Chapter 7

552 84 4
                                    

--Happy reading--

🌷🌷🌷

Draco tidak bangkit dari tempat tidurnya sampai jam sembilan pagi setelah malam yang panjang tanpa tidur. Ayahnya sudah pergi bekerja, dan toko seharusnya sudah buka satu jam yang lalu. Tapi itu bukan masalah bagi Draco; karena baginya, hidupnya seolah sudah berakhir.

Draco akhirnya dengan berat menyeret dirinya turun dari tempat tidur dan memaksa dirinya untuk berpakaian. Ia melangkah ke lantai bawah, mendapati ibunya duduk di meja makan. "Kau agak terlambat pagi ini," komentar Narcissa.

Draco mengangkat bahu. Ia bahkan tidak ingin sarapan, tapi ia tahu ibunya akan memaksanya untuk makan.

"Tapi sejujurnya, kurasa tidur sedikit lebih lama akan membantumu," lanjut Narcissa tersenyum. "Aku tidak tahu apa yang Lucius pikirkan dengan membuatmu bekerja begitu keras setiap hari."

"Tidur sedikit lebih lama apanya..." gumam Draco, mengingat dirinya tidak bisa tidur sama sekali sepanjang malam. Kemudian, ia menyadari betapa kosongnya rumah itu, "Pansy tidak ada di sini?"

"Tidak, dia mungkin masih di Kensington, di rumah saudara perempuannya." jelas Narcissa. Draco merasa sedikit lega, tapi tahu bahwa ketidakhadiran Pansy hanya sementara. "Kuharap kau sudah sedikit tenang sejak semalam," kata Narcissa dengan nada lebih tegas. "Kemarahanmu tidak akan ditoleransi lagi."

Draco merasakan gelombang kemarahan mengalir lagi di nadinya, tapi ia mencoba mengabaikannya. Ia tidak ingin menimbulkan keributan di pagi hari. Yang terbaik adalah menikmati sedikit kedamaian dan kewarasan yang masih tersisa.

Tapi kedamaian dan kewarasan tidak ditemukan saat Draco sampai di tempat kerja. Seisi toko tampak berantakan. Ada lusinan burung hantu terbang membawa parsel besar, dan ada kotak dan kerdus di mana-mana yang bisa dilihat Draco. Setiap inci tempat itu dipenuhi dengan bingkisan-bingkisan ini, dan setiap inci lantai dipenuhi bulu dan kotoran burung hantu. Di sudut ada Luna dan Twieki, peri rumah itu tampak sangat khawatir dan lelah, dan Luna tampak berantakan, basah, dan seolah tidak tahu di mana gadis itu berdiri.

"Master Draco!" seru Twieki. "Miss Luna dan Twieki sudah menunggu Master Draco muncul untuk memperbaiki kekacauan ini. Burung hantu terus berdatangan, dan tidak ada tempat untuk semua kotak ini."

Draco menyadari dengan cemas bahwa ini adalah sikap bodohnya yang memesan banyak stok di hari Lucius memarahinya. Ayahnya benar; Draco sangat tidak bertanggung jawab dan tidak dewasa untuk melakukan sesuatu dengan benar.

"Masukkan semuanya ke gudang," bentak Draco.

"Tapi Master, gudang sudah penuh!" ucap peri rumah tak sabar. "Miss Luna dan Twieki sudah mencoba memasukkan sebanyak mungkin yang bisa masuk ke sana, tapi hanya ada sedikit ruang untuk beberapa kerdus!"

Draco merasa sudah siap untuk meledak. Ia tidak membutuhkan rasa stres ini di atas segala bebannya. Ia melirik Luna, dan darahnya mendidih lagi. Luna tampak basah karena hujan lebat dan rambut gadis itu berantakan. Pakaian Luna yang semarak tampak berkerut dan bagian bawah roknya terkena noda lumpur. Bukan kecerobohan penampilan Luna yang membuat Draco marah, tapi aura gadis itu yang tetap terlihat begitu cantik. Gadis itu tampak bersinar, tidak peduli seberapa berantakan rambut dan pakaiannya, sangat membuat Draco frustasi hingga ia memiliki keinginan yang menyakitkan untuk menyakiti gadis itu.

"Bersihkan kekacauan di lantai," Draco menggeram pada Luna, bahkan mengejutkan dirinya sendiri karena nada suaranya yang sangat keras.

Mata Luna terkunci dengan mata Draco dalam beberapa detik, dan Draco tiba-tiba menyadari bahwa itu adalah mata paling menyedihkan yang pernah dilihatnya. Ada sesuatu yang tampak mengganggu gadis itu hari ini. Draco terkejut melihat air mata keluar dari mata Luna yang bengkak dan memerah. Tapi Luna segera menghapusnya dan mengangguk.

Simplicity | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang