelaki itu hanya menatap gitar yang Ia pangku dengan wajah murung.

"Ron." Rayhan memanggil lelaki itu namun tidak ada jawaban.

"Ron."

Masih tidak ada jawaban.

Lelaki itu menghela nafasnya, "AARON, LO DENGER NGGAK SIH?!"

Mendengar ucapan Rayhan yang ketara naik satu oktaf itu membuat semuanya kontan terdiam, termasuk Aaron yang baru menyadari jika dirinya yang sedari tadi dipanggil.

"Ya maaf, ada apa?"

Rayhan mendengus kesal, "Ron lo jangan kayak gini terus dong, lo pikir kita semua disini cuma buat ngeliat lo sedih nggak ada niat hidup terus kayak gini?!"

"Gue minta maaf." Ujar Aaron menunduk.

"Kita juga disini buat lo, buat Rigel, buat persahabatan kita. Ini udah hampir satu bulan dan lo masih sama aja? Kenapa lo lampiasin semuanya ke kita sih?!"

[RGL#2] Change ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang