Mobil sedan berharga cukup fantastis itu masuk kedalam garasi rumah di kondisi hampir larut malam. Kaki jenjang dengan sepatu pantofel hitam itu turun dari mobil, yang baru saja mati mesinnya. Kemudian melangkah menuju kedalam rumah. Dengan jas yang ada ditangan dia mencoba merenggangkan dasi di kerahnya. Berjalan menuju kamar yang tertutup rapat. Dia membukanya perlahan, berjalan pelan menuju kasur itu.
" Tidur yang nyenyak ya Nak" lelaki berkumis tipis itu mengelus rambut sang putra, senyum nyata terukir diwajah nya ketika melihat si bungsu yang tertidur dengan wajah damainya
Yang dipandangi menggeliat pelan merasakan usapan tangan dikepalanya. Tak ingin mengganggu tidur sang anak dia memutuskan untuk keluar, tapi belum satu langkah dia beranjak sebuah tangan menarik pergelangan tangannya.
" Ayah.." lirih Yasa dengan matanya yang masih mengantuk.
" Sssttt, maaf ya Ayah membangun kan mu" Willy kembali menghadap ke arah Yasa
" Ayah baru pulang?, " suara serak khas bangun tidur itu Begitu menggemaskan Dimata Willy
" Iya, ayo tidur lah lagi" Willy memerintah, dengan duduk di pinggir kasur dihadapan Yasa. Sementara Yasa? Yasa menurut dengan kembali merebahkan diri. Diusap lah kepalanya lembut oleh Ayahnya, mungkin bermaksud agar Yasa bisa kembali tertidur. Tapi, justru matanya kembali terbuka.
" Ayah, boleh tidak aku sekolah umum?" ucap Yasa memandang Willy dengan tatapan sayu
" Kamu itu kenapa sih, apa kurangnya home schooling? Itu akan membuat mu lebih bebas nak"
"Bebas apanya? Aku ini seperti dikurung tau, aku juga ingin punya teman. Ingin merasakan mengerjakan tugas bersama dan memiliki pergaulan yang sedikit lebih luas"
" Untuk masalah teman nanti Ayah carikan anak kolega Ayah untuk bermain disini, siapa tahu kalian bisa bersahabat"
" Ayah! Aku itu tidak mau memiliki teman dengan cara seperti itu! Aku itu ingin...." belum selesai dia berbicara dadanya kembali menyesak. Membuat dirinya dan Willy menjadi kelimpungan.
" Tuhkan! Makanya jangan marah-marah, sudah malam itu harusnya istirahat jangan marah-marah Begini" Willy memberikan Obat pada putra nya. Dan dengan sigap Yasa memasukkan nya untuk melegakan pernafasan.
" Mau pasang masker oksigen nya?" tanya Willy yang dijawab gelengan kepala
" Yah, pokoknya aku tidak mau seperti itu, aku tidak bisa beristirahat jika ayah tidak mengizinkan aku sekolah umum" lirih Yasa setelah beberapa saat
" Yasa, Ayah itu lelah sekali. Bisa tidak jangan minta yang aneh aneh" Ayah mengusak wajah nya frustasi.
"Aneh ya Yah? Berat sekali ya Yah? Padahal aku hanya meminta sekolah saja loh Yah?" Yasa tertunduk. Memang begitu sulit ya mengizinkan dirinya untuk bersekolah bagaimana mestinya?
" Huffht" Ayah membuang nafas panjang, memandang anaknya satu ini begitu sedih juga tidak tega.
" Yah, ayolah..." rengeknya,
" Baik-baik! Stop merengek nya! Ayah pusing Yasa!! Besok Ayah akan bicarakan dengan sahabat Ayah pemilik Yayasan sekolah swasta disini!" Ayah membentak Yasa, karena sangat pusing mendengar perkataan Yasa. " Sekarang tidurlah!" lanjut Ayah. Yang kemudian meninggalkan kamar Yasa.
Yasa menatap lamat, perlahan bahu lebar itu menghilang dibalik pintu. Senang, senang rasanya dibolehkan untuk sekolah oleh Ayah. Tapi sebegitu memusingkan kah dirinya? Perasaan Yasa sedikit terluka disini. Tapi dia mencoba mengalihkan dengan mengingat kembali bahwa dia bisa sekolah umum. Bayangkan, sesegera mungkin dia akan memiliki teman baru, merasakan betapa asiknya belajar bersama orang lain, dicampur dengan suara gaduh anak anak lain yang mengobrol ketika dijelaskan mungkin, itu sensasi baru.
Sekeluarnya Willy dari kamar Yasa, dia bertemu putra sulungnya yang baru pulang. Berpapasan dengan anak pertama nya itu yang lumayan yah, dingin tak jauh berbeda dengan dirinya. Hei! Memang itu anak siapa? Buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya! Kecuali jatuh setelah dibawa burung terbang!
" Bagaimana meeting tadi Ger?" tanya Willy seketika mengehentikan langkah Gerald yang mengarah kekamar nya disamping kamar Yasa.
" Begitu lah Yah, besok saja aku jelaskan aku lelah" Pria berperawakan tinggi itu melanjutkan perjalanan dan menutup pintu. Seperti ada sesuatu yang kurang berkenan untuk nya.
Willy menggeleng, heran kenapa anak-anaknya Begitu sulit untuk dimengerti. Yang satu ribut saja meminta yang aneh aneh, yang satu kaku begitu. Dari sekian ini diindikasikan seperti nya Willy butuh pendamping. Tapi, dia tidak bisa. Dia tidak bisa membuka hati untuk wanita lain. Sosok istri tercintanya masih menghuni dan menguasai ruang didalam hatinya. Meskipun sudah begitu lamanya dia menduda, rasanya dia masih menyimpan rasa cintanya hanya untuk sang istri.
Sudahlah, Willy juga lelah ngomong-ngomong. Dia juga butuh istirahat, dia berjalan menuju kamar nya, masih dengan jas tergantung di lengannya. Malah bertemu Bi Sumi diruang tengah.
" Tuan," sapa Bi Sumi
" Iya Bi," jawab Willy
" Tuan, tunggu!" panggil Bi Sumi lagi, ternyata ada yang ingin dia bicarakan toh, Willy pikir itu hanya menyapa saja, makanya dia berlalu begitu saja membuka pintu kamarnya. Tapi panggilan terakhir membuat Willy membatalkan untuk menutup pintu
" Ada apa Bi?"
" Jadi...jadi tadi ..."
Ting!! Nada dering dari ponsel Willy seketika membuat perhatian Willy teralihkan. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana, dan ternyata itu kiriman file lewat email dari sebuah nama yang tertera Desty Rahayu. Itu adalah sekretaris Willy, perempuan muda yang berumur berkisar 28 tahunan. Dan dialah yang sering diutus oleh Willy untuk mengurus urusan Yasa jika dia tidak ada waktu. Sebenarnya itu jika Desty mau, Willy tidak pernah memaksa. Tapi Desty malah bersedia sekali untuk melakukan kegiatan diluar job desk-nya. Entahlah, Dimata Willy Desty itu hanya orang yang baik dan hanya berniat membantu. Tidak mau ambil pusing dengan maksud Desty sebenarnya. Tidak ada waktu hanya untuk berprasangka.
" Tuan?" lanjut Bi Sumi membuyarkan fokus Willy pada ponselnya
" Iya Bi! Jika ada yang Bi Sumi ingin bicarakan besok saja ya, saya lelah sekali"
" Oh, baiklah Tuan selamat malam" mendapatkan penolakan sebelum berbicara membuat Bi Sumi mengurungkan niatnya dan memilih untuk undur diri. Mungkin Tuannya itu memang masih lelah.
Setelah itu Willy menutup pintu kamar, mandi dan berganti pakaian. Lalu membaca file sebentar, itu file untuk meeting besok. Lalu memutuskan untuk beristirahat.
Begitulah, setiap kali Bi Sumi mencoba berbicara dengan Willy. Selalu ada saja yang menggangu. Ditambah lagi Yasa yang tidak ingin mereka tahu sekalian katanya. Pokoknya semuanya seperti mendukung keputusan Yasa untuk menutupi segala yang terjadi mengenai Yasa dari Ayah dan Abangnya. Apalagi Gerald, sudah tidak perlu dibahas, dia pulang hanya untuk tidur dan makan saja, itu pun jarang-jarang. Lebih sering makan diluar sih lebih tepatnya.
Berbeda cerita dengan Yasa, dia itu tidak bisa makan sembarangan. Ingat, tidak boleh makan sembarangan. Apalagi sesuatu yang instan instan. Makan yang sehat saja masih bisa sakit apalagi yang begitu. Oleh karena itu juga Willy banyak melarang Yasa, apalagi kalau dia bersekolah umum bayangkan resikonya. Tapi yah, Yasa sih tetap ngotot ingin pokoknya. Harus!
Hai semuanya, Yasa datang.
Untuk penghambaran Tokoh Willy bisa kalian bayangkan sendiri aja deh, sesuai keinginan kalian aja. Kyk siapa itu Ayahnya. Author bingung juga mau nyari siapa. Udah sekian dulu.
Terimakasih untuk antusiasme kalian. Vote komen dan support yang kalian kasih itu berharga bgt untuk author. Terimakasih banyak. Jaga kesehatan ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Good To Be True?
FanfictionAku hanya ingin, dimengerti, menjadi perhatikan seutuhnya. Tidak selamanya, hanya sampai sejauh aku bisa bertahan. Tapi bahkan tidak ada dari kalian yang meyakinkanku untuk berharap itu. Apa itu terlalu mustahil untuk diwujudkan?