52 | Karena Peduli

6.9K 677 129
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Langkah lebar yang terlihat gontai memasuki kawasan rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah lebar yang terlihat gontai memasuki kawasan rumah sakit. Beberapa orang menatap takut pada Raga yang terus berjalan masuk. Pakaian berantakan dan noda darah dimana-mana. Siapa yang tak takut dengan itu. Tak ada dari mereka yang melihat berani mendekatinya.

Dengan pedoman pesan dari Wiku, Raga terus mencari ruangan yang ia cari. Menjelajahi semua ruangan yang ia lewati dengan tatapan kosong. Di tangan kanan Raga menggenggam pakaian. Sebuah jaket biru, kaos yang sudah dirobek, dan celana training. Ketiga pakaian yang dikenakan Alta sebelumnya. Ia menggenggamnya erat di depan dada.

Langkah Raga terhenti tepat di depan ruangan dengan nomor 213.

Cklak!

Raga membuka pintu itu dengan sedikit kasar, membuat bunyi keras. Dua orang yang baru tertidur di dalam sana terpaksa harus membuka mata karena terkejut. Raga tak peduli dengan itu, karena fokusnya langsung tertuju pada sosok di atas ranjang. Ia berjalan mendekat.

"Lo kenapa... astaga" Wiku bahkan tak bisa berkata-kata untuk mengomentari penampilan Raga. Jauh dari kata normal. Fokusnya lantas tertuju pada pakaian yang dibawa Raga.

Itu milik Alta. Ah, kenapa juga Raga harus membawanya kesini.

Di sisi lain, Emanuel terus memperhatikan gerak-gerik Raga dari sofa tempatnya duduk. Padahal baru beberapa menit ia memejamkan mata.

"Lo mending basuh muka lo dulu" ucap Wiku menghentikan langkah Raga yang ingin duduk dei samping ranjang Alta. Dan akhirnya Raga bereaksi menatapnya. Tapi hanya tatapan kosong yang tak pernah Wiku lihat sebelumnya. Raga benar-benar seperti mayat hidup.

"Hey! Lo dengerin omongan gue 'kan?" ucap Wiku lagi saat Raga tak kunjung merespon. Ia melambaikan tangannya di depan wajah itu. "Raga!" panggilnya.

"Alta..."

Satu kata terucap dari Raga. Wiku semakin merasa aneh dengan Raga. Apa mungkin kepala anak itu sempat terbentur waktu ke sini tadi?

"Alta baik-baik aja sekarang" ucap Wiku, meskipun ia tak begitu yakin. "Sekarang lo basuh muka lo. Dan... kasih gue pakaian itu!"

Wiku mendorong tubuh Raga menuju kamar mandi dalam ruang rawat tersebut dan mengambil pakaian Alta di tangan Raga. Ia lantas menutup pintu kamar mandi begitu Raga sudah di dalam. Ditatapnya sebentar pakaian yang sudah kotor itu, sebelum menaruhnya di tempat sampah.

[BL] 1; Another Pain | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang