08 | Crazy Boy

19.7K 1.2K 119
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Bruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bruk...

Raga menjatuhkan tubuh Alta ke atas ranjang. Ranjang di kamar tidur miliknya lebih tepatnya. Pulang yang ia maksud bukanlah mengantar Alta pulang ke rumah anak itu. Melainkan, Raga membawa Alta ke rumahnya sendiri.

Sebuah rumah minimalis dengan ruang tamu, dapur, 1 kamar mandi, dan 2 kamar tidur. Rumah ini hanya dihuni Raga sendirian. Sejak dua tahun lalu Raga memilih tinggal jauh dari keluarganya. Alasan? Karena Raga ingin hidup mandiri. Dan berhubung keluarganya memiliki rumah yang dekat dengan sekolahnya sekarang, hal itu dimanfaatkan Raga untuk tinggal jauh dari keluarganya.

"Eungh~"

Suara lenguhan itu membuat Raga menoleh. Alta yang tidur di ranjangnya tengah bergerak gusar. Hanya beberapa saat sebelum kembali tertidur. Raga yang kini duduk di samping Alta meraih sepatu yang dikenakan Alta dan melepasnya. Ia mengangkat tubuh Alta dan sedikit memperbaiki posisi tidurnya.

Raga mencoba melepas blazer maroon dan dasi milik Alta kemudian menaruhnya di sisi lain ranjang. Dipandanginya wajah Alta yang penuh bekas luka, entah luka lama maupun baru.

"Pretty boy..." sebuah senyum kecil menghiasi bibir Raga saat menyingkirkan beberapa anak rambut Alta yang terkena keringat.

"Wajah lo itu cukup menarik, kalo aja ga ada luka kaya gini" Raga menekan plester di wajah Alta membuat Alta mengernyit dalam tidurnya.

Raga beralih naik di atas tubuh Alta. Ia tetap memberi jarak agar tidak menindih Alta. Dicondongkan wajahnya hingga keningnya dan kening Alta bertemu. Panas tubuh Alta langsung menjalar padanya. Tubuh Alta sekarang dalam kungkungan Raga.

"Gue bener-bener pengen tau darimana lo dapat semua luka-luka ini. Tapi sayangnya gue bahkan ga deket sama lo"

Raga mengangkat kepalanya. Pandangannya kini beralih pada bibir pucat milik Alta. Bibir mungil yang cukup berisi. Tanpa sadar Raga menjilati bibirnya sendiri melihat bibir Alta terbuka.

Cuupp~

Satu kecupan singkat. Raga mendengus, ia tak puas.

Kembali Raga menundukkan kepalanya. Menyatukan bibirnya dengan bibir Alta. Kali ini benar-benar sebuah ciuman. Raga melumat bibir pucat itu. Ciuman penuh nafsu. Lidahnya menerobos memasuki mulut Alta dan menjelajahi rongga hangat tersebut.

[BL] 1; Another Pain | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang