Chapter 10

277 10 1
                                    

Rara benci di lingkungan ini,ia benar-benar sangat muak melihat orang-orang yang bermuka dua. Rara ke kelas lalu mengambil tas. Kini ia akan bolos,kepalanya sungguh sakit.

Baru saja Rara sampai di gerbang belakang, sudah ada satpam yang berdiri.

"Heh mau kemana balik ke kelas!" bentaknya.

"Gue mau lewat kepala gue sakit," ujar Rara datar.

"Gak ada balik atau saya lapor ke kepala sekolah," Ancamnya.

Terpaksa Rara menurut karena dirinya sudah sangat lemah.Rara kembali ke kelas sambil menyandang tasnya.Di sepanjang koridor banyak siswa yang melirik Rara dengan tatapan kagum,ada juga dengan tatapan takut.

Kejadian di lapangan itu sudah menjadi berita hot di SMA Taruna Jaya. Rara tak mengubris ocehan murahan dari mulut orang-orang julid itu. Rara masuk kelas tanpa mempedulikan  kehadiran Rido yang tengah menatap diriku.

Rara duduk di pojok belakang, kini ia tidak sebangku dengan Irma. Tak ambil pusing Rara melipat tangan dan tidur.

Rara tidur sangat pulas, sekarang jam terakhir   setelah itu sekolah akan berakhir. Ia terbangun karena keadaan kelas yang ricuh.Berbagai kegiatan yang dilakukan. Ingin rasanya membakar semua orang yang mengganggu tidurnya.

Tapi apa boleh buat di sini bukan tempat pribadi miliknya. Rara membereskan tas dan beranjak dari pojok belakang. Ia tak sengaja berpapasan dengan Irma dan Libra.

"Apa pun makanan minumnya tetap lah ludah sendiri." Sindir Rara menatap sinis Irma.

Gadis jahat ini sekarang mati kebosanan di sekolah. Badannya sangat lelah, terlebih lagi kepala sakit.

"Huh!" keluhnya.

Rara ke kantin membeli minuman serta satu buah roti. Sudah satu jam berlalu, kini waktu pulang, Rara di jemput kang Ujang.

Sesampai di rumah, dia melihat banyak sekali makanan yang tersedia. Sungguh membuat lambung Rara lapar. Dia duduk di kursi menyendok nasi serta sup daging yang tampak lezat ke dalam piring.

Disela Rara mengunyah nasi, pintu terbuka pertanda ada orang yang masuk. Riya berjalan anggun menggunakan dress selutut dan rambut yang tergerai indah.

Riya juga ikut duduk, posisi berhadapan langsung dengan Rara.  Rara tak menghirau kan kehadiran Riya.

"Apa benar lo nyebur ke kolam tengah malam?" ejek Riya.

Rara acuh tak acuh dengan pertanyaan mama." Jawab dong," ejek Riya lagi.

Tak ada jawaban dari Rara.Karena geram sendiri, Riya menyiram air minum ke tubuh Rara. Baju nya sedikit basah dan nasi penuh dengan air.

Rara mengepalkan tangan menatap Riya dengan tatapan maut. Ingin sekali memberi pelajaran, tetapi bagaimana pun keadaannya. Dia lahir karena bantuan dari Riya.

"Kalau gue nanya itu di jawab. Kalo budeg ke THT!" Bentak Riya sambil memakan buah anggur.

"Orang tua mana yang bahagia melihat anaknya hampir mati karena tenggelam!" hardik Rara.

Riya tertawa sambil geleng-geleng kepala mendengar penuturan Rara. " Jangan mimpi lo ya. Gue malu punya anak kayak lo. Udah nyusahin, malu-maluin, kurang ajar, anak haram pula!" sinis Riya sambil melipat tangan.

Aku tersenyum getir, jika orang yang melahirkan nya saja berbicara seperti itu.

"Gue lahir karena nafsu lo. Dan lo pikir gue bangga punya mama kayak lo! Satu lagi yang harus lo ingat, gue kayak gini karena cacian dan makian lo tiap hari!

Riya tak mau kalah dengan ucapan Rara. "Orangtua ? Kan gue udah bilang kalau lo gak pernah gue anggap anak. Lo hasil kekhilafan, jadi jangan berharap lo lahir di dunia ini penuh kasih sayang! Lo, lahir karena kecelakaan catat di otak bodoh lo itu!"

Sungguh sakit lontaran ucapan Riya begitu menyanyat hati.Air mata yang terus memberontak untuk turun, ia mencoba nahan agar tak tumpah.

"Apa hanya karna cinta harga diri lo serendah itu! Kenapa pria brengsek itu tidak menikahimu?
Apa karna lo perusak rumah tangga orang?" Rara berkata lantang.

"Apapun yang terjadi di masalalu, itu karna kehadiran lo anjing! Kehadiran anak haram ini membuat semuanya berubah!" Riya menunjuk Rara tak lupa sorotan mata kebencian.

Rara terenyuh, ada apa dengan masa lalu kenapa dia yang yang harus disalahkan. Dia tidak minta dilahirkan, jika bisa memilih ia tidak ingin lahir ke dunia ini, tidak ingin lahir dari rahim mamanya.

Tapi apa boleh buat, Tuhan sudah menyiapkan alur kehidupan setiap manusia.Mau tidak mau harus menerima suratan takdir yang ditulis Tuhan.

Yang Kuasa  tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya.Jika hidup mu terlalu berat berarti Tuhan yakin kamu pasti bisa melewati masa-masa getir itu.
Memang untuk mencapai puncak kebahagiaan itu tidak mudah. Banyak rintangan yang harus dilalui.

Rara berlari ke kamar dan mengunci. Ia melempar kasar tas yang ia sandang. Dia mematut diri di cermin, ia mengambil vas bunga yang kebetulan ada di dekatnya. Melempar ke cermin, retak sudah seperti gambaran hati Rara saat ini. Air mata yang mengucur deras, kepala yang terasa ingin pecah.

"I'm done. Do you hear me! I've lost everything.
I've got nothing left," Rara berteriak sekencang-kencangnya. Menjambak kuat rambut,Melempar semua barang yang ada di dekatnya.

Orang-orang di sekitar, tak ada yang peduli akan rasa sakit yang ia tanggung setiap hari.Ia gagal dalam keluarga, bahkan pertemanan. Sakit bukan, ketika kita ada tetapi tak ada yang menganggap kehadiran kita.

Rasa sakit itu bersatu membuat sakit yang bertubi-tubi secara bersamaan. Memporak porandakan hati yang sejak dulu telah hancur.

Anak sial ini butuh bahu untuk bersandar. Butuh seseorang  untuk mendengar keluh kesah bercerita tentang pahitnya takdir.

Ia memeluk lutut bersandar di tembok kamar. Ia tak ingin terlihat lemah di dunia yang penuh dengan manusia egois. Dia harus mencari keberadaan ayahnya dan akan membongkar masalalu yang disembunyikan dari dirinya.

Satu kata untuk Rara

Seeyou💗

Titik benci ( Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang