"Luka nya udah diobatin belum?"
Vanya yang sudah keluar dari walk in closet buru-buru beranjak mendekati kekasihnya yang kini sibuk memanjakan paru-paru nya dengan asap rokok di sisi balkon apartemen. Senja sudah mulai terlihat diujung lembayung, lelampuan taman kota dan landskap nya sudah terhias dengan kerlip nya yang mulai terlihat disana sini.
"Ih bengong" tegur Vanya yang langsung memeluk erat leher Reiner, mengusak rambut pria itu dengan penuh sayang.
Si pria hanya menaruh puntung rokoknya diatas asbak, menekannya dan mematikannya dengan cepat sampai akhirnya sebuah senyuman manis tercipta diujung bibir.
"Udah lumayan sembuh" balas Reiner yang kemudian menaikkan jemari nya mengusap lembut lengan Vanya. Gadis itu semakin memangkas jarak diantara keduanya, mencoba mendekati bibir si pria sampai sebuah suara mengusik keduanya. Vanya menjauhkan kepalanya dan mendecih sementara Reiner yang tidak peka dengan apa yang diinginkan gadis nya hanya buru-buru meraih gawai barunya dan menekan layar dengan pandangan tajam.
"Who? That bitch?"
Reiner mendelik sejenak lalu menggelengkan kepalanya, mengabaikan wajah Vanya yang cemberut. Gadisnya itu bahkan kemudian duduk disampingnya dengan kaki menghentak.
"Aku ada kerjaan" sambung si pria yang kemudian beranjak bangun, mengabaikan raut wajah kekasihnya yang terlihat mendung.
"Sayang! Aku ada disini dan kamu tinggalin gitu aja loh! How could you??"
"Ini kerjaan sayang, kamu ga masalah kan? Kamu bisa main lagi sama siapa itu -om siapa lah itu. Yaudah aku jalan dulu" sambung Reiner yang buru-buru, tidak lupa ia melabuhkan ciuman singkat di pipi gadisnya dan kemudian beranjak.
"Jangan lupa transfer!!" Teriak Vanya yang dibalas lambaian tangan oleh si pria. Sepeninggal Reiner, Vanya mendengus dan kemudian meraih gawainya. Membuka nya dan tenggelam dengan benda pipih itu seiring dengan senja yang semakin naik.
*****
"Kalian gila!"
Sela dan Jillian hanya mengangguk, Joana mendengus menatapnya. Ia bahkan sudah berapa kali memelototi keduanya, sudah tidak terhitung berapa kali ia berteriak pada dua sahabat laknatnya itu tapi tetap saja kini ketiganya sampai di balko salah satu cafe terbesar di pusat kota.
"Iya aku gila. Maaf ya Jo" keluh Jillian dengan wajah tanpa dosa nya, ia bahkan sudah mengusap bahunya berkali-kali karena gadis cantik itu menghadiahinya dengan cubitan-cubitan kecil sejak tadi.
Marcela menyeringai dan hanya memamerkan senyuman polos tanpa dosa andalan nya. Joana menaikkan kedua tangannya ke pinggang dan mendecak.
"Kalian fikir aku se depresi itu apa sampai harus nyariin aku pacar?? Pacar sewaan??" hardiknya dengan nada tinggi. Beruntung tidak ada siapapun ditempat ini jadi mereka cukup aman saling berbentak ria.
Jillian menghela nafasnya dan menyeringai sementara Sela hanya mengangguk. "Iya, maaf Jo tapi masa iya sih kamu ga kepengen gitu punya pacar? Ada yang merhatiin, ada yang bisa diajak kemana-mana"
"Cuma 3 bulan Jo.... Setelah itu terserah kamu"
Sela mengangguk setuju. Ia bahkan mengeluarkan gawainya dan menunjukkan tepat didepan wajah Joana yang mendecih. "Ini aman ko, ga bakalan ada acara aneh-aneh. Kalo dia macem-macem kita bisa laporin dia ke polisi"
"Siapa yang bisa jamin itu hah! Mending kalo aku dapet yang bener, coba kalo dapet nya om-om tua mata keranjang??"
Jillian menghela nafasnya dan menoleh kearah Sela yang terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEREIN [ Mino and Irene story ] FIN
Художественная прозаSeperti hujan yang turun disaat langit cerah. Rasanya menyenangkan, membuat sejuk dan bahagia. Seperti itu pula dengan hati Joana, perempuan yang selama hidupnya tidak pernah terikat dalam sebuah hubungan cinta. Joana bahagia, bersama Reiner. Pacar...