[12] Planning

17.6K 1.1K 14
                                    

Amelia menatap jalanan dengan tatapan kosong. Dua minggu lagi adalah hari dimana ia akan menjadi nyonya Efran. Bukankah seharusnya ia seharusnya bahagia karena akan menikah? Tentu saja kasusnya berbeda. Ia menikah bukan atas dasar cinta dan kasih. Ia tak menyangka takdir hidupnya akan menjadi seperti ini. Ketika ia berusaha mencoba menata diri masalah datang bertubi-tubi.

Kesalahan masa lalu terus menghantuinya. Menganggapnya sebuah kegagalan. Hingga bermuara pada sebuah penyesalan. Ia kini percaya kondisi yang kita alami saat ini adalah dampak dari kesalahan di masa lalu. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus menerimanya.

Entah apapun keadaannya, baik ataupun buruk, sedikit banyak memang merupakan bagian dari apa yang kita tanam pada masa lalu.

Jika saat ini kondisi kita terpuruk, lantas apakah kita harus terus memanen derita? Tidak. Dan tidak untuk seorang Amelia.

"Sayang, ada apa denganmu?" tanya Kenan melirik sedikit calon istrinya yang sedari tadi diam.

"Tidak apa."

"Aku jadi tidak fokus menyetir jika kau seperti ini. Apa yang bisa kubantu, sayang?" tanyanya dengan lembut.

"Bisakah kau diam? Itu sangat membantu," ucapnya sarkas.

"Tentu jika kau mau," jawabnya enteng.

Amelia tak menjawab. Menutup mulutnya rapat-rapat malas menanggapi pria itu lagi. Sudah terkikis kesabarannya menghadapi pria pembawa masalah ini.

"Tapi, jika aku diam saja begini jadi tak asyik. Apa kau sedang datang bulan, sayang?"

Tak ada jawaban. Hanya ada suara musik dari radio yang dibawa di musim panas ini.

"Jika kuhitung-hitung bukankah masih lama? Ah astaga.. jangan bilang jika dua minggu lagi saat kita menikah?" ujarnya menepuk keningnya pelan.

Pria itu sok-sokan menghitung dengan jarinya. Entah hitungannya benar atau salah. "Senin, selasa.. rabu.. kamis. Malang sekali nasibku."

Amelia menatap sengit pria itu, "Jangan konyol! Memangnya kenapa jika aku sedang datang bulan sekarang?"

"Syukurlah kalau begitu aku lega mendengarnya. Malam pertamaku terselamatkan." Ujarnya lega.

"Jangan memikirkan hal aneh-aneh aku takkan melakukannya denganmu."

"Benarkah? Kurasa kau dulu sangat menginginkan seorang anak. Aku sangat mengingatnya, sayang," ujarnya bernada menggoda.

Amelia memejamkan matanya. Kenapa malah pria itu mengingatkan masa lalu itu? Dasar tak tahu diri!

"Itu dulu. Aku tak lagi tertarik," jawabnya ketus.

"Tapi aku sangat tertarik. Apalagi mengikuti program bayi kembar. Bukankah sangat menyenangkan?"

"Kumohon berhenti membahasnya!" gertaknya malas.

"Jangan marah-marah sayang! Itu pembahasan normal untuk calon pengantin seperti kita."

"Baiklah, bagaimana jika kita menyusun rencana bulan madu? Mau ke Indonesia? Switzerland? Aku akan mengabulkannya sweety."

"Cukup Ken! Aku tak ingin membahasnya!" geramnya kesal.

"Baiklah, kita akan membahasnya lain kali saja. Emm... Apa kau mau es krim?" ujarnya melihat pedagang es krim di pinggir jalan. Ia tahu kebiasaan Amelia saat sedang datang bulan. Pasti senang dengan makanan dingin dan manis.

"Aku hanya ingin kau diam."

Kenan menghela nafasnya pelan. Sulit sekali memenangkan hati pujaan hatinya lagi. Ternyata kekuatan cintanya saja tak cukup. Perlu kesabaran yang sangat ekstra untuk mendapatkan lagi sepotong hati yang terluka karenanya. Seharusnya ia bersyukur sudah diberi kesempatan kedua. Bukannya kebanyakan mengeluh tak berguna.

Ia kembali memfokuskan perhatiannya ke depan. Namun matanya sesekali melirik Calon istrinya yang sedang mengotak-atik ponsel. Ia sengaja hanya membawa wanita itu berkeliling kota. Tak ingin menarik media. Ia hanya berusaha menyenangkan perempuan itu.

Tangan kirinya mulai merambat ke tangan mungil yang sedang bebas. Mencoba kesempatan untuk menyentuh sedikit saja. Jujur walau kini ia sering bertemu dengan Amelia, ia tetap merasa merindukan sosok penyayang itu. Ia sangat merindukannya.

Memang ia kini sedang mencari kesempatan karena untuk dua minggu ke depan ia tak diperbolehkan bertemu apalagi mengobrol dengan Mia. Tradisi aneh yang membuatnya ingin sekali menenggelamkan kepalanya ke kolam ikan.

Hap!

Ia berhasil meraih jemari halus itu. Tersenyum lebar penuh kebahagian. Hal kecil yang sangat ia inginkan dari kemarin.

Kenan melirik Amelia yang ternyata masih sibuk dengan ponselnya. Tak memperdulikannya mengelus jemari itu lembut. Bahkan menciumnya dengan mesra. Berkali-kali malahan. Inilah yang ia inginkan dari kemarin. Menempelkan jemari itu ke pipinya. Mengelus-ngelusnya dengan penuh perasaan.

Tapi.. sepertinya ada yang salah.. nyawa wanita itu sedang tak sedang bersamanya.

"Sayang.. sayang.. ada apa?" ujarnya khawatir melihat wajah pucat Amelia. Sial! Kenapa ia baru menyadarinya?!

Amelia menatap Kenan dengan sorot mata sedih.

"Mia.." tuturnya lirih hampir tak terdengar.

"Ada apa dengannya sayang?"


To be continued...

_______________________________________
Ceritanya saling berkaitan guys tentang Mia dan pria autis

"You're bastard!!" maki seorang perempuan seraya menampar pipi pria yang dianggap gila di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"You're bastard!!" maki seorang perempuan seraya menampar pipi pria yang dianggap gila di depannya.

Pria itu memegang pipinya yang berdenyut nyeri. Air matanya menggenang di pelupuk. Nafasnya kembang-kempis menahan isakan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Kenapa.. kenapa menamparku?" tanya pria itu dengan nada polos.

Tangisan pria itu pecah. Tak bisa menahan air matanya lagi. Tapi, pria itu segera menghapusnya secara kasar untuk menutupi kesedihannya.

NOT MY EX ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang