Rara berjalan gotai, bingung entah kenapa ia sangat suka berjalan tanpa arah. Padahal bisa saja ia naik kendaraan umum bukan.
Di perjalanan pulang ia melihat wanita paruh baya yang sedang berdiri di luar mobil. Sepertinya, mobil dia mogok.
Rara menghampiri. "Mobil nya kenapa tan?" tanya ku.
Sepertinya mogok nak, Tante udah telpon bengkel eh malah lowbet ponselnya," cicitnya.
Rara tampak berpikir. "Aku coba perbaiki ya tan, mana tau bisa nyala."
Rara meotak - atik, tanpa perlu waktu panjang mobil itu menyala.
wanita itu tersenyum sumrigah. " Terima kasih banyak ya," dia berucap. Fika merogoh dompet dan mengeluarkan selembar uang seratus ribu, menyodorkan ketangan Rara.
Rara menolak uang itu. "Gak usah Tan, berikan kepada yang lebih membutuhkan. Saya pamit."
Rara melanjutkan jalannya. Sekitar lima belas menit, Rara sudah sampai di rumah. Masuk ke dalam rumah, sangat sepi seperti tidak ada tanda kehidupan. Tak lama bi Sri datang dari arah dapur.
"Non, mau makan. Biar bini panasin dulu makananya?" tawar bi Sri.
"Gak usah bi, Mama kemana?" tanya ku.
"Tadi nyonya bilang, dia keluar kota ada acara."
Rara mengangguk, berjalan menuju kamar. Sebelum ia masuk, dia menatap kamar Riya lamat. Sebelumnya Rara tidak pernah ingin tahu kamar Riya.
Tetapi kali ini ia ingin sekali masuk. Mengingat mamanya keluar kota, Rara masuk ke dalam dan mengunci pintu rapat.
Kamar Riya sangat mewah, dengan tata kamar yang sangat aestetic. Rara membuka laci, ingin tahu apa yang ada di dalam. Tak ada yang membuat Rara tertarik.
Beralih ke dalam lemari yang kebetulan tidak dikunci. Rara mengacak-acak isi lemari. Rara tidak menemukan apapun yang membuat dia penasaran. Sebelum Rara menutup kembali lemari, ia melihat kotak yang tidak terlalu besar.
Rara mengambil kotak itu kemudian duduk di atas ranjang.Membuka kotak, ia menemukan beberapa lembar foto Riya waktu SMA. Selembar foto bertiga, dengan senyum yang lebar tampak sangat bahagia. Mungkin mereka dulu adalah sahabat. Satu lagi foto seorang pria memakai baju SMA.
Rara juga menemukan sebuah liontin kunci. Rara menyimpan kembali kotak itu ke tempat asalnya. ia mengambil dua foto tadi sekaligus liontin kunci.
Rara sedikit merapikan pakaian yang berantakan. Rara keluar menutup pintu kamar rapat. Gadis itu bergegas ke kamarnya. Kamar Rara sudah rapi dan bersih, cermin yang pecah sudah di ganti. Rara merebahkan diri di kasur.
Rara mengamati foto tadi, bingung bagaimana cara menemukan dua orang ini. Mungkin jika ia bisa menemukan ia bisa mendapatkan petunjuk. Rara yakin mereka adalah sahabat, sudah pasti mereka tahu seluk-beluk Riya.
"Dan foto pria ini, apa ini kekasih Riya dan kenapa mereka tidak menikah? Kenapa aku harus lahir sebagai anak kotor hasil hubungan gelap?" Rara tersenyum sumbang.
Menyedihkan, seumur hidup tidak tahu siapa ayah kandung nya. Rara menatap langit-langit kamarnya tak terasa satu bulir air mata menetes.
Terlintas pertanyaan dalam benaknya. Apakah jika dia tahu siapa ayah kandungnya, ayahnya akan menganggap dirinya sebagai anak? Atau akan sama hal nya dengan Riya?
Rara menggigit bibir bawahnya, mencoba untuk tidak menangis. " Gue bukan gadis payah! Gue harus temuin ayah gue. Apapun yang terjadi nanti gue bakal terima! " Rara mengusap kasar pipinya yang basah.
Rara bangkit dari ranjang, ia menyimpan foto di laci. Menuju kamar mandi, membersihkan badan yang terasa amat lengket.
Usai mandi Rara duduk di balkon kamar sambil memandang foto. Ia berpikir bagaimana cara mencari keberadaan orang yang ada di dalam foto.
Rara menutup pintu balkon dan menyimpan foto itu, menidurkan tubuhnya di kasur. Memejamkan mata, tak butuh waktu lama Rara terlelap.
********
Fika sudah pulang ke rumah, tadi ia pergi keluar membeli beberapa cemilan. Sampai di rumah ia meletakkan barang yang ia beli. Tak lama, asisten rumah tangga menghampiri.
"Bi salin ini ya, sekalian panggil anak-anak buat makan." Fika menuju kamar untuk mandi, selesai mandi ia turun ke bawah untuk bergabung dengan Rido dan Kania.
Fika duduk berhadapan dengan Rido, Fika menatap anak-anaknya. Dia merasa sangat senang, tidak terasa waktu begitu cepat berlalu.
Rasanya baru kemarindia duduk di bangku SMA, sekarang sudah punya keluarga saja.Pintu terbuka, muncul Sanjaya memakai jas lengkap. Fika menyambut tas kerja suaminya, bersalaman. "Aku mandi dulu ya, kalian makan duluan." Sanjaya berlalu dan masuk ke dalam kamar.
Rido menyendok nasi dengan sup iga kesukaannya. Tak lama kemudism Sanjaya bergabung untuk makan malam bersama. Di sela-sela menyuap nasi, Fika bersuara menghentikan suapan.
"Tadi mobil Bunda mogok," ujar Fika.
"Loh, bunda kok gak nelfon?" tanya Rido menatap Fika.
"Ponsel nya habis batrai jadi gak sempat telpon kamu."
"Kamu baik-baik aja kan, yang nolongin kamu siapa?" kali ini Sanjaya ikut bersuara.
"Bunda ditolong sama anak perempuan, bunda gak liat wajahnya soalnya pake masker. Anaknya pintar gak nyampe sepuluh menit udah nyala mobilnya." Fika menjelaskan.
Rido sedikit kaget. " Jangan-jangan cewek yang sama waktu nolongin gue," dia membatin.
"Susah juga gak ada supir, bahaya takutnya ada orang jahat," Sanjaya bersuara sambil menyendok nasi.
Semua terdiam, mereka kembali melanjutkan makan. Rido melamun, pikiran tertuju pada gadis memakai hoddie itu. Tanpa ia sadari, Fika menegurnya untuk sekian kalinya. Tapi Rido ta mengubris teguran itu.
Kania menepuk pelan lengan Rido, Ia menoleh ke arah Kania.
"Rido jangan ngelamun di makan nasinya," tegur Fika. Rido tampak kebingungan dan melanjutkan menyuap nasi.
"Ada masalah apa kok ngelamun?" tanya Fika.
Rido menggeleng sambil tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik benci ( Ending)
Novela JuvenilFOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠BIJAK MEMBACA! MENGANDUNG KATA-KATA KASAR⚠ Rara Zhikana Ini kisah seorang gadis jahat dan pembully yang mencintai Rido Sanjaya teman sekelasnya. Dia sering membully Libra Arasshi yang kebetulan orang terdekat dari Rido Sanja...