Pada akhirnya aku memilih
berdamai dengan takdir, suka atau pun membencinya:)
^^Rara Zhikana^^
Rara memutuskan untuk kembali ke rumah. Dia akan mengemasi barang-barangnya di apartemen milik Rido terlebih dahulu. Sudah lah mungkin ini terakhir kalinya dia dekat atau pun tinggal bersama pria itu. Apapun yang terjadi Rido telah menambah trauma bagi dirinya. Luka itu dalam, bahkan teramat menyakitkan ketika mengingatnya.
Rara tidak ingin hidup dalam rasa trauma yang mengelilingi atmosfer kehidupannya. Untuk bernafas saja rasanya susah jika terus ada di sekitar pria itu.
Rara mengemasi semua baju dan juga buku-buku sekolah yang sempat ia bawa ke sini. Satu koper penuh dengan baju Rara.
Dia sudah memesan taxsi untuk pulang ke rumah. 20 menit perjalanan membawa Rara kembali ke dalam neraka itu. Rara menatap datar rumah dengan nuansa mewah itu. Dia segera turun dan membayarnya, kang ujang yang melihat Rara kembali, segera menghampiri dan bergegas menolong membawakan koper milik nona kecilnya. " Makasih, kang."
_
Rara menghempaskan tubuhnya di kasur miliknya. Hidupnya mungkin akan terasa berat lagi. Satu hal yang akan ia lakukan, mungkin merubah dirinya sebagai manusia yang lebih baik. Di mulai dari hal kecil saja, Rara kali ini ingin sekali memperbaiki hubungannya dengan Riya. Dia lupa kapan terakhir kali berdamai atau memanggil wanita itu dengan sebutan mama.
Sebutan mama sebetulnya tidak cocok untuk Riya yang memperlakukan Rara layaknya binatang. Rara termenung, akankah setelah dirinya merubah gaya hidup dan kebiasaannya dirinya akan bahagia. Terlalu lelah rasanya mencari papa kandungnya. Mungkin dari kecil ia sudah sangat terobsesi dengan kasih sayang yang enggan ia dapatkan. Makanya dia tumbuh menjadi anak yang keras kepala serta pembangkang.
Tumbuh dewasa tanpa kasih sayang membuat hidup dalam atmosfer kegelapan. Berada dalam kegelapan tanpa penerangan. Bahkan setelah dirinya sudah berada diambang kehancuran kebahagiaannya belum juga muncul.
Rara mengganti seragam sekolahnya dengan baju kaos miliknya. Ia memang memutuskan untuk bolos. Bertemu dengan dua makhluk itu memang membuat dirinya mudah sekali marah.
Gadis itu turun kebawah menggunakan celana jeans dan hoddie kesayangannya. Dia akan pergi kesuatu tempat yang sebenarnya sangat malas ia datangi. Tapi dia memang membutuhkan itu sekarang.Kali ini Rara di antar supirnya, terlalu lelah bukan berjalan di siang yang terik ini. " Kang, berhenti di depan sana aja,"pinta Rara.
"Siap Non." Dia langsung memberhentikan mobil. Rara turun dan langsung memperbaiki
pakaiannya yang sedikit berantakkan. lima menit perjalanan sudah ia lalui, ia berhenti di sebuah bangunan yang sedikit luas. Suasana sekitar sejuk dan juga asri, tanaman yang tampak begitu terawat. Rara menghela nafas lega melihatnya.Dia bergegas masuk ke dalam sana, kemudian duduk di kursi yang sudah disediakan. Seseorang perempuan cantik datang menghampiri. " Hey, lama nggak jumpa. Ke dalam aja yuk," ajak Widya ramah. Rara mengangguk mengikuti langkah Widya yang lebih dahulu masuk ke dalam ruangannya.
Rara merenggangkan otot menduduki kursi yang sudah tersedia. " Gue butuh obat itu lagi. Kemarin nggak sempat beli sama lo," ujar Rara memulai percakapan dan tujuannya kemari.
Widya menghela nafas pasrah, sebenarnya dia tidak ingin gadis ini ketergantungan obat itu. Harapan Widya agar gadis itu ikut rehabilitasi untuk sementara waktu bukan malah ingin lebih lanjut mengonsumsi obat.
"Ini nggak baik buat kesehatan kamu, temui psikiater ya Ra," ujarnya memohon. "Obat itu nggak bisa aku kasih sembarangan aja sama kamu. Nanti akibatnya fatal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik benci ( Ending)
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠BIJAK MEMBACA! MENGANDUNG KATA-KATA KASAR⚠ Rara Zhikana Ini kisah seorang gadis jahat dan pembully yang mencintai Rido Sanjaya teman sekelasnya. Dia sering membully Libra Arasshi yang kebetulan orang terdekat dari Rido Sanja...