Bab 2

150 28 1
                                    

Sudah seminggu setelah Mikha bertemu laki - laki itu. Tapi Mikha masih saja memikirkannya. Seminggu itu juga Mikha selalu mengunjungi perpustakaan berharap menemukannya lagi disana. Kadang Mikha merasa menyesal karena tidak mencoba untuk berbicara dengan laki – laki itu, karena kalau Mikha memulai setidaknya ia akan tau namanya bukan.

"Tapi kenapa juga harus aku yang memulai, kalaupun harus itu pasti karena buku yang dia baca." Iya benar, Mikha hanya meyakinkan dirinya sendiri.

Mengalihkan pikirannya, Mikha lebih memilih untuk berkunjung ke toko buku, membeli beberapa novel yang menarik. Sambil membaca sinopsis yang menurutnya menarik, matanya melihat pada tumpukan buku baru yang menumpuk di tengah toko. Tanpa sadar, kakinya yang bersemangat melihat nama penulis favortinya yang tercantum membuatnya tidak melihat bahwa ada seseorang dari arah samping yang juga sedang melihat buku. Beberapa buku yang dipegang keduanya jatuh bertumpukkan. Tanpa sadar Mikha segera memungut buku – buku tesebut sambil mengucapkan maaf.

"kau tidak apa - apa?"

Suara dalam laki laki itu membuat Mikha mendongakan wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara dalam laki laki itu membuat Mikha mendongakan wajahnya. Terpaku pada mata coklat lelaki yang dicarinya seminggu ini. Mikha termenung terkejut menemukannya kini ada dihadapannya. Entah berapa lama Mikha melamun, ketika laki laki itu melambakan tangannya di wajah Mikha, ia akhirnya menyadarkan kesadaraannya kembali.

"Ah maaf sudah menabrakmu, harusnya aku lebih berhati - hati" Mikha bangkit setelah membereskan bukunya dan buku lelaki itu sebelum memberikannya.

Mikha yang merasa sangat malu segera menyimpan buku yang tadi sempat dibawanya dan memilih untuk pergi ' buku itu masih bisa aku beli besok, tapi tidak harga diriku' rutuk Mikha dalam hati.

***

Setiap langkah kakinya menuju halte bus, Mikha masih memikirkan apa yang dilakukannya pada lelaki yang sudah dicarinya selama seminggu ini. PAdahal ia sangat berharap bisa bertemu dengan lelaki itu.

'Tapi apa? ketika bertemu aku hanya melamun?'

'Aku pasti sangat memalukan.'

'Bagaimana bisa aku malah melamun didepannya, apalagi dia sampai melambaikan tangannya seperti itu?'

'Pasti ekspresiku sangat aneh.'

'Pasti dia tidak akan suka denganku'

Tanpa sadar Mikha telah sampai di halte bus menuju apartemennya. Sambil menunggu busnya datang, tiba - tiba awan gelap yang mulai menyebar menurunkan rintik hujannya. Mikha menghela nafas berat membayangkan basahnya hujan karena dia tidak membawa payung.

"Tidak ada yang berjalan sesuai rencanaku hari ini." Tanpa sadar Mikha mengucapkan pikirannya.

Tidak banyak orang di halte ini, dan semuanya terlihat membawa payung. Apa hanya dirinya yang tidak pernah memeriksa prakiraan cuaca. Untuk hari ini entah kesekian kalinya Mikha merasa lelah menyalahkan dirinya sendiri.

Beberapa menit berlalu, semakin sedikit orang di halte bus. Mika masih duduk menunggu busnya datang. Hujan yag masih mengguyur jalanan membuat tubuh Mikha mulai merasa dingin. Tanpa sadar Mikha mulai menggosokkan telapak tangannya pada lengan bajunya yang hanya sebatas lengan atas. Mikha memang menggunakan dress terusan berwarna beige dengan tas selempang yang berisi beberapa buku, dompet serta ponselnya dengan sepatu kets putih kesayangannya.

Saat sedang merenungi kesialannya hari ini. Lengan tangannya terasa tidak sedingin sebelumnya. Melihat lengannya, jaket berwarna hitam sudah tersampir di bahunya. Mencari siapa yang memberikan jaket ini, Mikha bertemu dengan mata itu lagi.

"sepertinya kau lebih membutuhkannya" ucapnya sambil tersenyum simpul dan pergi memayungi kepalanya dengan tas ransel yang dia gunakan, menerobos hujan danhilang diantara orang - orang. Mikha bahkan tidak sempat mengucapkan apapun pada lelaki itu. Sambil menaiki bus yang telah datang, entah mengapa pikiran Mikha kosong. Mikha menarik seleting jaket hitam yang sudah dia kenakan, aroma harum yang keluar dari jaket itu membuatnya tersenyum simpul melihat jalanan yang sudah mulai terang setelah hujan turun. hatinya terasa hangat, bahkan debaran jantungnya seperti dapat didengar oleh semua orang di dalam bus ini.


'ternyata hariku tak seburuk itu'

***


BONUS: Lavaris kali ini datang dengan keinginannya sendiri menuju cafe Denis. Berharap bertemu lagi dengan wanita itu. Sambil menunggu ia memilih untuk duduk di tempat wanita itu terakhir duduk sambil berharap ia akan muncul dari pintu masuk dihadapannya. Namun seminggu ini ia masih tidak bisa melihatnya. Merasa frustasi, Lava memilih untuk mencari buku rujukan penunjangnya sebagai mahasiswa arsitektur. Memilih beberapa buku, sambil menuju kasir Lava sesekali membaca sinopsis bukunya. Seseorang menabraknya dari samping, membuat buku Lava terjatuh karena terkejut, bertanya sebagai ucapan basa basi, wanita ini mendongakan kepalanya. Lava tanpa sadar termenung sejenak sebelum tersenyum tipis 'ternyata kau yang datang padaku'.

 Lava tanpa sadar termenung sejenak sebelum tersenyum tipis 'ternyata kau yang datang padaku'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MIKHALAVA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang