💧24

163 33 0
                                    

Bagaimana bisa seseorang memiliki keyakinan seburuk itu padahal Joana sama sekali tidak pernah berfikir untuk menolak.

Bagaimana bisa?

Joana sadar tidak ada gunanya lagi bersembunyi dari fakta yang jelas-jelas sedang bergejolak dalam hati.

Perasaan nyaman yang tumbuh semakin subur seolah menjadi saksi kalau hubungan ini terlalu manis untuk dilewati.

Sederhana nya, Joana ternyata sudah jatuh cinta pada pria ini. Pria yang benar-benar tahu cara memperlakukan dirinya sekalipun itu memang dibayar. Reiner yang selalu mengumbar kalimat-kalimat manis dan penuh pemujaan, Reiner yang selalu bisa dipercaya karena sampai saat ini pun pria itu sama sekali tidak melewati batasnya.

Tidak berusaha mengambil manfaat apapun dari hubungan ini.

Sejujurnya Joana sendiri tidak harus menunggu 3 hari untuk sekedar memberikan jawaban.  Tapi setidaknya ia juga harus mengulur perasaan pria itu untuk sementara.

"Jujur aja"

Teguran singkat yang jelas terdengar ditelinga mau tidak mau membuat lamunan Joana terpecah, Jillian buru-buru menarik kursi dan duduk tepat disamping sahabatnya yang sejak tadi sepertinya melamun.

"Ga usah nunggu 3 hari juga Jo kalo jawabannya aja jelas iya"

"Kadang kita harus sedikit melihat usaha seseorang loh"

Jillian mendengus mendengarnya.

"Kalo semuanya udah jelas ga usah juga dibikin ribet lagi Jo. Make it simple, ga usah banyak drama"

"Ini bukan drama yah Jillian... Lagian aku juga ga tau dia beneran cinta ato cuma penasaran" elak Joana tidak terima.  Baginya ini bukan sekedar pembuktian, ini lebih merupakan sebuah ujian bagi hatinya.

Apa ia sudah sesiap itu membuka hati dan berkomitmen secara resmi dengan pria seperti Reiner.

"Ribet"

"Udah diem!"

Jillian mendengus dan kemudian menumpukkan ujung dagunya di bahu sahabatnya, ujung jemari kirinya terulur membelai surai hitam milik Joana yang terasa lembut ditangannya.

"Kalo kamu beneran cinta sama dia, kalo dia lebih bisa bikin kamu bahagia, ga usah ragu-ragu Jo... Cinta itu kadang ga pernah datang dua kali" gumam nya dengan senyuman halus yang sekilas ia perlihatkan.  Joana yang mendengarnya hanya mengulum bibirnya dan kemudian mengangguk.

"Thank you"

Jillian yang mendengarnya menganggukan kepalanya dan memeluk erat bahu Joana.

*****

"Aku cuma mau ambil barang-barang aku aja, jadi .. kamu tenang aja"

Reiner yang sedang larut dengan ponselnya mendongak dan terdiam begitu melihat Vanya yang masuk begitu saja kedalam apartemen.  Ingatkan dia untuk sesegera mungkin mengganti kunci agar perempuan itu tidak bisa sebebas nya masuk kedalam apartemen ini.

Terdengar sedikit gerakan tangan dari dalam kamar dan Reiner hanya mengedikkan bahunya tidak perduli.  Pria tampan itu kemudian beranjak bangun dan berjalan menuju pantry, mematikan kompor yang berisi air mendidih dan bersiap membuat kopi untuk memulai hari.

Saat terdengar suara gesekan mau tidak mau ujung dagu Reiner mendongak dan termangu begitu melihat lengan kurus milik Vanya terlihat sedikit kesulitan membawa koper miliknya.

Ingatannya kembali berkelana, saat keduanya bersama-sama memilih tempat ini sebagai rumah baru dengan tabungan Reiner yang semakin banyak.  Mereka memilihnya berdua, sepakat atas dasar cinta untuk menghabiskan waktu bersama seumur hidup.

Walau kenyataannya semua itu semu belaka.  Pada akhirnya mereka berpisah begitu saja ditengah jalan, memilih jalan takdir nya masing-masing.

Kesedihan menyeruak kedalam relung hati Reiner, bagaimana pun bentuk perasaannya saat ini Vanya tetaplah seseorang yang pernah sangat berharga baginya.

Hanya waktu yang sanggup merubahnya.

"Aku pergi"

Reiner terdiam dan fokus mengaduk kopi panasnya, membiarkan tatapan tajam Vanya seolah menelanjangi dirinya saat ini.  Dengan gerakan lambat pria itu kemudian menyentakkan sendoknya dan kemudian mendecak, berjalan mendekati Vanya dan membantu perempuan itu menarik kopernya yang kemudian terhenti saat jemari Vanya mencekal lengannya dengan kuat.

"Kamu pengen banget aku keluar dari sini secepatnya Rein?"

Reiner menghela nafasnya dengan berat dan mendecak seraya menoleh kearah Vanya dengan tatapan sulit ditebak.

"Vanya .... Kita udah sepakat-"

"Aku selalu pengen liat kamu bahagia Rein, dan saat aku sadar kalau bahagia nya kamu bukan sama aku, jujur aku ga terima. Tapi .... Perasaan ga bisa dipaksa kan?"

Reiner mengangguk mendengarnya, ia berbalik dan menatap perempuan itu dengan senyuman tipis nya.

"Ga bisa dipaksa. Itu bener"

Vanya mendongak, menatap kearah wajah si pria dan kemudian tersenyum dengan getir.  Sudah hilang semuanya, sudah sirna semuanya.

"Jadi .... Posisi aku ditempat ini bakalan digantiin sama Joana kan?"

Reiner menggelengkan kepalanya yang mau tidak mau membuat satu alis Vanya terangkat.

"Aku mau mulai semuanya dari awal, dengan cara yang bener Van ... Aku ga akan ngajakin dia tinggal bareng disini kalo kita ga ada ikatan"

Wajah Vanya berubah seketika.  Terlihat sekali keterkejutan yang begitu nyata pada kedua matanya.  Sesuatu yang lebih menyakitkan menohoknya dengan begitu keras.

Kenapa pria ini berubah bukan untuknya? Kenapa harus demi Joana.

*****

'Kamu ga usah jemput ya Rein'

Sore ini, ketika cuaca sedang tidak bersahabat Reiner yang tengah melamun dengan satu cangkir kopi didepan jendela buru-buru meraih ponselnya dan membaca sebaris pesan yang Joana kirimkan.

'Kamu pulang sama siapa?'

Pria itu termangu menatap layar ponsel yang menandakan kalau pemilik nomor yang baru saja mengirimkan pesan sedang menulis.

'Aku dianter Pak Erik'

Wajah Reiner berubah mendung seketika,  layaknya langit yang tengah menampung semua air hujan yang siap diturunkan.

'Mau cemburu tapi aku sadar aku bukan siapa-siapa'

Reiner menaruh kembali ponselnya begitu saja setelah ia menulis balasan yang mungkin hanya akan dibalas dengan ledakan tawa Joana.

Persetan.

Ia memang cemburu

3 hari ini benar-benar menyiksa, perempuan itu seperti tengah menguji batasnya. Menguji sampai mana tekadnya.  Padahal sudah jelas dia hanya akan menolaknya.

Reiner tahu hal itu.

Karena perasaan Joana memang masih terlalu dalan terhadap Erik. Pria yang jelas-jelas tidak menyukai perempuan.

Menurut Reiner.

'Cemburu nya ditahan dulu ya, kalo udah 3 hari baru boleh cemburu'












Bersambung


Thank you reader yang selalu setia. Cringe banget ga sih story ini wkwkwkw
Ayo dong diramein, minrene sepi banget astaga ....kangen kapal kesayangan. Maaf buat thypos nya yah...

SEREIN  [ Mino and Irene story ] FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang