Amit-amit.
Joana terus saja menggumamkan kata-kata itu dalam hatinya. Tapi ia duduk dengan tenang disamping ranjang dimana pria yang bahkan tidak ia kenal terpejam. Entahlah sampai kapan ia harus menunggui pria ini.
Oh come on ia bahkan tidak mengenalnya sama sekali. Seharusnya Pak Erik yang mengurusi pria ini, semua ini kan karena ulahnya juga. Memukuli orang lain sampai babak belur.
Joana mendengus sendirian, dikala malam diruang rawat inap klinik dengan pria asing yang masih pingsan. Lamunannya berkelana kembali memutar kejadian dimana Erik menghajar habis-habisan pria yang hanya memukul nya satu kali.
Pria itu benar-benar jago beladiri. Point lebih lainnya selain wajah tampan dan karir suksesnya.
Ah Joana rasanya semakin menyukai pria itu.
"Argghhh....."
Erangan kecil yang kemudian berlanjut mau tidak mau membuat Joana kemudian menoleh, beranjak bangun dan menghampiri pria yang kini berusaha mengangkat tangannya.
"Kamu di infus, jangan banyak gerak" sahutnya yang berusaha menahan tangan pria itu. Kedua matanya akhirnya terbuka dengan sempurna, Joana buru-buru melepaskan tangannya dan kembali duduk begitu pria itu menatap kearahnya.
"Kamu udah siuman, kamu ga lupa ingatan kan?"
Oke Joana mungkin terlalu banyak bicara untuk saat ini. Terbukti dari cara pria itu yang kini memutar kedua bola matanya dan melengos.
"Oke kayanya sih engga" gumam Joana yang akhirnya memberikan jawaban untuk pertanyaannya sendiri. Perempuan itu kemudian beranjak bangun dan meraih sling bag dan mantel nya, memakainya dengan pelan dan berbalik menuju pintu.
"Mau kemana?"
Joana yang mendengarnya berbalik, menatap pria yang kini mendongak kearahnya dengan satu telunjuk ke hidung.
"Kamu ... Nanya sama saya?"
Reiner menahan nafasnya dan kemudian mendecak. "Iya, mau kemana lu?"
Joana mendecih mendengarnya, tapi ia hanya mengedikkan bahunya. "Pulang lah, mau ngapain lagi saya disini"
"Lu yang bawa gua kesini"
Joana melebarkan kedua matanya tidak percaya, langkahnya kemudian mendekat kearah pria itu dan kemudian menolehkan kepala pria itu ke nakas dimana gawainya disimpan disana.
"Kalau kamu lebih suka saya tinggal dijalanan mending bilang. Jadi saya ga perlu repot-repot gotong kamu ke tempat ini"
Reiner terdiam mendengarnya, tapi ia mendecih. "Lu udah bawa gua kesini terus main tinggalin gitu aja?"
"Ya terus saya harus apa? Jagain kamu seharian?"
"Iya lah. Tanggung jawab dong"
Joana mendengus mendengarnya. Oh tolong apa ia bisa menendang atau meninju muka pria menyebalkan ini sekarang.
"Memangnya kamu siapa, sampe saya harus jagain kamu disini? Kenal juga enggak" seru nya dengan nada emosi yang mencoba ia tahan. Reiner mendongak dan memandang lekat-lekat kearah gadis itu.
"Seharusnya lu tinggalin aja dijalanan, kalo emang ga kenal ngapain repot-repot dibawa ke sini? Siapa yang nyuruh lu kaya gitu?"
"Tuhan"
"Hah!"
Joana mendengus perlahan lalu tersenyum. "Saya diajarin untuk selalu berbuat baik terhadap manusia, terlebih manusia yang membutuhkan pertolongan, manusia yang pingsan dan tidak berdaya karena dipukuli padahal dia sendiri yang duluan memukul orang lain--"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEREIN [ Mino and Irene story ] FIN
General FictionSeperti hujan yang turun disaat langit cerah. Rasanya menyenangkan, membuat sejuk dan bahagia. Seperti itu pula dengan hati Joana, perempuan yang selama hidupnya tidak pernah terikat dalam sebuah hubungan cinta. Joana bahagia, bersama Reiner. Pacar...