Change '06'

709 23 6
                                    

"Kita tidak terlahir jahat, meskipun kita juga tidak sepenuhnya sempurna. Kita hanya dilahirkan dalam semesta yang sayangnya begitu mudah dalam memberi penghakiman."

........

Happy reading!

.....…

Aaron duduk di bangku balkon kamar dengan sebuah gitar di pangkuannya. Lelaki itu mulai memetik senar dengan jarinya hingga membentuk sebuah lagu Talking to the moon - Bruno Mars.

Sudah hampir pukul satu dini hari, tapi lelaki tidak berniat masuk ke dalam kamar padahal udara cukup dingin. Ia seharusnya sekarang berada di meja belajar untuk mempersiapkan olimpiade-nya yang tinggal dua minggu lagi.

Suara ketukan pintu kamarnya membuat ia terpaksa bangkit dan masuk sebentar untuk membuka pintu. Disana berdiri Andien Arisa Sabranno, Kakak perempuan Aaron yang kini menjabat sebagai dokter di rumah sakit milik keluarga mereka sendiri.

Gadis 24 tahun dengan jas putih yang masih melekat itu masuk ke dalam kamar adiknya menuju balkon tanpa menyapa lebih dahulu.

"Kenapa kak?" Aaron ikut berdiri di balkon sebelah kakaknya.

Gadis itu menghela nafas, "Kamu habis berantem sama Papa?"

Lelaki itu terdiam. Tentu saja Andien tau jawabannya.

"Jangan gitu lagi dek. Kamu kan tau Papa gimana, kasian Mama." Gadis itu menoleh, tersenyum menguatkan.

"Maaf." 

Hanya satu kata yang terbit dari bibir Lelaki yang terkenal kejam di jalanan itu. Bukan tanpa alasan, dia tau kakaknya sudah berusaha keras untuk keluarga mereka.

Andien tersenyum, menepuk pundak Arion sekilas. "Tidur sana." Ucapnya lalu berjalan keluar dari kamar adiknya.

Tapi sebelum itu tangan Aaron menahannya. "Biarin Aaron dapetin yang Aaron mau sekali aja."

Andien menoleh, terlihat merubah raut wajahnya sebelum kembali tersenyum. "Kakak bakalan dukung asal nggak bikin kamu dalam bahaya."

........

Bukan sebuah rahasia lagi jika Aaron selalu datang ke sekolah bersama Ella. Gadis yang menjadi sahabat lelaki itu sejak kecil sekaligus seseorang yang menjadi tunangannya saat ini.

Aaron memarkirkan motornya di daerah parkiran anak Rigel, seperti biasa apapun yang dilakukan lelaki itu tidak lepas dari tatapan siswi-siswi SMA Garuda.

"Tumben pagi." Aaron menoleh ke arah Raihan yang sejak tadi sudah berada di atas motornya.

Lelaki itu bergaya sambil menyisir rambutnya dengan tangan. "Biasa, anak rajin."

"Gaya lo anak rajin." Pandu yang baru datang kini ikut menghampiri mereka di parkiran.

Lelaki dengan bandana merah di lengan itu tersenyum sekilas menyapa Ella yang berdiri di sebelah Aaron.

"Aku ke kelas duluan ya."

Ella yang sedari tadi mendengarkan percakapan tiga orang remaja itu memilih untuk pergi ke kelas lebih dulu.

Aaron hanya mengangguk, sedangkan Raihan melambaikan tangannya yang dibalas balik oleh gadis itu.

"Ron, lo kenapa sih?" Pandu menyenggol bahu lelaki yang masih duduk anteng di motornya itu.

Aaron menaikkan alisnya, "Apa?"

Raihan menceletuk, "Kurang apa lagi sih Ella, dia udah tau lo dari kecil jadi nggak ada alasan kalian nggak cocok."

Aaron menghela nafas,"Nggak ada yang kurang, gue cuma nggak punya perasaan buat lebih dari sahabat sama dia."

.........

Karena akhir pekan, Aaron sudah berada di base camp sejak jam 6 pagi. Entah apa yang lelaki itu pikirkan tapi dia juga menyeret Pandu yang baru saja bangun untuk ikut ke base camp.

"Kita ngapain sih disini?" Pandu berdecak kesal karena dia masih belum merelakan jam tidurnya.

Aaron menggeleng, "Nggak ada, gue bosen dirumah."

"Hah? Yang bener aja Ron gue tuh mau tidur."

Lelaki itu melongo tidak habis pikir dengan Aaron yang tadi membangunkannya seperti ada urusan penting saja.

Aaron mengangkat kedua bahunya anteng, "Yaudah tidur disini."

"Woi woi ada apa?!"

Raihan dan Angga berlari tergesa-gesa dari arah depan setelah memarkirkan motornya di depan base camp. Pandu yang baru akan memejamkan matanya itu tersenyum, korban lagi.

"Ngapain lo nyuruh kesini?" Raihan menyenggol bahu Aaron dan duduk di samping lelaki itu.

Aaron memberikan jawaban yang sama, "Nggak ada."

Lelaki itu melongo, kelewat lebay. "N-ggak ada?!"

"Gilaaa, gue sama Raihan udah ngebut kesini dan Lo bilang nggak ada?" Angga ikut menggerutu.

Aaron kini memandang para sahabatnya bingung, "Ya emang nggak, gue cuman ngajak kalian kumpul aja."

Azka yang baru datang langsung duduk di samping kiri Aaron, mungkin hanya lelaki itu yang tetap tenang dan tidak merasa jam akhir pekannya terganggu.

"Kalian udah dari jam berapa disini?" Tanyanya memandang Aaron dan Pandu.

"Jam 6."

Azka menaikkan alisnya, "Ngapain? Jualan?"

"Gue juga masih waras kali kalo mau jualan, siapa yang mau beli ke tempat serem kayak gini." Pandu menjawab kesal.

Sebenarnya yang dikatakan Pandu itu ada benarnya, memangnya siapa yang mau pergi ke base camp mereka selain untuk mencari masalah. Nuansa gedung itu saja sudah seperti rumah hantu di wahana permainan dengan warna dominan hitam putih dan logo serigala di sekitar dindingnya.

Azka menepuk bahu Aaron, "Kenapa ada masalah?"

Lagi lagi memang hanya Azka yang paling peka terhadap Aaron diantara mereka semuanya.

Aaron menghela nafas, melihat itu mereka semua ikut duduk dekat lelaki itu untuk mendengarkan. Aaron pasti akan bercerita jika mereka sudah menanyainya, sebab lelaki itu adalah type yang akan bercerita jika hanya ditanya.

"Lo berantem sama bokap Lo lagi kan?" Ujar Raihan saat Aaron masih diam.

Lelaki itu mengangguk, "Gue emang berantem sama bokap, tapi bukan itu masalah sebenernya."

Angga menaikkan alis, "Terus?"

Aaron merongoh saku jaketnya kemudian menaruh secarik kertas di atas meja depan mereka. Perhatian semuanya terpaku pada kertas itu dengan tatapan yang saling bertukar tak mengerti.

"Gue nemu ini di pagar balkon kamar kemarin."

SMA CENDIKIA. 19.20

.......

Terima kasih sudah membaca.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote, comment. Jangan lupa juga share ke temen-temen lain biar tau Aaron dkk.
See you next part!♡

[RGL#2] Change ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang