6#

171 33 6
                                    

Matahari masih cukup terik saat itu rupanya, Yasa berjalan diantara kerumunan siswa yang membubarkan diri setelah bel pulang berbunyi. Pak Burhan sudah menunggu juga di halaman depan Sekolah. Mungkin ada setengah jam perjalanan pulang kerumahnya.

Dia akhirnya tiba juga dirumah, mengganti seragam barunya dengan celana pendek selutut dan kaos oblong, menuju meja makan setelah diberitahu oleh Bi Sumi bahwa makan siangnya Sudah siap. Tanpa ditemani siapapun dia menyantap makanan yang telah tersedia. Kemudian Bi Sumi datang dengan segelas jus buah naga segar dia bawakan untuk Yasa.

" Bagaimana tadi sekolahnya Mas?" Sumi membuat Yasa terkesiap,beralih perhatian dari ponselnya.

Bukannya langsung menjawab, Yasa malah menatap kosong ke arah piring yang ada didepannya. Yasa memang sangat ingin, ingin sekali bercerita banyak hal tentang sekolahnya hari ini. Bagaimanapun itu hal yang paling berharga sepanjang hidupnya, itu pengalaman sekolah umum untuk pertama kalinya untuk Yasa. Setidaknya, jika tidak ada Bunda, mungkin Ayah atau tidak minimal Abangnya. Yang Yasa ingin menjadi tempat berbagi pertama kali yaitu keluarga sedarahnya. Tapi, nyatanya seperti biasa, tidak ada yang berubah. Mereka lebih sibuk dengan urusan kantornya.

Justru Bi Sumi, lagi dan lagi hanya Bi Sumi yang begitu peduli dengan Yasa. Yasa tetap bersyukur sekali, meskipun hanya Bi Sumi yang menanyakan dan perhatian begitu dengan dirinya. Dia tidak mau menunjukkan sisi lemahnya lagi kali ini.

" Mas!" panggilan pelan Bi Sumi menyentaknya

" Iya Bi!"

" Jadi bagaimana tadi?"

" Wah! Bibi harus tau. Ternyata seru ya belajar sama banyak teman. " senyumnya

" Iya dong, jadi bisa banyak teman untuk bertanya. Nggak berdua melulu dengan guru nya"

" Bener! Mana lagi nih ya Bi, tadi ada anak yang aneh, baik sih. Tapi, ya gitu. Dia satu satunya yang ngobrol banyak sama Yasa hari ini."

" Terus namanya siapa? Udah temenan?"

"Emmmm"-Yasa memutar bola matanya keatas seolah sedang mengingat kembali siapa nama orang yang sedang ia bicarakan ini-" Oh iya!! Garda Alvian. Yah itu namanya. Kalo temenan sih belum, anaknya jutek. "

" Oh gitu, ya udah sabar aja, nanti juga mas Yasa dapat teman baru."

" Pasti sih Bi"

" Ya sudah, nanti kalau sudah selesai, mas Yasa istirahat dulu, nanti sore kalau ada tugas dikerjakan sore saja. Setelah sekolah pasti lelah kan? Jangan sampai nanti kambuh lagi dan harus berhenti sekolah nya"

" Ih jangan sampe deh, buat dapet izin ini aja susah banget. Kan sayang kalo harus berhenti, baru pertama kali masuk loh Bi. Bi Sumi tenang aja, habis ini Yasa juga molor, habis makanan nya turun dulu ke usus."

Yasa tentu juga sangat tidak ingin melewatkan kesempatan ini, bayangkan saja, untuk mendapatkan izin dari Ayahnya kali ini dia harus bersusah payah, mencoba banyak strategi hingga pemaksaan dan mogok makan segala.

Masa iya mau dilepaskan begitu saja? Ah intinya apapun yang kemungkinan buruk yang mungkin terjadi Ayah tidak boleh tahu! Sebab, pasti dia dan sekolahnya akan mendapat masalah besar. Meskipun kemungkinan besar sih mereka juga tidak akan pernah tahu, kalau Pak Burhan dan Bi Sumi juga bisa jaga rahasia. Kan, Ayah dan Abangnya itu tidak pernah peduli dengan dirinya. Yang menjadi prioritas mereka tetaplah kerjaan mereka. Jadi, mereka tidak akan tahu selama Pak Burhan dan Bi Sumi yang notabennya selalu mengawasi Yasa, melapor ke Ayah dan Abang.

Yah pintar-pintar Yasa berkompromi dengan Pak Burhan dan Bi Sumi.

Malam menjelang hampir larut, Yasa masih duduk di meja belajarnya. Menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan dihari pertamanya sekolah. Menghitung beberapa jawaban soal. Kemudian Bi Sumi memanggilnya didepan pintu kamar setelah mengetuk pintu itu sebelumnya.

" Mas Yasa"

" Iya Bi, sebentar" Yasa berjalan membukakan pintu kamar nya.

" Ini makan malamnya, Bibi bawa kekamar saja, soalnya mas Yasa terlihat masih sibuk. "

" Ngga terlalu sih Bi. Itu juga udah hampir selesai. Yasa juga bentar lagi mau kebawah justru. Tapi, berhubung Bibi udah bawain kesini, ya udah Yasa makan disini aja. Udah sini Yasa makan dulu, nanti Yasa bawa ke bawah piring nya Kalo Yasa udah selesai." Yasa mengambil alih piring nya yang awalnya ada ditangan Bisa Sumi.

" Ya sudah, Bibi tinggal ya?" ucap Sumi yang hanya diangguki oleh Yasa.

Setelah berpikir sedikit lebih keras untuk menyelesaikan tugas, rupanya membuat Perut Yasa keroncongan. Jadi, dia memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Setelah selesai dia melanjutkan menyelesaikan sedikit lagi tugas nya yang belum sepenuhnya selesai tadi. Kemudian rampung dengan tugasnya, dia membawa piring kotor itu kebawah.

Dia mendapati sosok Bi Sumi yang sedang membersihkan peralatan memasak, Yasa menaruhnya di dekat wastafel dan menghampiri Bi Sumi.

" Ayah dan Abang belum pulang Bi?" tanya Yasa sembari melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

" Belum Mas, biasalah. Mas Yasa istirahat saja dulu, paling sebentar lagi juga pulang Tuan dan mas Gerald." Sumi tersenyum lebar menanggapi pertanyaan Yasa, maksudnya agar Yasa tidak terlalu kepikiran. Sementara Yasa, dia hanya mengangguk menerima saran dari Bi Sumi.

" Ya udah Bi, Yasa kekamar dulu. Terimakasih makan malamnya" pamit Yasa.

Bi Sumi tersenyum manis, sebenarnya Tuan mudanya itu begitu sopan dan tidak banyak menuntut. Dia itu juga paham membuat orang lain menjadi tenang. Yang diharapkan oleh tuan mudanya itu mungkin hanya kasih sayang dan perhatian yang nyatanya sudah hilang dari keluarganya sekarang. Begitu pikir Sumi sembari memandang Punggung sempit Yasa berlalu menghilang dilantai atas.

Yasa memasuki ruang kamarnya dengan langkah gontai, berhenti di depan foto keluarga nya dikamar. Memandang lamat ke wajah yang terpotret didalam bingkai emas itu.

"Bun, seandainya Bunda ada disini sekarang. Mungkin Bunda yang akan menerima cerita Yasa mengenai sekolah Yasa hari ini. Bukan Bi Sumi. Akan Yasa ceritakan bagaimana teman teman disekolah Yasa tadi, pengalaman menarik Yasa hari ini. Pasti Bunda akan memberikan banyak nasehat untuk Yasa. Tapi, meskipun bukan Bunda , meskipun hanya Bi Sumi yang mendengar Yasa hari ini. Yasa harus tetap bersyukur, kan Bun? Setidaknya masih ada yang perduli dengan Yasa. Yang bahkan Ayah dan Abang saja jam segini belum pulang, tidak ada waktu. Padahal Yasa ingin sekali menceritakan semuanya." Yasa menatap sendu foto itu, yang sebenarnya fokusnya hanya tertuju pada wajah Bunda yang tersenyum.

" Yasa akan menceritakan banyak hal ke Bunda, Yasa yakin bunda dengar. Meskipun bukan orang pertama, setidaknya Yasa tetap memberi tahu Bunda. Justru mungkin Bunda akan lebih banyak mendengar banyak cerita Yasa dari pada Bi Sumi" senyum Yasa."Terimakasih Bun, telah mendengar Yasa hari ini. Mari bertemu dimimpi Yasa. Selamat malam. Yasa rindu Bunda" lanjut Yasa. Dia berlalu menuju kasur empuknya, menarik selimut dan bersiap untuk tidur.

Daripada harus menunggu Ayah dan Abangnya pulang, dan dia bisa kesiangan besok. Setidaknya yang dikatakan Yasa itu benar-benar yang dia rasakan. Dia merindukan Bunda, dia yakin Bundanya bisa mendengar ceritanya meskipun tidak ada dihadapannya saat ini. Tapi, Bunda akan tetap ada disana, didalam ruang tersendiri di hati Yasa.

 Tapi, Bunda akan tetap ada disana, didalam ruang tersendiri di hati Yasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Is It Too Good To Be True?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang