Chapter 30

238 3 0
                                    

Rara menuju apartemen dengan sedikit bahagia. Tadi dia tidak tahu mau kemana setelah pulang dari mall, makanya ia memutuskan untuk ke rumah. Tujuan utamanya memang untuk menjadi pelampiasan Riya. Karena luka yang diberikan oleh Riya menjadi obat rindu untuk berada dengan jarak dekat dengan mamanya.

Kalau tidak sedang di siksa seperti tadi, Riya tidak pernah mau mendekatkan diri kepada Rara. Jadi ketika ia disiksa dia sedikit senang karena bisa mengobrol melalui cacian, hinaan. Bersentuhan walau dengan cara ditampar. Bagi Rara sebuah tamparan adalah usapan lembut untuknya dari Riya.

Gila bukan? Walau itu menyiksa fisik dan batinnya. Itu adalah candu bagi seorang Rara. Jika orang menghindari itu maka Rara akan datang dan menyerahkan diri untuk di siksa.

*     *     *

Rido tengah berbaring di sofa sudah dua jam yang lalu dia menunggu Rara. Setelah mengantar Libra pulang dia langsung menuju apartemen. Pintu terbuka lebar menampilkan gadis cantik wajah yang memar dan baju yang bersimbah darah.

Rido terdiam lidahnya terasa kelu, melihat kondisi Rara saat ini. Dengan santai Rara berjalan dan duduk di sofa samping Rido yang masih termenung.

"Sorry ya nunggu lama," ujar Rara menatap pria itu sekilas.

Rido langsung mengambil air hangat di dispenser dan sapu tangan. Dia mengompres memar dan luka yang ada di wajah Rara.

Rara berdiri sambil menatap Rido. " Makasih, gue mau mandi dulu." Rara berjalan menuju kamarnya.

Rido menuju dapur membuatkan gadis itu teh hangat. Entah apa yang terjadi dengan Rara bahkan dia terlihat baik. Apa alasannya masih tetap santai.

Rara keluar dari kamar membawa beberapa foto dan juga liontin. Rido menuju Rara sambil membawa teh dan juga cemilan. Dia duduk disebelah Rara.

Rido menyodorkan secangkir teh untuk Rara, dia menerima dengan baik lalu meletakkan kembali.

"Apa lo tahu siapa orang ini?" tanya Rara to the poin. Rido menenggang di tempat, dia mengambil foto yang dia perlihatkan.

Rido mengangguk mantap. "Dia kan papanya Libra. Orang yang sempat lo tampar waktu di rumah sakit. Dia sahabat mama gue waktu SMA. Perempuan yang disamping om Surya juga sahabat mama gue." jelas Rido panjang lebar, dia juga memegang liontin yang tergeletak diatas meja.

Rara terdiam, persahabatan? Jadi Riya dan bunda Rido mereka bersahabat. Langkah selanjutnya adalah bertemu dengan Cika. Setelah itu ia akan menemui lelaki atau papa Libra itu.

"Lo dapat foto ini darimana?" tanya Rido heran.
Foto itu pernah Rido temukan  di dalam gudang rumahnya. Ada apa kenapa harus membuang kenangan waktu SMA kan.

Rara mengetuk dagunya pelan, apa dia harus mengatakan semuanya pada Rido. Tapi dia tidak bisa terbuka pada orang lain. Bahkan dia juga sering membohongi diri sendiri.

"Lo ada masalah apa dengan mereka. Mana tahu gue bisa bantu Ra. Lo bukan lagi orang asing. Gue sayang sama lo walau kenyataannya lo tidak akan lagi pernah cinta sama gue Ra. Tapi kalau lo butuh bantuan gue. Apapun akan gue lakukan Ra." Rido menggenggam erat tangan Rara yang gemetar.

Rara bergetar, dia takut membayangkan jika nanti dirinya akan terbuang dan terhina lagi. Siapa yang mau dengan watak buruknya.

"Ra," panggil Rido pelan.

Rara menatap mata sendu Rido, sungguh jika bukan karena dirinya berbohong pada cintanya mungkin dia akan memeluk Rido dan bercerita banyak hal. Bahwa dia takut dengan takdirnya yang semakin hari semakin bercanda.

Tapi gengsinya terlalu tinggi mengakuinya. Dia sudah menyerah, tapi perlahan cinta itu tumbuh dengan kenyamanan yang selalu Rido berikan.

"Gu-gue belum siap cerita. Tapi gue punya permintaan lagi. Apa lo bakal bantu gue lagi?" tanya Rara dengan suara parau.

"Apapun untuk lo Ra." Rido mengangguk cepat menatap gadis itu dengan senyum.

"Gue mau ketemu bunda lo. Apa besok bisa gue ketemu sama tante Cika," Rara menyenderkan punggungnya di sofa. Rido mengangguk, apapun untuk Rara. Bertemu Cika itu adalah hal yang mudah. Tapi jika Sanjaya ada di rumah mungkin sedikit sulit. Karena Sanjaya sangat posesif pada Cika.

Rara berlari kecil menuju kamar kemudian membawa paperbag kecil menuju sofa.  Rido memperhatikan gerak-gerik Rara yang sibuk membuka paperbag. Dia juga menyimpan foto dan liontin ke dalam laci kamar.

"Gue punya hadiah buat lo.  Memang harganya kaki lima. Tapi gue ngerasa cocok buat di tangan lo." Rara memperlihatkan gelang hitam dengan hiasan bulan.

Rido tersenyum melihat gelang yang dibelikan Rara khusus untuknya. "Siniin tangan lo." Rido menyerahkan dengan senang.

Rara memasangkannya dengan sangat lembut. Walau dirinya dikenal dengan tempramen. Tapi jika suasana hatinya tidak buruk maka pasti dia bisa mengendalikan amarahnya.

"Sudah, cocok di tangan lo." Rara tersenyum tipis. Dia membuka plastik lainnya.

"Yang bulan buat lo dan yang bintang buat gue." Rara memasangkan pada tangan kirinya. Tapi sayang dia kesulitan.

Dengan cepat Rido mengambil alih gelang yang berada ditangan Rara. Dia memasangkan dengan hati-hati.

Mereka berdua tersenyum walau kini ada seseorang yang sedang berdiri di ambang pintu dengan perasaan kecewa. Gadis itu memakai dress selutut berwarna cream dan kue yang sedang ia pegang.

Baru saja melangkah mereka berdua terkejut dengan kehadiran Libra yang mendadak. Rara langsung memasang wajah datar. Rido menghampiri Libra yang tengah menunduk takut.
Rido mengisyaratkan untuk masuk ke dalam dan mengunci apartemen.

Libra terus menunduk dan duduk di sofa dengan perasaan takut dan juga kecewa. Hari ini adalah ulang tahun Rido. Dia sengaja datang ke rumahnya. Namun Cika mengatakan kalau Rido sedang di apartemen. Makanya Libra menyusul kemari. Tetapi pemandangan tadi membuat dirinya sakit hati.

Apalagi Rara dan Rido sedang berbahagia. Senyuman mereka berdua seakan luntur ketika dirinya ada ditengah mereka.

"Sorry Rido. Aku kesini karena aku pikir kamu tidak bersama Rara." ujar Libra pelan.

Rido berdehem lalu menatap Rara. Gadis itu memilih untuk pergi menuju kamar dan memberi ruang untuk mereka berdua.

"Makasih  kamu masih ingat ulang  tahun aku,"  jawab Rido seadanya.

Libra memberanikan diri menatap Rido. "Aku selalu hafal tentang kamu Rido. Hari spesial, makanan kesukaan, lagu favorit,  wangi parfum kamu." Libra tersenyum senang.

"Hidup bukan selalu tentang semua itu Libra. Bahkan ada yang  seharusnya kamu tahu. Aku  tersiksa  saat aku harus berbohong di depan orangtua kita kalau aku mencintaimu. Aku melakukan itu hanya keterpaksaan ayah aku." Rido berkata lalu menatap kilas kue ulangtahun yang di bawa Libra. Dia mulai memberanikan diri untuk berterus terang dengan Libra.

"Jadi kedatangan aku kesini buat hari bahagia kamu kacau ya?" tanya Libra terisak pelan. Dia menangis berpura-pura mencintai lebih sakit dari pada pura-pura membenci bukan.

Dulu pria manis di depannya seakan-akan dia sangat mencintai, menjaga, meratukan dirinya. Tapi nyatanya hanya sebuah keterpaksaan dari orang tua . Pria itu mencintai wanita lain bahkan Rido dulu terlihat sangat membenci Rara tapi sedikit demi sedikit, kebenaran nya mulai terkuak.
Rido tidak pernah mencintainya, walau raganya mengikat tapi hatinya untuk orang lain.

Libra berlari keluar meninggalkan apartemen, Rido mengejar Libra. Jangan sampai gadis itu nekat mencelakai dirinya sendiri. Apalagi jika Sanjaya tahu atau Surya pasti dirinya akan terancam dan juga keamanan Rara.

Titik benci ( Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang