Annyeong, kawan-kawan!
Author satu ini emang suka nikung cerita sebelumnya, jadi maklumin aja.Pertama, ini cerita yang (sepertinya) berat. Jadi, lebih baik nggak baca ini saat pikiran lagi capek, karena bakal tambah capek.
Kedua, karena cerita ini nantinya akan sedikit banyak menyinggung ilmu makrifat, jadi mohon banget, jangan bawa-bawa statement "sesat" sebelum kalian benar-benar paham dengan konteks yang aku sampaikan. Lebih baik kalian gali lagi tentang itu, baru beropini.
Ketiga, sorry to say this, but sebenarnya ilmu makrifat itu nggak boleh disebarkan secara publik karena memang seriskan itu. Namun, aku percaya bahwa orang-orang yang membaca cerita aku pasti punya filter yang mumpuni untuk menerimanya.
Sumber-sumber yang aku pakai Insyaallah bisa dipertanggungjawabkan karena aku langsung merujuk ke Abah (guruku serta guru makrifatnya Bapak). Kalaupun ada kesalahan nantinya, aku berharap banget untuk diingatkan sesegera mungkin.
Keempat, kabar baiknya adalah, cerita ini mendekati selesai dalam draft-ku. Jadi, semoga nggak ada yang namanya ngaret update.
Sekali lagi, kosongkan kefanatikan sebelum membaca. Karena dengan wadah yang penuh, kalian nggak akan bisa dapat apa-apa yang baru.
Amaranteya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelamkari
SpiritualBagi Laith, menghadapi pikiran kelewat normal ayah dan kakaknya saja sulitnya sudah setengah mati. Belum lagi tingkah dan kekritisan berpikir keponakan tercinta yang baginya lebih cerdas dibanding anak seumuran. Ini, hidupnya dibuat semakin kalang...