Chapter 34

190 2 0
                                    

"Biarkan saya memberitahu Anda sesuatu: Anda bisa tinggal di rumah yang rusak, Anda bisa bermain dengan mainan yang rusak, tetapi Anda tidak bisa mencintai dengan hati yang hancur."

''Rara Zhikana¤

Dia berjalan di trotoar dengan lesu dan putus asa. Rara tidak lagi ada semangat untuk hidup. Dia menyerah, dirinya sudah sangat kotor. Dua lelaki bajingan yang beringas, kasar dan juga tidak punya hati.  Sudah mengambil jiwanya dengan paksaan.

Dia berjalan menuju apartemen, rumahnya adalah tempat terkutuk yang pernah ia tinggali. Bahkan iblis pun lebih baik dari pada perbuatan Riya kemarin. Seorang ibu memaksa anaknya untuk masuk ke kandang singa. Rara mengusap air matanya yang terus mengeluarkan air mata

Rara memasuki apartemen dengan pikiran kacau. Dia bernafas lega, kamar dan seluruh penjuru  ruangan kosong.

Rara mengambil obat  penenang lagi, dia menelan tanpa air. "Arghhh. Gue jalang. Gue udah kotor. Gue ini menjijikan." Rara memukuli kepalanya.

Tangannya terus menjambak kuat rambut sendiri. Dia mencari cutter lagi. Menyakiti dirinya, tanpa takut sebuah pisau memotong pergelangannya.  Dia melempar semua benda yang ada didekatnya. bingkai foto dan juga ponsel ia banting. "Gue nyerah sama takdir gue!" Rara memekik melepaskan semua amarahnya sempat ia pendam.

Tapi semua berakhir ketika Rido mematung melihat kondisi ini. Baru saja melangkah, Rara melemparkan bingkai foto pada Rido. "Ra, jangan lagi gue mohon." Ujar Rido memohon.

Rara menatap nyalang, bajingan itu sudah mengambil kesuciannya. Rara terkekeh miris,  mendengar penuturan yang memekak telinga.

"Pergi! Gue mau mati!" Rara menatap tajam Rido yang tengah gundah dengan kejadian ini.

Rido mendekati, Rara yang menatap kosong kemudian tersenyum lebar. Tapi air matanya juga ikut turun. Dia melihat karya yang ia buat di tangannya.

"JALANG"

"Lo lihat deh. Julukan baru buat gue." Rara berkata pelan sambil menangis. Rido juga ikut menangis, dia memeluk gadis di depannya. Luka yang ia ciptakan untuk Rara sungguh dalam.

Rara tidak protes kali ini, batinnya sudah menyerah, kemudian perlahan Rara menutup mata. Dengkuran halus mulai terdengar. Rido mengusap air matanya dan mengalihkan pandang pada wajah Rara yang damai.

Rido menelisik setiap luka yang ada di wajah gadis ini. Entah kapan luka baru ini ada lagi. Dia menggendong Rara, lalu merebahkannya di kasur.  Rido mengobati setiap luka. Kejadian kemarin menjadi jarak yang cukup luas untuk mereka berdua.

Rido membersihkan kamar yang bentuk kapal pecah. Setelah selesai ia menuju dapur, ia berniat untuk membuatkan makanan. Rido  memasak ayam goreng dan duduk di kursi untuk mengistirahatkan badannya. 

Sudah dua jam berlalu, Rara belum kunjung bangun. Rido sedikit khawatir kondisi mental Rara. Penyebab semakin menyakiti diri sendiri  adalah dirinya. Luka dan trauma begitu mendalam membuat mentalnya harus di guncang abis-abisan.

Rido meninggalkan apartemen, jangan sampai ketika Rara bangun gadis itu mengamuk lagi.
Dia melajukan mobilnya diatas rata-rata tidak peduli umpatan orang-orang padanya.

-

Rido masuk ke dalam rumahnya, keadaan sepi.  Rido menatap ruangan satu -persatu biasanya, ruang keluarga, ruang makan begitu hangat dengan candaan kecil. Namun dengan cepat semua berubah. Rido teringat ayahnya,  pria itu telah mengkhianati Cika. Tega sekali bermain wanita dibelakang saat bundanya pergi.

Dia merebahkan diri di sofa, memejamkan mata. Rido terusik kala pintu tertutup kencang. Ia segera bangkit menatap Sanjaya yang datang. Tatapannya beralih pada kemeja bekas liptik tertempel disana.  Bahkan kantung matanya seperti kurang tidur.

"Ayah," panggil Rido menghampiri pria yang sedang menatapnya datar. Sanjaya mengerutkan dahi.

"Apa?" tanyanya kasar.

"Dari mana? Bunda kok belum pulang?" tanya Rido sambil memperhatikan pakaian yang Sanjaya gunakan.

"Mungkin masih di rumah nenek mu. Bersiaplah satu minggu lagi pertunangan itu akan berlangsung."  Sanjaya meninggalkan Rido yang masih terdiam di tempat.

"Gue nggak bakal mau. Lo aja sana, kan lo haus sama belain wanita," bantah Rido tajam.

Sanjaya berhenti di tempat, lalu membalikkan badan. Di menghampiri Rido dan memberi bogeman mentah di pipi Rido.

"Dengar anak sialan. Kalau lo mau bunda lo aman nurut!" Sanjaya mengibaskan kemejanya.

"Gue udah punya pacar, lagi pun dia sedang hamil anak gue." Rido berkata tajam,  kali ini jangan lagi. Dia sudah benar-benar muak ancaman itu. Di tambah lagi dia mengkhianati bundannya.

Sanjaya mendorong kuat bahu Rido, dia menghajarnya membabi buta. Rido meringis, rahangnya mengeras  sungguh pukulan itu tidak seberapa dibanding pengkhianatan ayahnya.

"Saya tidak pernah mengajarkan kamu seperti bajingan. Saya didik kamu dengan tegas supaya kamu tidak liar seperti sekarang." Sanjaya mengatakan dengan sorot mata yang tajam.

Rido tersenyum miris lalu meludah di tempat. " Gue kayak gini karena ayah.  Sifat bajingan itu karena ayah. Dan ayah pikir berhasil ngedidik karena ngekang sana- sini.  Itu nggak membuat predikat ayah jadi ayah terbaik.  Jadi selama ini keluarga cemara itu hanya omong kosong kan. "

Sanjaya menjauh dan pergi naik ke lantai atas, Rido menatap punggung Sanjaya yang kian menjauh.  Dia merindukan Cika,  bundanya juga belum membalas chat kemarin yang ia kirimkan.

__

Libra tengah berbaring di paha Riya, dia mengunyah cemilan yang menemani mereka bertiga. " Pa, kalo seandainya pertunangan itu di batalkan bagaimana?" tanya Libra hati-hati.

Surya menatap putrinya dengan tatapan sulit diartikan. Lalu menatap kearah Riya. Bagaimana pun pertunangan adalah masa lalu yang terburuk untuk sebuah persahabatan mereka dahulu. Cinta yang rumit dan persahabatan yang hancur hanya karena sebuah pertunangan yang tidak di inginkan. Semuanya berdampak kepada setiap mereka yang terlibat persahabatan itu. Gerakan resah mulai terlihat di mata Libra.

Ada sesuatu yang dirinya tidak tahu,  Libra memang mencintai Rido. Tapi sudah dengan jelas, Rido menolak pertunangan ini. Namun kenapa awalnya Rido terlihat sangat sayang padanya. Libra bangkit dan meninggalkan mereka berdua yang sama-sama terdiam.

Libra masuk ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Dia mencoba menghubungi Rido. Dia harus tahu kebenaran keluarga nya mungkin saja ini ada sangkut pautnya dengan hubungan mereka berdua. Libra mencoba menelepon. Namun tidak kunjung dibalas.

__

Rara bergerak resah dalam tidurnya, dia menjambak kuat rambutnya dan berusaha mencari pegangan. " Lepaskan! Arghgh." Rara berteriak keras. Dia terbangun dengan nafas yang sesak, ditambah keringat yang membasahi tubuhnya. Dia melihat sekitar yang sepi membuat dirinya tambah kalut.

Kejadian kemarin, terus memutar di otakknya.  Dia berjalan perlahan mencari saklar lampu. Apartemen benar-benar kosong.  Dahulu Rara tidak pernah takut akan kegelapan. Tapi sekarang dia seakan tidak ingin lagi memejamkan mata.

Dia takut nanti bajingan itu datang lagi,  Rara tidak akan lagi membiarkan bajingan itu  merendahkan atau mempermainkan dirinya. Rara Zhikana akan tunjukkan bahwa dirinya yang di anggap antagonis akan menjadi kenyataan. Rara dulu akan berani melukai orang jika dirinya terusik.

Tapi sekarang antagonis akan menjalan perannya. Rara tersenyum jahat, dia berdiri di depan cermin. Menatap dirinya jijik. Dia mencari vas bunga lalu melemparkan pada cermin.
Rara menatap kosong, pecahan yang berserakan dimana-mana. Lalu pergi dari apartemen.


wahh ini udah mau mendekati ending gays.

Kalian mau sad ending atau happy ending nih?

Titik benci ( Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang