25. Secuil Saja, Sisanya untuk-Nya

130 37 1
                                    

Kadang Nuha bingung dengan isi pikiran Laith. Apa semua hal memang harus ditanyakan alasannya? Pantas saja semakin banyak orang yang tak ber-Tuhan hanya karena tak menemukan alasan logis untuk melakukan itu. Ya, meskipun Nuha juga tak setuju jika ber-Tuhan hanya sebatas dogma.

"Lo nggak pernah denger ini dari Mbak Zaa atau Om Hisyam?" tanya Nuha, mendapat anggukan dari Laith.

"Sering, hanya bertanya. Kali aja kamu punya alasan berbeda untuk itu," jawab Laith sekenanya.

Nuha berdecak keras. "Gimana bisa beda, sedangkan aku dapat ilmu juga dari Mbak Zaa sama Om Hisyam?"

"Hewan, Tumbuhan, semua makhluk ciptaan Allah juga ketawa, kan? Bisa nangis juga. Alasannya, kalau manusia bisa ngelakuin itu karena keduniaan, mereka melakukan itu hanya karena satu alasan. Cinta.

"Apa-apa yang ada di tumbuhan itu, mulai dari ujung akar sampai ujung daun, semuanya bertasbih sama Allah. Lo aja yang nggak bisa lihat atau denger. Aliran-aliran hidup mereka adalah Allah," lanjut Nuha.

Baik Oryza maupun Laith bak orang linglung, sedangkan Zaa duduk sambil bertopang dagu, memandangi ekspresi Laith dan Oryza yang seperti hiburan baginya. Di bibir Zaa sendiri tersungging senyum lebar, seolah bangga pada pikiran Nuha.

"Untuk perempuan yang takut mati kayak kamu, aku masih nggak nyangka kamu bisa punya pikiran begini, Nu." Laith tersenyum di akhir kalimatnya.

"Gue juga masih nggak nyangka kalau bisa jatuh cinta sedalam ini, Ith."

Ucapan ambigu Nuha, sukses membuat mereka mengerutkan dahi dalam.

-o0o-

Seharian itu berakhir dengan Nuha yang frustrasi sendiri. Bagaimana tidak, Laith baru ingat jika ada tugas yang jatuh tempo besok dan belum tersentuh sama sekali. Alhasil, Nuha yang harus momong Yita.

Sudah lari-larian keliling rumah sejak tadi, bermain tanah di halaman belakang, sampai petak umpet, Nuha kelelahan. Ia berakhir memberikan ponselnya untuk dimainkan Yita agar anak itu anteng. Sementara dirinya, sudah duduk di samping Laith yang tengah sibuk dengan tugasnya di ruang keluarga.

"What a cute monkey!" Suara Yita tiba-tiba memecah atensi dua orang itu.

Nuha sendiri entah untuk yang keberapa kali, mengacak rambut panjangnya kasar hingga makin berantakan. Pertanyaan itu lagi.

"Ya sejak kapan sih, panda bisa berupa jadi monyet? Stres gue ngadepin ponakan lo, Ith," keluh Nuha. Kali ini Laith sukses terbahak, memegangi perut. "Kapan lo selesai?"

Laith kembali melihat ke arah laptop. "Tinggal sebentar lagi, cuma kurang buat kesimpulan."

Yita diam, fokus pada video yang ditonton lewat layar ponsel.

Diam-diam, Nuha ikut membaca rangkaian kalimat yang Laith ketik di layar laptopnya.

"Salman Al Farisi?" tanya perempuan itu.

Tanpa menoleh, Lauth menjawab, "Iya. Beliau adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam peristiwa yang aku pilih buat tugas tambahan kali ini."

Sambil memicingkan mata, Nuha kembali bertanya, "Peristiwa apa?"

"Pernah dengar Sayyidina Umar mendapat pertanyaan dari tiga pendeta Yahudi?"

Digelengkannya kepala pelan. Laith melihatnya saat melirik perempuan itu.

"Waktu itu Umar nggak bisa jawab. Tahu itu akan jadi masalah, Salman Al Farisi langsung mengambil inisiatif memanggil Sayyidina Ali yang terkenal sangat cerdas.

KelamkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang