Bab 7

103 18 1
                                        

Happy Reading!

Sejak pernyataan yang Lava ucapkan, Lava tidak lagi membahas hal itu bahkan saat mereka di mobil untuk pulang. Mikha sudah sangat penasaran, menunggu penjelasan Lava, belum lagi ia baru ingat bahwa tujuan pertemuan awalnya bukanlah untuk bermain seharian. MIkha terlalu terbawa suasana tadi, sehingga ia tidak ada waktu untuk berbicara serius dengannya. Mikha terlalu bersenang - senang. 

Tapi kini justru Mikha khawatir. Lavaris tidak ada kabar sejak ia menurunkannya di apartemennya tadi. Bukankah seharusnya ia sudah sampai? Tapi kenapa tidak ada kabar? Mikha tidak berani tidur kalau Lava menghubunginya dan ia tidak mengangkatnya. Tapi sudah sejam sejakia sampai dan laki – laki itu belum menghubunginya. Entah mengapa Mikha justru merasa khawatir. Biasanya saat Mikha minta untuk mengabarinya, Lavaris tidak akan lupa. Tapi kenapa dia menghilang?

Setelah berfikir sejenak. Mikha mengambil inisiatif untuk menelfon Lavaris terlebih dahulu. Menunggu dua, tiga sambungan suara ponsel Lava, membuat Mikha menahan nafas cemas. Pada saat bunyi sambungan yang ke-empat. Lavaris baru mengangkatnya.

"Hallo." Mikha mengerutkan keningnya mendengar suara Lava yang tiba - tiba terdengar serak.

"Apa yang terjadi pada suaramu? Kau tidak apa - apa?" Mendengar suara Mikha diseberang telfon membuat Lava sedikit mengatur tenggorokanya agar terdengar lebih baik.

"Sepertinya hanya kelelahan. Aku lupa mengabarimu ya? Aku sudah sampai, dan sepertinya aku akan langsung tidur."

"Tidak. Suaramu sangat serak. Ini pasti karena tadi kau tidak mengganti pakaianmu. Aku tahu hal ini akan terjadi. Tunggu aku, kirimkan alamat apartemenmu, aku akan kesana."

"Tidak perlu, sudah malam." Kali ini Lava tidak bisa menyembunyikan suaranya yang sangat parau itu.

"Ada taksi, kau harusnya memikirkan dirimu sendiri." Kini Lava terkekeh kecil mendengar amarah Mikha padanya.

"Baiklah hati - hati." Tak lama Lava mengirimkan alamat dan password apartemennya sebelum MIkha mengakhiri panggilan mereka agar Lava bisa beristirahat.

***
Mikha sudah sampai didepan pintu Apartemen Lava. Menekan beberapa angka yang Lava berikan untuk password apartemennya, Mikha memasuki apartemen yang gelap gulita.
"Laav?" Mikha memasuki ruang tamu yang cukup terang dari kaca yang tidak tertutup kain.

Tidak ada jawaban, akhirnya Mikha mengetuk salah satu pintu yang terbuka sedikit. Sambil mengintip Mikha melihat Lava yang masih bergelung dengan selimut dan baju yang masih digunakannya saat mereka bertemu tadi.

Mikha menghela nafas kasar. Membuka lemari baju Lava, Mikha mengambil baju kaos berwarna putih dan celana training  yang bisa digapainya. Menyimpan pakaian tersebut di sisi kasur. Mikha mulai menyentuh tubuh Lava yang tertidur tengkurap.

"kau masih demam." Ucap Mikha sambil memegang dahi Lava.
Lava yang mendengar suara lembut Mikha, membuka matanya.
"kau sudah sampai?" tannya Lava sambil membalik badannya menghadap Mikha. Posisi mereka yang sukup dekat karena Lava membalik tubuhnya setelah Mikha memegang dahinya membuat Mikha dapat merasakan nafas panas yang Lava hembuskan.

"Kau sakit seperti ini, tapi kenapa tidak segera kau ganti baju basahmu. Kau mebuatku semakin kesal. Buka!" Mikha memaksa Lava membuka hoodie hitam tebal yang dipakainya. Lava yang menurutinya hanya mengangkat tangannya ke atas. Memudahkan Mikha melepaskannya.

"Aku tidak tahu, kau memakai baju basah karena air atau karen keringatmu." Mikha mengambil baju yang tadi diambilnya dan menyerahkannya pada Lava. 

"Ganti, aku akan menghangatkan bubur yang aku beli, lalu minum obat. Aku tunggu diluar." Lava yang mendengar ucapan tegas MIkha sedikit memajukan bibrnya.

MIKHALAVA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang