Sampai hari ini, Taehyun masih menunggu kedatangan seseorang yang dia panggil ayah. Bahkan dia bolak-balik mengecek handphone nya.
Kamar yang tidak terlalu besar ini menjadi pemandangan Taehyun di pagi hari, baru dua hari dia disini, Taehyun sudah merasa bosan dan lelah.
Tadi malam setelah memaksa Arina untuk pulang, Taehyun menangis sendirian di dalam kamar bercat putih itu. Disaat dia menangis, suara-suara temannya yang sedang marah selalu terdengar.
Dipagi ini Taehyun tetap melakukan hal yang biasa lakukan, yaitu mengusap bahu nya sendiri dan berkata.
"Selamat pagi Taehyun Devananta, lo hebat."
Entah kenapa hari ini dia merasa dada nya lebih sesak dari sebelumnya, merasa ada yang janggal. Taehyun menatap meja di sampingnya, dimana Nadine meninggalkan gantungan kunci boneka berbentuk kelinci, hewan favorit Nadine. Nadine bilang untuk menemani Taehyun dirumah sakit.
Jam sudah menunjukkan pukul 08:00, pintu kamarnya terbuka. Menampilkan Rafa dengan senyum terbaiknya, di tangan dia terdapat kotak bekal.
"Pagi banget ya om dateng nya? Nih makan, om masak bareng Nadine, kemaren pas mau pulang om udah nanya ke dokter, buat nanya kamu boleh makan apa aja. Ini juga ada susu." Rafa mengambil satu kotak susu di dalam tas kerja nya.
"Om, makasih, aku ga tau harus bilang apa lagi ke om, makasih banyak om udah sayang Taehyun."
"Santai aja, om kan udah anggep kamu anak sama kaya Kai dan Naya." Rafa terkekeh.
"Om ga kerja?"
"Om izin telat hari ini, di makan dulu biar sehat." Rafa membukakan kotak bekal untuk Taehyun dan juga susu untuk Taehyun.
Taehyun menatap kotak bekal dihadapannya, sebelum memakan makanan itu, air matanya turun. Segukan kecil terdengar oleh Rafa.
"Kamu kenapa? Nih tissue." Rafa duduk di kasur Taehyun.
"Ayah sampe sekarang belum ke sini, dan om Rafa udah dua kali, sekarang bawain makanan." Taehyun menghapus air matanya dengan tissue yang Rafa berikan.
Rafa tersenyum kecil, dia tidak bisa membayangkan rasanya menjadi Taehyun. Rafa diam sambil mengusap bahu anak lelaki di depan, karena dia tau bahwa makan sambil menangis itu tidaklah enak.
"Om, Taehyun boleh minta peluk?" Tanya Taehyun takut.
"Boleh." Rafa segera memeluk tubuh Taehyun yang lebih kecil.
"Papah sama anak ga jauh beda ya, sama-sama healing."
Taehyun menatap kearah bunda nya yang sedang mengusap rambut dia perlahan, sekarang posisi kepala Taehyun berada di pangkuan Arina.
Merasa bahwa Taehyun menatap nya, Arina menatap balik. Tatapan itu sama persis seperti tahun-tahun yang lalu, tatapan polos dari sang anak. Bedanya kali ini wajah itu terlihat lebih pucat.
"Nadine mana ya bun?"
"Nadine kan sekolah, paling nanti juga ke sini."
"Kangen Nadine, bun."
"Nanti kalo udah dateng, peluk deh sepuasnya."
"Pasti bun, pasti."
Cukup lama mereka dalam posisi itu, bahkan Taehyun sempat tertidur. Hingga akhirnya dia terbangun karena merasa ada yang datang ke kamarnya.
Dia langsung terbangun dan duduk, tersenyum kearah tiga orang tersebut, tentunya teman-temannya yang masih mengenakan seragam sekolah.
Arina beralih kesofa, membiarkan yang lain mengelilingi Taehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival ; 𝗞. 𝗧𝗮𝗲𝗵𝘆𝘂𝗻 [✓]
FanfictionMereka bersaing untuk mendapatkan peringkat satu paralel, ketika sebuah rahasia terungkap, salah satunya memilih untuk mengalah dan membiarkan saingannya menjadi nomor satu di peringkat paralel. ⚠️ Violence, trauma, depression.