Yasa menaruh kepalanya diatas kedua tangannya sebagai bantal yang bertumpu diatas meja. Ayolah Yasa hanya ingin dimengerti, kenapa mereka tidak ada yang bisa mengerti dirinya. Dia justru bingung kenapa Garda bersikap demikian, padahal dirinya tidak mengetahui apapun. Dirinya juga enggan untuk berbicara dulu, karena dia tidak merasa bersalah. Apa iya, kali ini dia yang harus mengalah lagi?
Ayahnya juga sama saja, dia masih bersikukuh untuk melakukan pertunangan itu padahal Garda dan Yasa sudah menentang.
Kaki Yasa berjalan menuju toilet sekolah, dijam istirahat pertama ini. Tidak disangka ternyata dia kembali di P ertemukan dengan Garda. Dia berpapasan dengan Garda yang akan kembali dari toilet di samping kelas. Sempat ada rasa ingin tidak peduli karena Yasa pikir dia tidak bersalah disini, Kenapa dia yang harus mengalah dan didiamkan Begini?
Tapi kali ini, Yasa menyerah.Meskipun pikirannya menolak, hati Yasa berhasil mengalahkan egonya, memang sampai kapan dia dan Garda akan terus seperti ini? Persahabatan mereka merenggang karena alasan yang tidak jelas?
"Da," panggil Yasa yang membuat pemilik nama menoleh seketika dan menghentikan langkahnya.
Garda tidak menjawab, dia hanya memandang Yasa dari atas sampai ujung sepatunya. Dia tersenyum sinis dan mengangkat sebelah alisnya. Suasana masih sepi karena siswa-siswi lain sedang berada dititik yang sama yaitu kantin.
"Lu Kenapa diemin gue," lanjut Yasa. Terdengar to the point sekali memang, tapi untuk apa juga berbelit- Belit.
"Lu gila ya?? Masih ngga sadar dimana letak salah lu?"
Garda berjalan mendekat kearah Yasa, matanya menatap Yasa dengan tajam.
"gue juga nggak tahu kalau Kak Desty itu kakak lu!"
Lagi, Garda hanya tersenyum sinis mendengar jawaban Yasa. Seolah dia benar benar tidak mempercayai Yasa kali ini.
"Bangsat! Lu sama aja brengseknya sama bapak lu!"
Yasa terpaku ditempatnya, emosinya naik. Sebenci- bencinya Yasa dengan Willy dia tidak pernah mengatakan hal demikian. Dia juga tidak terima kalau Ayahnya dihina seperti itu. Tapi diotaknya juga mengerti, kembali berputar rekaman memori tentang cerita kehidupan Garda yang menyedihkan. Garda sama saja seperti dirinya dia tidak mengetahui apapun tentang ini semua. Hingga Yasa hanya menahan amarahnya. Bersamaan dengan itu, dadanya semakin sesak dan sakit. Ditambah lagi tadi pagi dia lupa meminum obat setelah ribut dengan Willy. Sial!
Yasa membungkuk, tangan kanannya memegang dada kirinya yang semakin sakit. Sedangkan tangan kirinya menumpu tubuhnya dengan berpegang pahanya sendiri. Sedikit erangan keluar dari mulut Yasa yang memucat.
" Gue tau bapak lu berduit, tapi gue nggak akan setuju Kakak gue tunangan sama Bapak lu!" ucap Garda yang tidak memperdulikan Yasa. Meskipun, dia melihat jelas gelagat Yasa yang tidak baik-baik saja. Tapi, garda tidak mau mempercayai hal itu sekali lagi. Dia menganggap itu akal-akalan Yasa saja.
"Tapi Gue..." belum sempat Yasa berkata dan menyelesaikan kalimatnya, Tubuhnya yang bergetar menahan sakit dan pusing itu meluruh. Dia kehilangan kesadaran didepan mata Garda.
Garda sempat kaget, dia khawatir tapi tidak mau terkecoh juga. Dia bingung.
"Nggak usah nipu gue sama hal begini bangsat! Gue nggak akan percaya!"
Begitu lah garda ketika diliputi rasa khawatir dan bingung bersamaan. Dia akan mengumpat tidak jelas. Beberapa saat dia terdiam, dan hanya melihat Yasa yang tergeletak didepannya tanpa berbuat apapun.Khawatir meliputi isi kepalanya ketika saat itu juga Yasa tidak menunjukkan pergerakan sedikit pun.
"Yasa! Bangun Anjing! " bentak Garda, berharap Yasa akan segera mengakhiri sandiwara ini. Padahal Yasa tidak sedang bersandi wara.
Bahkan Yasa juga tidak kunjung bangun ketika Garda membentak nya. Tiba-tiba Garda teringat perkataan Desty beberapa waktu lalu.
'Yasa itu punya kelainan jantung!'
Mata Garda melotot, dia sungguh-sungguh panik setelah nya. Dia tidak membuang waktu lagi, dia mengangkat tubuh Yasa dan menggendong Yasa dipunggung nya.
"Anjing! Bangsat lu Yas!!!" umpatnya yang begitu panik sembari berjalan cepat menuju UKS dengan Yasa digendongnya.
Tentu hal itu tidak luput dari perhatian siswa siswi lain yang mulai kembali dari kantin di jam mulai masuk pelajaran. Yasa segera mendapatkan penanganan di UKS.
Garda sempat ditanyai banyak hal oleh Kepala sekolah. Garda hanya menjelaskan bahwa dia hanya berbincang sebentar dan tiba-tiba saja Yasa ambruk didepannya. Dia tidak berbohong memang begitu adanya. Masalah pembicaraan apa itu, itu tidak dia jelaskan biarkan hanya dia dan Yasa yang tahu.
Beberapa waktu Garda menunggu di UKS, tapi Yasa tidak kunjung sadar. Dokter UKS menginformasikan bahwa Yasa perlu dirujuk ke rumah sakit Kondisinya yang sangat buruk.
Garda ingin sekali ikut, tapi dia tidak diizinkan malah disuruh kembali belajar. Masalah Yasa biar tanggung jawab sekolah katanya. Akhirnya Garda tidak melanjutkan belajarnya tapi juga tidak menemani Yasa kerumah sakit. Justru dia membolos. Dia butuh menenangkan diri atas semua ini.
Dia berhasil mengelabui petugas keamanan dan membawa motor nya melaju meninggalkan sekolah dengan alasan menunggu Yasa di rumah sakit.
Dia melakukan motornya menuju tempat terakhir kali dia berbicara Santai dengan Yasa, tempat dimana dia membawa Yasa membolos. Dan kini dia berdiri di pinggir rooftop itu sendirian lagi. Dia menoleh kearah dimana tepat disampingnya itu tempat Yasa duduk dan menjadi pendengar untuknya waktu itu.
Disana seolah semua kejadian dan pergerakan Yasa kembali berputar dimatanya. Yasa yang memberi dirinya dukungan dan nasihat. Yasa yang mau peduli dengan keadaan Garda yang sedang tidak baik-baik saja saat itu.
"Gue kira, kita udah saling terbuka Yas...." ucap Garda pada bayangan Yasa yang mulai menghilang dari pandangannya. "Nyatanya sekarang lu malah jadi sosok misterius, dan gue banyak ngga tahu tentang lu. Bahkan masalah sebesar ini."
Jujur saja Garda merasa marah dan kesal pada semua orang bahkan dirinya sendiri. Dia yang bodohnya membiarkan Yasa tergeletak tidak berdaya didepannya. Dia yang terlalu menjunjung ego dan tidak mempercayai ucapan Kakaknya. Dia juga kesal pada Yasa yang tidak jujur bahwa dirinya sakit. Padahal Garda telah terbuka dan menceritakan banyak hal tentang hidupnya pada Yasa. Kenapa Yasa tidak? Bukankah akan lebih baik jika mereka saling terbuka dan saling menguatkan? Itukan gunanya sahabat? Begitu pikir Garda.
Sekarang Garda sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun, dia hanya ingin menenangkan diri dan pikiran nya. Karena dia pikir tidak ada orang yang bisa dia percaya. Semuanya hanya menganggap Garda sebagai orang yang tidak bernilai bahkan hanya untuk saling berbagi cerita. Jadi dia memutuskan untuk rehat, berusaha keras untuk membebaskan diri dari khawatir nya dengan keadaan Yasa, rasa kesal dan marahnya pada keadaan dan orang-orang disekitarnya. Mungkin juga untuk beberapa waktu kedepan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Good To Be True?
FanfictionAku hanya ingin, dimengerti, menjadi perhatikan seutuhnya. Tidak selamanya, hanya sampai sejauh aku bisa bertahan. Tapi bahkan tidak ada dari kalian yang meyakinkanku untuk berharap itu. Apa itu terlalu mustahil untuk diwujudkan?