Jingga dari fajar masih tersirat di langit timur, Tapi Yasa tiba-tiba terbangun ketika jantungnya berulah tanpa aba-aba . Mata langsung terbuka, sesak dan sakit membuat Yasa tidak mampu berkata-kata. Tangannya meremas seprai putih ranjang tempat tidur nya., Hal itu membuat suara EKG diruang itu berbunyi nyaring dengan cepat. Dan Gerald langsung kelabakan terbangun dari tidurnya.
Melihat Yasa sedang kesulitan dan kesakitan setengah mati didepan matanya.
Ekspresi wajah kantuk Gerald berubah menjadi panik bukan main, dia bahkan menggoyang lengan Yasa dengan kuat, bermaksud untuk membangunkan Yasa kembali.
"Yas?! Yasa!! Lu ngga lagi ngerjain gue kan Yas?!" teriak Gerald tanpa sadar. Kemudian dia menekan tombol darurat diatas ranjang Yasa, ketika tidak dapat merespon dirinya selain hanya kesakitan yang ditunjukkan.
Kemudian Dokter dan suster datang dengan terburu-buru. Kemudian meminta Gerald untuk keluar sementara. Memberi waktu untuk mereka menangani pasiennya dengan lebih leluasa.
Paniknya Gerald belum juga reda, meskipun sudah seperempat jam dia menunggu didepan ruangan Yasa, bahkan entah berapa kali dia mondar-mandir kesana-kemari untuk menghilangkan paniknya. Tapi dokter dan suster tidak kunjung keluar membawa berita baik yang dia harapkan.
Sesaat kemudian, dokter dan suster benar-benar keluar dari ruangan Yasa. Gerald sungguh tidak sabaran menghampiri keduanya.
" Bagaimana Dok?"
"Pasien tidak dapat diselamatkan karena serangan jantungnya, pasien menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 05:57 lalu. Jantung nya mengalami penurunan fungsi drastis hingga gagal fungsi dan berhenti bekerja sepenuhnya"
"Nggak mungkin Dok!!"
"Tapi begitu adanya Pak, kami turut berdukacita. Kami permisi"
Kaki panjang Gerald seolah kehilangan fungsinya, dia meluruh tidak berdaya. Dia tidak sanggup menahan air matanya yang seperti sungai mengalir tanpa henti. Kemudian dia, menghampiri raga Yasa yang tidak lagi bernyawa. Dia menangis sejadi jadinya.
Willy, dia sedang bersiap untuk menemui anak-anaknya dirumah sakit. Dia sedang berjalan menuju halaman depan dimana Burhan sedang memanaskan mesin mobilnya, tiba-tiba berdering dan tertulis nama Gerald disana. Tangannya lihai menggeser tombol warna hijau, dan dia mengangkat ponselnya ke telinga.
"Halo Gerald?"
"..................."
Kaget, rasanya dunia Willy berhenti berputar seketika.
Air mata Willy meronta turun leluasa, sesaat setelah mendengar jawaban Gerald. Apalagi kalau bukan berita duka yang tidak disangka dari Yasa. Bahkan dia hampir limbung, beruntung dia berhasil berpegang pada pilar disampingnya.
"Yasa....."
Melihat sang tuan, dengan Kondisi seperti itu, membuat Burhan segera turun dari mobil dan menghampiri Willy. Membantunya berdiri dengan tegak dan kokoh.
"Tuan!! Ada apa Tuan?!" Burhan berlari cepat dan memegangi sebelah lengan Willy dengan maksud menopang Willy agar berdiri dengan baik.
"Burhan, Yasa Burhan!"
" Ada apa dengan mas Yayas, Tuan?"
"Antar saya kerumah sakit Burhan! Ayo! Cepat!" Perintah Willy yang masih sempoyongan tapi berusaha keras berjalan cepat menuju mobilnya.
Akhirnya dia disupiri oleh Burhan menuju rumah sakit, karena jika dia sendiri yang mengemudi mobil nya, entah apa dia akan sampai disana dengan selamat atau justru ikut menyusul Yasa.
Sesampainya disana, jangan tanyakan kondisi Gerald lagi. Dia sudah kacau balau menangisi raga Yasa yang tidak lagi bernyawa. Dia bersimpuh disamping tubuh Yasa yang ada di ranjang didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It Too Good To Be True?
FanfictionAku hanya ingin, dimengerti, menjadi perhatikan seutuhnya. Tidak selamanya, hanya sampai sejauh aku bisa bertahan. Tapi bahkan tidak ada dari kalian yang meyakinkanku untuk berharap itu. Apa itu terlalu mustahil untuk diwujudkan?