"Aku ko sedih ya dengernya Rein"
Pagi itu sebetulnya sedikit mendung, sinar mentari pagi yang seharusnya menyinari bumi perlahan meredup dan menyisakan semburat yang hanya mengenai sebagian landskap nya. Cuaca yang tadinya menghangat seketika terasa lumayan dingin. Joana yang sudah selesai menyantap bubur ayam nya menarik gelas teh hangat tanpa gula dan menyesapnya perlahan, kedua netra nya terarah pada Reiner yang masih menunduk menyantap sarapan pagi nya.
Senyuman kecil terukir di ujung bibir Joana yang melihat bagaimana cara pria itu makan. Mengaduk semua bubur menjadi satu dan bahkan memasukan kerupuknya kedalam adukan bubur.
"Kamu tim bubur diaduk ya" sahut Joana dengan senyuman kecilnya, Reiner yang tengah sibuk mendongak dan mengulas senyuman kecil.
"Enak tau"
"Engga, aku ga suka"
"Belum pernah aja, cobain deh. Bumbu nya jadi satu, meresap gitu satu sama lain jadi rasanya lebih nendang aja" balas Reiner dengan senyuman kecil. Tidak menyangka topik seputar bubur pun bisa di bahas begitu santai oleh Joana.
"Tapi tampilannya jadi aneh, sorry tapi -kaya muntah bayi"
"Jo ... Aku lagi makan pleaseee!"
Joana yang mendengarnya terbahak seketika, Reiner mendengus melihatnya. Kalau biasanya ia akan merengut dan memaki kalau ada yang mengucapkan hal seperti itu saat ia makan lain halnya saat ini.
Emosinya teralihkan oleh senyuman halus dan tawa renyah dari bibir Joana.
"Maaf ... Itu kenapa aku lebih suka bubur ga diaduk, bumbu nya bisa lumer perlahan di mulut. Jadi agak rapih aja diliatnya"
"Bubur ga diaduk aja udah aneh, rasanya jadi setengah-setengah, bubur tawar, bumbu yang asin, manis. Aneh aja"
Joana mendengus. "Enggak ih!"
"Hahaha ayo ngambek, mumpung masih pagi nih"
"Iya mumpung masih pagi makan muntahan bayi"
"Buset Jo!! Belum pernah disentil sendok tah?" ancam Reiner yang kemudian berhenti menyuap bubur. Sendoknya ia taruh begitu saja diatas mangkuk dan mendengus.
Nafsu makannya seketika hilang, seiring dengan lengkingan tawa kegelian dari bibir Joana.
*****
"Anterin nya sampe pintu gerbang aja ya"
"Kenapa? Takut diliat Pak Erik?" sindir Reiner begitu keduanya sampai di depan gerbang kantor, Joana yang mendengarnya mendecih malas lalu beranjak turun. Melepaskan helm dari kepalanya dan mengangsurkannya pada Reiner yang menatapnya dengan senyuman manisnya.
"Engga juga sih. Pak Erik kan dimobil, ngeliat juga enggak"
Reiner menganggukan kepalanya setuju, ia menaruh helm yang barusan dipakai Joana diatas pangkuannya dan melambaikan tangannya.
"Yaudah masuk sana. Semangat kerja nya ya pacar" sahut Reiner dengan senyuman manis nya yang menurut Joana bahkan melebihi gula.
"Hmm, makasih ya pacar" sahut Joana akhirnya, yang langsung bergegas membalikan badannya meninggalkan Reiner dengan langkah tergesa. Meninggalkan Reiner yang mematung lalu menyeringai.
Sial. Manis banget.
Gemes banget gila.
"Ga bisa gini gua! Ga bisa ... Dia gemesin banget sial!" Gumam nya yang kemudian menundukkan kepalanya menyembunyikan rona merah dari dunia. Iya, Reiner merona.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEREIN [ Mino and Irene story ] FIN
General FictionSeperti hujan yang turun disaat langit cerah. Rasanya menyenangkan, membuat sejuk dan bahagia. Seperti itu pula dengan hati Joana, perempuan yang selama hidupnya tidak pernah terikat dalam sebuah hubungan cinta. Joana bahagia, bersama Reiner. Pacar...