Prang!! Sebuah gelas terjatuh dibarengi dengan pemuda berambut hitam berpotongan Pixie cut itu membungkukkan tubuhnya. Berpegang pada pinggir kursi. Hingga dia meluruh dan berakhir dengan kehilangan kesadaran.
" Mas Yasa!!" seorang perempuan berpakaian sederhana ,berumur hampir paruh baya itu berjalan terburu. Menghampiri dia yang tak sadarkan diri dilantai marmer rumah mewah dengan pecahan gelas yang untungnya tidak menggores kulitnya sedikit pun.
"Burhan!! Burhan! Tolong!!" serunya lagi memanggil seseorang yang kemudian datang dengan terburu-buru, dia adalah supir pribadi
" Bi Sumi!! Ya ampun!! Kok bisa?!" tanya lelaki yang baru saja datang, dia menghampiri mereka berdua dengan kaget.
" Nggak tau Han!, Tadi saya tinggal sebentar untuk ambil obatnya katanya lupa tertinggal dikamar. Tapi tiba-tiba saya dengar suara gelas pecah dan tiba tiba saja mas Yasa sudah pingsan Begini!!" yang dipanggil Bi Sumi ini menjelaskan apa yang dia lihat tadi, terang saja dia begitu kaget dan panik.
" Ya sudah, biar saya bawa kerumah sakit dulu" Burhan mengangkat remaja yang disebut Yasa itu dan Bi Sumi berlari mengikuti, sampai garasi. Membuka pintu mobil dan kemudian dilajukan oleh Burhan keluar dari rumah menuju rumah sakit.
" Kasihan mas Yayas," gumam Bi Sumi memandang kepergian mobil itu. Ini masih pagi ngomong-ngomong tapi Sumi sudah dibuat panik oleh Yasa. Hingga tidak terlihat lagi ujung permukaan mobil sedan hitam tadi, dia baru kembali kedalam untuk membereskan pecahan gelas, dan melanjutkan pekerjaan lainnya. Meskipun pikiran nya masih tertuju pada keadaan majikan termuda nya itu.
Terbesit kepalanya betapa malang nasib Yasa, mana sakit sakitan begitu malah sering ditinggal sama bapaknya. Begitu pula Gerald, sebagai Kakak dia jarang sekali ada dirumah untuk menemani adiknya itu, justru ikut sibuk dengan urusan pekerjaan nya. Jadi tidak ada yang perhatian dengan Yasa selain Sumi dan Burhan.
Begitu lah kondisi keluarga Tuannya, hampir tujuh tahun dia bekerja di rumah pengusaha terkenal bernama Willy Yudistira, tepat setelah sang Nyonya berpulang sebab sakit kanker. Menyebabkan keadaan keluarga itu semakin hancur. Tuan besar yang selalu pulang larut sebab terlalu sibuk dengan urusan perusahaan. Putra sulung di keluarga itu Gerald Yudistira, yang ikut sibuk dengan urusan pekerjaan juga. Dan menyisakan si bungsu yang bernama Yasa Yudistira yang sakit-sakitan, sebab kelainan jantung bawaan.
Sumi adalah satu satunya yang paling sering mendengar keluh kesah Yasa, yang mungkin tanpa sadar terucap dari mulut mungil remaja berumur 17 tahun itu. Dia sudah menganggap Yasa seperti anak sendiri, sebab dia juga tidak memiliki anak mungkin, jadi bisa sedekat itu.
Sementara itu, disebuah ruangan. Yasa yang terbaring dengan masker oksigen yang terpasang menutupi sebagian wajahnya, tepatnya pada hidung hingga mulutnya. Itu berguna untuk membantu dia bernafas lega dan lebih leluasa.
Dia akhirnya terbangun dengan mencoba menyesuaikan cahaya disekitar nya. Memandang sekeliling dan hanya didapati orang yang tidak asing untuk nya. Orang yang selalu merawatnya dengan telaten dan sekarang kembali bertemu. Dia sedang asik mengecek beberapa peralatan yang memonitori kondisinya.
" Dok," lirih Yasa membuat lelaki berseragam putih itu menengok
" Hai, bagaimana? Masih sesak? Sakit?" tanya Lelaki itu tersenyum
" Nggak, Dok," Yasa mengeleng lemah
" Yas, saya perlu berbicara dengan orang tua mu. Dengan Ayah,"
" Dokter Dikta pasti tahu, Ayah itu sibuk. Pasti tidak akan digubris.Paling paling dia akan mengutus sekretarisnya lagi" Yasa memutar bola matanya, malas berharap lagi.
" Ya sudah Abang mu saja?"
" Apalagi Bang Gerald, mending tidak usah. Dokter itu kan tahu, mereka seperti apa. Jangan ganggu mereka. Biar kita saja yang tahu. Aku berjanji akan lebih berhati-hati lagi. Aku itu tidak ingin merepotkan mereka Dok," desis Yasa. Begitulah dan akan selalu begitu sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Good To Be True?
FanfictionAku hanya ingin, dimengerti, menjadi perhatikan seutuhnya. Tidak selamanya, hanya sampai sejauh aku bisa bertahan. Tapi bahkan tidak ada dari kalian yang meyakinkanku untuk berharap itu. Apa itu terlalu mustahil untuk diwujudkan?