"Jo ... Aku nanya beneran sama kamu, kamu ... Serius sama orang itu?"
Joana yang baru saja menaruh tas kantor nya mendongak, menatap kearah Jillian yang bahkan sudah duduk manis dihadapannya sepagi ini. Mengajukan pertanyaan yang bahkan tidak bisa Joana jawab.
"Kalian kan cuma kontrak, I mean, dia cuma dikontrak buat jadi pacar pura-pura Jo, jadi aku rasa ... Jangan bawa hati dalam masalah ini" sambung Jillian lagi, helaan nafas yang kemudian terdengar membuat dagu runcing Joana mendongak kearah gadis itu.
Oke Joana mulai emosi dengan semua kalimat yang sahabatnya itu lontarkan. Ia berada dalam tahap ini atas campur tangan siapa?
Rasanya ia ingin mengumpati wajah Jillian tapi Joana berusaha menahannya mati-matian. Toh ini juga kesalahannya sendiri, ia sudah lemah dengan semua yang sudah Reiner lakukan. Semua perhatian dan cara pria itu memperlakukannya benar-benar membuat pertahan Joana perlahan goyah.
"Iya aku tahu kita yang salah, ini semua ga mungkin kejadian kalo kita ga nyewain pacar buat kamu Jo ... Aku, minta maaf" sahut Jillian lagi, kali ini dengan nada suara yang perlahan berat. Pandangannya terarah tajam pada Joana yang mulai menghela nafasnya dengan berat.
"Its okay Jilli ..." balas Joana akhirnya, berusaha menutupi semua kegundahannya dengan sebaris senyuman tipis yang akhirnya ia ukir di bibir nya.
"Jo ...."
"Tenang aja"
"You love him right?" tebak Jillian dengan pandangan waspada, kalau biasanya suaranya terdengar riang kali ini Joana termangu saat suara itu terdengar lebih berat dari biasanya. Tidak ada respon menyindir atau lelucon dari sana.
"I don't know"
Jillian menghela nafasnya dengan berat lalu menghempaskannya dengan perlahan. Ia tahu ada yang berubah disini dan sama sekali tidak menyangka pria seperti Reiner bahkan mampu merobohkan tembok dingin yang sudah susah payah dibangun oleh Joana.
Kadang cinta memang benar-benar buta. Tidak pernah bisa ditebak kemana arahnya. Siapa yang menyangka Joana yang begitu pemilih akan jatuh dalam pesona seorang pria bayaran.
"Fikir lagi Jo ... Dia begitu cuma karena kontrak kan? Jangan terlalu terbawa perasaan"
"Jilli .... Aku cuma nikmatin aja kok. Its okay"
"I hope soo..."
Joana terdiam mendengarnya. Tanpa sadar ia juga berharap hal yang sama. Berharap kalau semua ini akan selesai dengan baik-baik saja.
*****
"Udah lupa kamu sama aku hmm ... That bitch ngasih apa sampai kamu bisa kaya gini sama aku?"
Decihan suara yang lebih mirip sebuah erangan mau tidak mau membuat Reiner yang tengah duduk menikmati kopi pagi nya menoleh dan mendengus. Kembali membalikan punggungnya mengabaikan sosok yang susah payah ia hindari.
Vanya mendecak dan kemudian memutar, menarik satu kursi dan duduk dengan sikap yang sama sekali tidak tenang.
"Ini masih pagi, dan aku ga mau ribut disini"
Vanya mendelik tidak suka mendengarnya, gadis itu menaruh clutch bag nya dengan sikap yang frontal dan menaruh ponsel mahalnya didepan Reiner yang mendelik.
"Siapa yang ngajak kamu ribut"
"Terus ngapain kamu marah-marah disini?" tanya Reiner yang malah menjadikan pertanyaan sebagai jawaban atas kekesalan Vanya.
"Aku ga marah-marah, aku cuma negur kamu"
"Itu sama aja"
"Stop perlakuin aku kaya gini, kamu bener-bener berubah" decih Vanya dengan hempasan nafas sebal. Gadis itu kemudian menarik satu buat cigarette milik Reiner dan menyalakannya begitu saja. Reiner mendongak dan memandangnya dengan pandangan tidak perduli, pun ketika gadis itu mengepulkan asap rokoknya dengan sengaja.
"Ini masih terlalu pagi buat rusakin paru-paru" tegur Reiner akhirnya. Tidak tahan sendiri melihat buih asap rokok yang memenuhi wajah Vanya.
"Ga usah sok perhatian, mau aku mati pun kamu ga bakalan perduli lagi kan?" sindir Vanya dengan seringai tajam yang terukir di ujung bibir. Reiner menghela nafasnya lalu mendenguskannya dengan kasar.
Entah kenapa Vanya terlihat semakin menyebalkan saat ini.
"What ever" gumam Reiner akhirnya.
"I hate you" balas Vanya dengan tajam. Reiner mendongak dan mendengus mendengarnya.
"Tapi aku lebih benci sama si jalang itu, Joana right?"
"Jangan ganggu dia" sela Reiner yang tiba-tiba saja menahan tangan Vanya, gadis itu menatapnya dengan sebal lalu melengos begitu sadar tidak ada lagi pancaran yang biasanya ia lihat dimata si pria.
Reiner benar-benar sudah berubah.
"Why? Takut dia ga kasih uang buat kamu ha?"
"Joana ga ada urusannya dalam hubungan kita, jangan ganggu dia"
"Kamu bener-bener cinta sama dia Rein? Sampai kamu tega kaya gini sama aku?"
"How about Chandra?" tanya Reiner yang membuat sebuah reaksi mengejutkan bisa ia lihat dari wajah cantik Vanya. Pria tampan itu mendengus puas menyadari kalau ucapannya barusan telak menyindir Vanya.
"Udahlah kamu juga kayanya lebih nyaman sama dia kan? He's rich... Dia bisa menuhin semua yang kamu mau. Aku rasa dia lebih pantes sama kamu dibanding aku"
Vanya yang mendengarnya melengos marah.
*****
"Hari ini ada meeting sama klien"
Joana terdiam begitu suara itu bisa kembali ia dengar. Jillian dan Sela serempak memandang kearah Joana sekilas lalu kembali fokus pada atasan mereka yang kini sudah duduk dikursi nya. Mereka tengah mengadakan rapat dadakan siang ini.
"Disini" lanjut Erik lagi. Beberapa mata terfokus padanya, pria tampan itu mengulas senyuman indahnya dan kemudian menepukkan tangannya dengan penuh semangat.
"Ayo siap-siap, Jillian dan Marsela jangan lupa pastikan menu makan siang nya bener-bener sesuai dengan apa yang sudah saya pesan. Jangan sampai terlewat" perintahnya yang dibalas anggukan kecil dari Jillian dan Sela yang kemudian mengundurkan diri dengan selembar catatan yang menjadi tugas mereka. Beberapa staf yang sibuk dengan tugas masing-masing mulai mengundurkan diri dari ruangan rapat. Meninggalkan Joana yang masih terdiam tanpa tahu tugas nya.
"Pak ... Tugas saya"
Erik yang kemudian menoleh kearahnya menyeringai lalu mengulas senyuman manis kearahnya.
"Tugas kamu temenin saya buat sambut klien kita"
"Hah?"
"Gak mau?"
Joana yang mematung buru-buru menggelengkan kepalanya dengan bingung. Pekerjaan ini terlalu berlebihan ia rasa tapi mengingat posisinya yang hanya seorang bawahan mau tidak mau Joana menepis fikiran buruknya dan buru-buru beranjak begitu ruangan mulai sepi. Tepat saat ia hendak menarik handle pintu ruangan rapat suara Erik mengusiknya.
"Rambut kamu jangan diikat, mending digerai aja. Itu lebih keliatan bagus buat kamu Jo"
Joana yang kemudian berbalik mematung begitu ia mendengar kalimat dari pria yang kini memunggunginya, perempuan itu menyentuh ikatan rambutnya dan menyeringai.
"Baik"
"Sepuluh menit lagi orang nya datang, jadi siap-siap" sahut Erik yang masih memunggunginya. Joana yang mendengarnya menganggukan kepalanya dan kemudian berdehem begitu ia sadar pria itu tidak akan melihat reaksinya.
"Baik Pak" sahutnya yang kemudian berlalu. Meninggalkan Erik yang kemudian berbalik, menatap punggung kecil yang kemudian menjauh dari kedua matanya dan tanpa sadar bibirnya pun menarik sebuah senyuman halus.
Bersambung
Drama nih guys wkwkkwk
Happy reading yah, siap-siap ketemu badai. Ga banyak ko, tipis-tipis aja mainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEREIN [ Mino and Irene story ] FIN
General FictionSeperti hujan yang turun disaat langit cerah. Rasanya menyenangkan, membuat sejuk dan bahagia. Seperti itu pula dengan hati Joana, perempuan yang selama hidupnya tidak pernah terikat dalam sebuah hubungan cinta. Joana bahagia, bersama Reiner. Pacar...