16 - Start

31 3 8
                                    

Awalnya Mikha selalu merasa gelisah. Namun, entah bagaimana, saat Mikha setuju untuk bersama Lava, itu membuatnya merasa lega. Mikha membiarkan hatinya yang memilih, untungya perasaanya jauh lebih baik setelahnya. 

Keesokan harinya, seperti biasa, Lava masih mengantarnya ke kampus. Mikha merasa tidak ada yang berubah dari hhubungan keduanya dan itu adalah hal yang sangat Mikha syukuri. Senyumnya pagi ini memperlihatkan bagaimana suasana hatinya yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Setelah kelasnya selesai, Mikha bersama Grey dan Sunny duduk di kantin untuk makan siang. Ketiganya tengah asyik bercengkrama ketika ada seseorang datang mendekati mereka. Seorang wanita cantik dengan rambut pirang panjangnya menghampiri merekaDia tampak akrab dengan teman-teman Mikha, karena mereka mulai berbincang - bincang santai. Mikha tidak mengenalnya, tapi wajahnya terlihat tak asing, setelah beberapa kalimat yang diucapkan kedua temannya, Mikha bisa menebak bahwa wanita ini adalah seniornya di jurusan.

Pantas saja tidak asing, pikirnya.

Mikha merasa sedikit kaku dan gugup ketika berbicara dengan wanita di hadapannya ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mikha merasa sedikit kaku dan gugup ketika berbicara dengan wanita di hadapannya ini. Wajahnya yang seperti boneka benar - benar terlihat sangat cantik. Bahkan dengan kemeja kebesaran yang digunakannya tidak mengurangi kecantikannya. 

Mikha sempat mengajaknya untuk makan siang bersama, senior yang bernama Lana ini, dengan santai berkata, "Aku sangat ingin, tapi maaf, aku sudah punya janji makan siang dengan seseorang." Mikha hanya mengangguk maklum, tentu saja seorang wanita cantik pasti memiliki kekasih. Kedua temannya bahkan sempat menggoda seniornya itu, untuk mengatakan bahwa seseorang itu kekasihnya, tentu saja hal itu membuatnya tersipu malu. Mikha hanya ikut tersenyum mendengar percakapan ketiganya yang terdengar sangat akrab.

Tidak lama kemudian, Mikha melihat sosok Lava datang yang sepertinya tak bisa melihat dirinya. Mikha cukup terkejut, mengingat bahwa Lava tidak mengatakan apapun untuk datang ke jurusannya. Lana yang juga melihat arah pandang Mikha berteriak cukup keras.

"Lavaris!" Lana melambaikan tangannya untuk membuat lelaki itu melihatnya. Mikha yang awalnya sedikit terkejut mulai merasa bingung dengan situasi yang dialaminya sekarang.

Selang beberapa detik, jantung Mikha berdetak keras. Debarannya bahkan harus membuatnya bersandar pada sandaran kursi di belakangnya. Rambut Lana, mengingatkan Mikha pada wanita yang seharusnya ia jauhi. Sedetik kemudian, batu besar mengantam kepala Mikha saat itu. Lana adalah wanita yang pernah dia lihat di foto teman - temannya bersama Lava saat itu. Di tengah kebingungannya, Mikha menundukan kepalanya. Berfikir cepat, apa yang harus dia lakukan sekarang? situasi menjadi semakin rumit dengan pertemuan ini. Di tengah kemelut dihatinya, untungnya, Lana langsung berpamitan dan memilih mendekat pada Lava yang juga terlihat tidak ingin mendekat dengan meja mereka. Keduanya menghilang meninggalkan Mikha dengan perasaannya yang terasa campur aduk.

***

Setelah kelas berakhir, Mikha pulang ke apartemennya dengan perasaan yang berat.  Dia merasa lega saat ia tidak harus bertemu Lava di depan kekasihnya itu. Tapi, entah kenapa, Mikha juga merasa sedih saat Lava berusaha menghindar darinya. Mikha seakan - akan menjalani hidup palsu, kebahagiaan semu yang terasa seperti mimpi. Mikha bertanya  tanya, apakah sekarang ia justru terjebak dalam sebuah kebohongan yang melibatkan banyak orang?

Beberapa saat kemudian, bel pintu apartemennya berbunyi. Dia membuka pintu dan di hadapannya Lava berdri dengan senyum hangatnya denan membawa beberapa makanan di tangannya. Mikha membalas senyuman Lava dan membiarkannya masuk. 

"Kau pasti belum makan malam. Aku membelikan pasta favoritmu." Lava menunjukkan tangannya yang penuh dengan beberapa plastik makanan. 

"Kau yakin hanya pasta untukku?" Mikha terlihat ragu, melihat banyaknya plastik makanan yang di bawa Lava.

"Pasta, pizza dan beberapa cake untukmu." lava menjelaskannya dengan santai, padahal Mikha cukup terkejut dengan makanan yang sangat banyak di hadapnnya kini.

"Apa kita bisa menghabiskan semuanya?"

"Tentu saja! Aku hanya akan pulang setelah semuanya habis." Mikha terkekeh kecil, dasar lelaki.

"Lalu bagimana kita akan menghabiskan semuanya?"

"Film? Ku dengar aktor yang kau sukai merilis film terbaru di Netflix. Aku yakin kau akan suka dengan ceritanya." Mikha mengangguk setuju, mengingat betapa dia menyukai film dan drama.

Saat film dimulai, Mikha merasa perlahan-lahan hatinya jauh lebih rileks. Dia melihat ke samping,  Lavaris terlihat santai dengan dirinya. Mereka tertawa dan menikmati film yang mereka saksikan. Mikha mulai terbawa suasana, di tengah semua keresahannya, ada kebahagiaan yang bisa dia rasakan bersama Lava.

Ketika film berakhir, Lava berkata, "Maaf membuatmu bingung tadi. Aku tidak menyangka kau akan ada disitu bersamanya tadi." Lava mendekat, meraih tangan Mikha dan menggenggamnya erat. "Aku senang bisa menghabiskan waktu seperti ini bersamamu." Lava menatap Mikha dalam. Mikha merasa hatinya tersentuh karena Lava menyadari hatinya saat ini. 

Mikha merenung sejenak dan akhirnya berkata, "Lava, apa yang aku lakukan benar?"

Lava memandangnya dengan lembut. Keduanya kini sudah berhadapan. "Aku tahu ini sulit, Mikha. Ku mohon tunggu sebentar saja. Lain kali, aku tidak akan membuatmu dalam posisi seperti tadi. Kau harus ingat, hanya kau yang bisa membuatku merasa seperti diriku sendiri. Jadi, aku ingin kau juga merasa seperti itu." 

Mikha merenung, membiarkan kata - kata Lava meresap. Dia merasakan perasaan hangat dan kenyamanan di tengah semua kekacauan hatinya. Lava selalu berhasil membuatnya yakin di saat dia ragu dengan keputusannya. Meskipun masih banyak keraguan yang membuatnya takut, Mikha yakin satu hal yang pasti, ketika bersama Lava, Mikha juga bisa menjadi dirinya sendiri.

Keduanya berpelukan di sana, menyalurkan perasaan masing - masing dan saling berbagi beban satu sama lain. Mereka menikmati waktu bersama, membiarkan momen itu menjadi ingatan indah untuk mereka.

 Mereka menikmati waktu bersama, membiarkan momen itu menjadi ingatan indah untuk mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersambung...

***


MIKHALAVA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang